JAKARTA, KabarMedan.com | Satu lagi perusahaan rintisan digital (start-up) buatan anak negeri hadir di Indonesia. Mengusung konsep artist to fan platform, TuneJumper mencoba memfasilitasi para musisi dan pelaku industri musik di tanah air untuk menciptakan karya dan memasarkannya kepada publik.
Situs ini mempertemukan antara pemiliki modal atau donatur (disebut dengan istilah “jumper“) dengan mereka yang bergerak di industri tersebut, baik sebagai pencipta lagu, grup musik, musisi dan sebagainya. Tujuannya, selain untuk memajukan industri ini, juga untuk membentuk komunitas musik online.
Menurut CEO TuneJumper, Edwin Hardjito, start-up ini memiliki konsep yang lebih eksklusif dibanding situs-situs crowdfunding lainnya. Target pasarnya pun sudah lebih spesifik, yaitu pemilik proyek (musik) dan donatur yang tertarik di bidang ini.
“Asalkan mereka memiliki ide proyek musik apa yang akan dijalankan, maka mereka bisa memanfaatkan TuneJumper. Baik yang serius ingin berkarir di musik maupun yang sekedar hobi, mereka dapat menjadikan situs ini sebagai medium berkreasi,” tutur Edwin yang mendirikan perusahaan ini bersama Willano Abdoe, Ericko Octavianus, Agnes Adellina, dan Zafira Bustam.
Menurut Edwin, TuneJumper didirikan dengan bootstrapping atau modal sendiri. Model bisnisnya adalah persentase 10 persen dari nilai proyek yang berhasil didanai atau terkumpul. Jika proyek tidak berhasil, atau tidak ada peminat yang mau membiayai, maka dana yang sudah terkumpul akan dikembalikan kepada para jumper dan manajemen tidak ada memotong untuk komisi.
“Pada prinsipnya kami ingin memajukan industri musik tanah air. All or nothing. Jika pemilik proyek sukses, kami juga sukses. Jika gagal, kami pun gagal. Situs ini hanya sebagai medium untuk mempertemukan antara kreator dengan donatur. Di luar sana banyak orang-orang kreatif, punya ide musik orisinil namun tidak punya modal untuk memproduksi karyanya. Sementara banyak pula mereka yang punya kepedulian terhadap musik, punya modal tapi tidak tahu harus disalurkan kepada siapa. Kesenjangan inilah yang coba kami sempitkan,” jelasnya.
Edwin menambahkan, TuneJumper sangat membantu para artis untuk meminimalkan resiko pembajakan. Dengan adanya sistem pre-order misalnya, para penggemar akan memesan produk tersebut terlebih dahulu sehingga menutup peluang untuk dibajak. Selain itu, bagi penggemar akan ada kepuasan batin ketika melihat proyek yang turut mereka danai berhasil mengorbitkan karir idola mereka.
Di negara-negara lain, mencari pendanaan dari publik (crowdfunding) merupakan hal lumrah dan menjadi solusi jitu di tengah minimnya investor besar yang berminat untuk membiayai suatu proyek bisnis atau sosial. Beberapa portal jenis ini telah mengumpulkan jutaan dollar untuk proyek-proyek seperti pembuatan film, buku, bantuan kemanusiaan, hobi, program kreatif sosial dan lainnya. Indonesia sendiri memiliki portal lokal yang memfasilitasi antara pemodal dan pencipta proyek.
“Bedanya dengan TuneJumper, kami memfokuskan diri pada musik dan memberdayakan para musisi baik dari sisi pendanaan. Bahkan ke depannya kami akan membantu dalam hal jaringan. Bagi para penggemar, ada dinding pemisah antara mereka dengan artis. Kami mendobrak batasan tersebut. Para fans bisa mendukung artis dengan dana patungan mereka, dan dengan demikian secara psikologis ada kedekataan antara mereka dengan artis pujaannya,” tambah Edwin.
TuneJumper sendiri tidak hanya fokus pada album saja, namun juga proyek lain seperti konser, pembuatan video klip, buku biografi musisi dan sebagainya yang berhubungan dengan musik.
“Buatlah proyek sekreatif mungkin agar orang lain tertarik untuk mendanainya,” saran Edwin.
Di era media sosial seperti saat ini, crowdfounding menjadi solusi bagi para pelaku bisnis, kreator, inovator maupun aktifis sosial untuk merealisasikan ide-idenya. Termasuk juga industri musik yang difasilitasi dengan hadirnya TuneJumper buatan developer lokal Indonesia tersebut. Untuk segera membuat proyek, silahkan kunjungi dan mendaftar ke www.TuneJumper.com [KM-01]