CCE 3.0: Dorong Inovasi Lokal untuk Ciptakan Dampak Multidimensional

MEDAN, KabarMedan | GoTo Impact Foundation (GFI), organisasi penggerak dampak yang didirikan oleh Group GoTo, meluncurkan program Catalyst Changemakers Ecosystem (CCE) 3.0 dengan tema #LokalBerdaya.

Memasuki tahun ketiga, GIF melalui CCE akan berinovasi bersama para changemakers dan komunitas lokal untuk memberdayakan masyarakat di Belitung, Lombok Tengah, Magelang dan Malang agar terus bertumbuh dan mampu menyelesaikan masalah sosial, lingkungan dan ekonomi secara mandiri.

Setelah tiga tahun bergerak bersama 80 changemakers dan 50 mitra, CCE telah menghasilkan 18 inovasi di Bandar Lampung, Semarang, Bali, Labuan Bajo dan Danau Toba. Dari perjalanan ini, GIF mengidentifikasi tiga pembelajaran penting yaitu permasalahan kompleks tidak bisa diselesaikan oleh satu organisasi saja.

Tidak bisa dituntaskan dengan pendekatan yang bersifat general tanpa penyesuaian dengan konteks lokal, dan tidak cukup jika hanya menyasar satu sektor.

CCE terus berevolusi dan membuat terobosan baru, yaitu untuk berkreasi bersama pihak multisektor, menyusun solusi sesuai konteks lokal dan menciptakan dampak multidimensional yang berkelanjutan di Indonesia.

Chairperson GoTo Impact Foundation, Monica Oudang menjelaskan bahwa GIF menginisiasi CCE sebagai katalis untuk mengakselerasi dampak yang berkelanjutan dalam skala yang lebih besar di Indonesia.

“Melalui CCE, kami terus menyempurnakan pendekatan innovation ecosystem, sebuah upaya yang menjunjung gotong royong guna mendorong lahirnya inovasi. Ini lebih dari sekadar kolaborasi, namun juga menggabungkan kekuatan untuk berkreasi bersama,” ujarnya, Senin (25/03/2024).

Menurut Monica, kesuksesan bukan hanya diukur dari kemampuan kolektif, atau banyaknya inovasi yang dihasilkan. Melainkan ketika masyarakat lokal bisa berdaya dan mampu untuk melakukan perubahan.

“Untuk itu, lewat CCE 3.0 kami berusaha membangun sistem melalui perubahan pola pikir dan perilaku. Memecahkan masalah secara holistik dan memastikan adanya manfaat ekonomi bagi setiap pihak yang terlibat. Termasuk masyarakat lokal,” tambahnya.

Ia menambahkan, melalui rangkaian kegiatan CCE 3.0 ini pihaknya memperluas jaringan mulai dari memperluas keberagaman changemakers sampai melibatkan individu, seperti mahasiswa dan aktivis yang optimistis untuk ikut memecahkan permasalahan sosial, ekonomi dan lingkungan di Indonesia.

“Kami mengajak startup, wirausaha, organisasi nirlaba dan akademisi bukan hanya untuk memberikan dampak, namun untuk tumbuh bersama. Kita mungkin bagian dari masalah tapi kita juga bisa jadi bagian dari solusi, mari bergerak, berdampak, bersama,” tandas Monica.

Tahun ini CCE berkolaborasi dengan Bappenas RI dan Kemenparekraf RI yang telah terlibat sejak CCE gelombang pertama dan kedua. CCE memfokuskan pemilihan empat lokasi berdasarkan prioritas pemerintah, urgensi permasalahan, hingga ketersediaan infrastruktur dan changemakers, di antaranya:

  1. Belitung, Bangka Belitung: Transisi dari sumber mata pencaharian yang bersifat eksploitatif ke sumber penghasilan yang berkelanjutan dan bisa membangun ketahanan pangan berkualitas.
  2. Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat: Pentingnya peningkatan kualitas SDM untuk mendorong pemerataan ekonomi dan kelestarian lingkungan.
  3. Magelang, Jawa Tengah: Pemerataan ekonomi yang dibutuhkan untuk mengentaskan kemiskinan ekstrem.
  4. Malang, Jawa Timur: Optimalisasi rantai pasok antar sektor agar bisa mendorong laju pertumbuhan ekonomi sekaligus beradaptasi terhadap perubahan iklim.

Hadir pada kegiatan peluncuran CCE 3.0, Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Angela Tanoesoedibjo. Ia mengatakan masyarakat setempat berada di garis depan pengelolaan dan pemanfaatan kawasan wisata.

“Kami sangat berharap bahwa solusi yang dihadirkan para changemakers bisa benar-benar membangun kemandirian masyarakat. Sehingga masyarakat bukan hanya berperan sebagai penerima manfaat, tapi sebagai salah satu aktor utama yang dapat mendorong pengelolaan kawasan wisata yang berkelanjutan,” jelasnya.

Pemberdayaan masyarakat dan kolaborasi multisektor merupakan hal penting untuk memecahkan permasalahan sosial, ekonomi dan lingkungan. Staf Ahli Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan selaku Kepala Sekretariat Nasional Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB)/ Sustainable Development Goals (TPB/SDGs), Kementerian PPN/Bappenas RI, Pungkas Bahjuri Ali mengatakan kehadiran changemakers diharapkan bisa menghadirkan berbagai inovasi yang diterapkan langsung di lapangan untuk mengatasi berbagai permasalahan kompleks serta berkontribusi terhadap capaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan 2030.

Dewan Pengurus Koalisi Ekonomi Membumi, Gita Syahrani turut hadir dan menyampaikan dukungannya pada CCE 3.0. “Agar memberikan solusi berdampak, kita perlu perumusan yang baik. Titik awal proses ini dimulai dari mendengarkan dan berempati pada kegelisahan dan mimpi para aktor kunci agar bisa memetakan masalah, peluang dan tujuan bersama,” ujarnya.

Menurutnya, pelibatan berbagai pihak lintas keahlian dan latar belakang baik pemerintah, pelaku usaha dan mitra pembangunan untuk bergotong royong mencapai tujuan bersama menjadi langkah kunci berikutnya agar solusi yang ditawarkan tepat sasaran dan bisa diterapkan secara berkelanjutan.

Pembelajaran dari CCE sebelumnya pun turut dipertegas oleh Ranitya Nurlita, Perwakilan Konsorsium Bali Sukla, Changemakers CCE 2.0. Ranitya mengatakan beberapa startup dan organisasi nirlaba bergabung dalam satu konsorsium, menyatukan sumber daya dan menggandeng pemangku kepentingan lain untuk menyelesaikan masalah sampah di Besakih.

Sebelum mengimplementasikan sistem pengelolaan sampah, pihaknya dibantu untuk menyusun strategi solusi di CC Lab. “Kami jadi bisa menggabungkan pengelolaan sampah secara konvensional dan nonkonvensional dalam bentuk integrasi data terkini, pendekatan masyarakat melalui edukasi, serta teknologi yang disesuaikan dengan budaya lokal,” katanya. 

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.