Kesaksian Penghuni Kerangkeng di Rumah Bupati Langkat Nonaktif, “Kami Nyaman”

Jefri Sembiring (berkaos hitam) mengaku nyaman berada di lokasi rehabilitasi milik Bupati Langkat Nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin. (Foto: KM-05)

MEDAN, KabarMedan.com | Pria bernama Jefri Sembiring (27) mengaku sudah mengonsumsi narkoba selama 7 tahun. Ia merupakan salah seorang warga binaan yang berada di dalam kerangkeng di halaman rumah Bupati Langkat Nonaktif, Terbit Rencana Perangin Angin.

Warga Namo Ukur, Kecamatan Sei Bingei, Langkat ini juga mengaku merasa nyaman berada di dalam lokasi binaan milik Terbit Rencana itu.

“Kami nyaman. Tidak pernah segemuk ini sebelumnya,” akunya ketika ditemui di Kantor Camat setempat, Selasa (25/1/2022).

Jefri bercerita, ketika mengonsumsi narkoba ia sempat berhenti. Namun selalu saja kambuh. Sehingga, empat bulan lalu ia diantarkan keluarganya ke lokasi yang disebutnya sebagai tempat rehabilitasi dengan tujuan agar sembuh, bersih dari narkoba dan nantinya bisa bekerja di pabrik kelapa sawit milik sang Bupati.

Selama empat bulan berada di tempat itu, Jefri mengaku mengalami perubahan yang baik karena hidup lebih teratur mulai dari makan tiga kali sehari, istirahat yang teratur, berolahraga dan beribadah.

“Setiap hari aktivitasnya sama. Ada jam tertentu keluar kereng untuk jemur pakaian, nyapu halaman kadang bersihin kolam ikan,” akunya.

Jefri merupakan penghuni di kereng atau kerangkeng 2 bersama 13 orang lainnya. Ia bahkan menyebutkan jam makan yang diantarkan yaitu jam 07.00, 12.00 dan 17.00 WIB.

Baca Juga:  KAI Divre I Sumut Gelar Aksi Bersih Lintas di Sepanjang Jalur Medan-Bandar Kalipah

Selain itu, ada dokter yang selalu datang pada hari Selasa dan Sabtu untuk memeriksa para penghuni kereng dan memberikan obat.

Jefri juga menyebutkan ada aktivitas keagamaan di malam hari sesuai keyakinan masing-masing penghuni.

“Saya di sini supaya sembuh. Nggak kayak kemarin. Harapan saya dipekerjakan di situ lah. Kalau Pak Bupati ngasih. Salah satu tujuan saya selain sehat dan bersih ya ada pekerjaan di tempat Pak Bupati,” jelasnya.

Walaupun tak dapat berkomunikasi melalui telepon seluler, Jefri menuturkan keluarga diperbolehkan untuk datang menjenguk pada hari Minggu atau libur nasional.

“Saat datang, hitungan waktunya bukan menit. Tapi beberapa jam. Kalau bagi saya nyamanlah. Saya nggak pernah segemuk ini sebelumnya. Keluarga kan tak ada keluar biaya jadi ini layak. Kalau dibilang perbudakan, nggak betul lah,” paparnya.

Ia menargetkan berada di kereng tersebut untuk setahun lamanya. Ia sendiri baru menjalani rehabilitasi itu selama empat bulan.

Namun, sejak operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Senin (24/1/2022) ada keluarga yang datang menjemputnya karena merasa kondisi kurang kondusif.

“Kalau saya sih maunya di situ dulu. Soalnya saya merasa belum cukup,” tandasnya.

Begitu pula yang dirasakan Freddy Jonathan, yang sudah menghuni kereng 1 selama lima bulan dan sudah terhitung bebas sejak Senin (24/1/2022).

Baca Juga:  Polsek Perbaungan Gelar Patroli KRYD, Cegah Kejahatan Jalanan dan Geng Motor

Menurutnya, selama lima bulan berada di dalam kereng membuatnya merasa jauh lebih baik.

Freddy mengaku sudah mengonsumsi narkoba selama tiga tahun. Setelah dilakukan perundingan dengan keluarga, diputuskan bahwa ia harus menjalani rehabilitasi di kereng.

“Kalau di luar kacau. Makan tak teratur. Kurus. Di situ bangun jam 04.30 WIB. Habis shalat subuh olahraga, lalu bersih-bersih. Nyuci lalu jemur pakaian di luar, nyapu, bersih-bersih kolam,” terangnya.

Freddy menceritkan, selama berada di dalam kereng ia tidak pernah melihat ada perkelahian atau pemukulan. Bentuk tempat rehabilitasi dibuat seperti kerangkeng menurutnya agar semua penghuninya mengikuti aturan.

“Kita kan sesama ini. Saling bantu. Kalau saya kan memang mau berubah. Masuk dibawa orangtua, tak diminta biaya. Sebenarnya mulai hari ini saya mulai kerja di pabrik pak Bupati,” katanya.

Ia sendiri heran dengan berbagai pemberitaan bahwa selama di kerangkeng makan hanya dua kali. Menurutnya, makanan itu bahkan sering berlebih dan bisa dimakan saat tengah malam.

“Kita di dalam kan 13, minta 16. Jadi berlebih, untuk makan lah tengah malamnya,” tandasnya. [KM-05]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.