Pencemaran Air dan Cuaca Ekstrim Jadi Kendala Petambak

MEDAN, KabarMedan.com | Pencemaran air dan cuaca yang tidak mendukung menjadi tantangan bagi petambak. Profesinya sebagai pembudidaya udang, kepiting dan ikan sangar rentan merugi ketika pencemaran air semakin tidak terkendali dan cuaca yang kian ekstrim.

Syahdan, Ketua Kelompok Perikanan  Kube Suka Karya 6 di Kelurahan Sicanang, Lingkungan 20, Kecamatan Medan Belawan mengatakan, pencemaran air diakibatkan sampah dari atas yang semakin banyak.

Berbagai sampah mengapung dan mengendap di dalam air menyebabkan banyaknya lumpur. Zat-zat tertentu yang merusak lingkungan sangat berpengaruh terhadap kualitas air. Idealnya, kadar pH air untuk pertambakan adalah 7,5. Pada saat curah hujan tinggi, limbah-limbah tersebut masuk ke dalam areal pertambakan.

Akibatnya, pH air turun menjadi 0-4. Sehingga, nyaris tidak ada hidupan yang bisa bertahan. Ikan, kepiting, udang dan lain sebagainya yang dibudidayakan petambak mati. Dengan begitu, modal yang dikeluarkan petambak akan lenyap karena gagal dipertahankan.

Faktor kedua, tahun demi tahun cuaca semakin tidak menentu. Curah hujan maupun panas semakin ekstrim. Betapa tidak, curah hujan yang tinggi telah membuat banjir rob yang berulang kali dan membuat petambak harus ekstra dalam menjaga pertambakannya.

“Harus begadang lah. Atau harus dipanen duluan sebelum habis dibawa banjir,” katanya, Jumat (12/7/2019).

Begitu juga ketika cuaca sangat panas. Menurutnya, perubahan iklim sangat dirasakan oleh petambak. “Yang namanya cuaca ekstrim, ada yang berlebihan di sana, yang namanya berlebihan itu akan berdampak sekali kepada kita. Nah kita harus menjaga kondisi air itu normal,” katanya.

Selama ini, ketika petambak mengalami kegagalan, kerugian ditanggung sendiri. Usaha pertambakan membutuhkan modal besar. Ketika pertambakannya gagal, ada dua pilihan, berhenti atau melanjutkan. Jika modalnya besar, petambak bisa melanjutkan.

“Kalau yang modalnya terbatas, gagal dia, rugi dia, bagaimana melanjutkan sementara bantuan tidak ada,” katanya.

Syahdan ingat, bantuan kepada petambak, dalam bentuk asuransi untuk budidaya, diterima terakhir di tahun 2016. “Kalau ditanya, apakah kita butuh bantuan atau asuransi ya pasti dibutuhkan. Intinya pemerintah harus membantu lah petambak karena resikonya kan besar,” katanya. [KM-05]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.