Kawasan Cagar Alam Dolok Tinggi Raja Diubah Menjadi Taman Wisata Alam

MEDAN, KabarMedan.com | Cagar Alam (CA) Dolok Tinggi Raja namanya. Kawasan konservasi di Nagori Dolok Marawa, Kecamatan Silou Kahean, Kabupaten Simalungun ini terkenal dengan kawah  putih dan airnya yang biru terang serta kepulan asap membumbung pada saat-saat tertentu.

Pesona itu menjadi daya tarik yang kuat bagi wisatawan dari berbagai daerah. Sebagai kawasan berstatus Cagar Alam, kawasan ini tidak memperbolehkan aktifitas ekonomi. Namun kini 60,94 hektare sudah diubah fungsinya menjadi Taman Wisata Alam dari 167 hektare yang ditetapkan sebagai CA pada tahun 1924.

Membludaknya wisatawan di kawasan ini seolah menafikan statusnya. Sejak beberapa tahun yang lalu, Pemerintah Kabupaten Simalungun mengusulkan agar sebagian kawasan diubah fungsinya sehingga dapat dijadikan sebagai kawasan wisata. Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara, Hotmauli Sianturi mengatakan, pengusulan itu sudah ada sebelum dirinya menjabat sebagai kepala BBKSDA Sumut.

Dari pengusulan itu, Pemkab Simalungun juga sudah melakukan studi ilmiah melibatkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang hasilnya menyebutkan kelayakannya sebagai kawasan wisata. “Tak bisa dipungkiri sekalipun itu Cagar Alam tapi karena ada fenomena menarik, jadi banyak pengunjungnya. Faktanya banyak masyarakat membludak. Nah, ini berubah statusnya terlebih dahulu ada kajian ilmiahnya yang menyatakan layak untuk wisata,” katanya, Senin (22/4/2019).

Usulan dari Pemkab Simalungun disetujui oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Siti Nurbaya dengan keluarnya SK No 397/MENLHK/SETJEN/PLA.2/9/2018 tentang Perubahan Fungsi dalam Fungsi Pokok Kawasan Hutan dari Sebagian Kawasan Cagar Alam Dolok Tinggi Raja menjadi Taman Wisata Alam seluas 60,94 hektare.

Sejak keluarnya surat tersebut, siapapun yang memasuki kawasan TWA tersebut, dikenakan biaya Rp 5000 sebagai pendapatan negara bukan pajak (PNBP). Baik statusnya sebagai CA ataupun TWA, menurut Hotmauli masih berada dalam kewenangan BBKSDA Sumut.

“Cuma kita coba supaya Pemda dan masyarakat tempatan bisa mendapatkan manfaat. Masyarakat misalnya bisa mendapatkan manfaat misalnya untuk pengelolaan parkir, suvenir, baru latih sebagai pemandu wisata, supaya terkelola dengan baik,” katanya.

Sebelum keluarnya 397/MENLHK/SETJEN/PLA.2/9/2018, Kawasan Cagar Alam Dolok Tinggi Raja yang ditetapkan sejak tahun 1924 berdasarkan keputusan Zelfbestur Besluit (ZB) Nomor 24 dengan luas sekitar 167 Ha. “60,94 hektare itu meliputi kolam-kolam yang airnya biru itu. Tidak sampai ke zona inti. Karena pengunjung datang kan hanya di kolam-kolam itu. Sejauh ini kita juga belum mendengar laporan praktik ilegal logging,” katanya.

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2011 tentang pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam mengatakan, keberadaan kawasan CA yang memiliki kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu perlu/wajib dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.

Kegiatan pemanfaatan yang bisa dilakukan hanya sebatas pada penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam, penyerapan atau penyimpanan karbon serta pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk menunjang budidaya. Bukan dimanfaatkan untuk aktivitas wisata meskipun kawasan tersebut punya potensi wisata yang tinggi.

Rini, seorang warga Hamparan Perak, Deli Serdang baru saja pulang dari Dolok Tinggi Raja. Menurutnya, kawasan yang dikenal dengan sebutan kawah putih itu masih memesona. Namun, dirinya mendengar adanya perubahan fungsi kawasan. “Saya tak tahu apa fungsinya yang baru. Tapi kayaknya lebih bagus kalau jadi tempat wisata. Banyak yang foto pre wedding di situ,” katanya. [KM-05]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.