Harga Gabah Kering Giling di Siantar Narumonda Tertinggi di Sumut

MEDAN, KabarMedan.com | Pada bulan Februari 2019, harga gabah kering giling (GKG) di Kecamatan Siantar Narumonda, Kabupaten Toba Samosir merupakan yang tertinggi di Sumatera Utara, yakni senilai Rp 6.454/kg. Disusul oleh Kecamatan Lubuk Pakam, Deli Serdang yakni senilai Rp 4.955/kg. Harga tersebut masih lebih tinggi dari Harga Penetapan Pemerintah (HPP) di tingkat penggilingan dan petani.

Kepala Bidang Statistik Distribusi Badan Pusat Statistik Sumatera Utara (BPS Sumut), Bismark SP Sitinjak mengatakan, HPP di tingkat penggilingan senilai Rp 4.600 dan Rp 3.700/kg di tingkat petani. Kemudian, harga Gabah Kering Panen (GKP) tertinggi di Kecamatan Bandar Khalipah, Serdang Bedagai, senilai Rp 5.500/kg. Sedangkan terrendah di Kecamatan Tanah Jawa, Simalungun.

Selain GKG dan GKP, BPS Sumut juga mencatat Gabah Kualiitas Rendah, yakni di Kecamatan Batang Angkola, Tapanuli Selatan senilai Rp 4.750/kg dan terrendah Kecamatan Sei Bingai, Langkat senilai Rp 4.100/kg. Dikatakannya, GKG, GKP dan GKR memiliki perbedaan pada kadar air (KA) dan kadar hampa/kotor (KH).

“KA dan KH pada GKP sebesar 11,93% dan 2,30%, GKP sebesar20,92% dan 5,49% lalu GKR sebesar 28,01% dan 4,91%,” katanya, Rabu (20/3/2019).

Di Desa Pematang Tatal, Kecamatan Perbaungan, Serdang Bedagai, Ngadirin mengatakan bahwa panen padi di desanya sudah dilakukan pada akhir Desember 2018 hingga pertengahan Januari 2019. Dia mengaku tidak ingat harga GKG dan GKR. Dia hanya mengingat harga GKP saat itu sebesar Rp 5.000/kg. Harga ini lebih tinggi jika dibandingkan tahun lalu pada periode yang sama, tertinggi Rp 4.800/kg.

Pada tahun 2015, terbit Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 tentang pembelian harga gabah dan beras petani. Di dalamnya ditetapkan harga pembelian gabah Bulog dari petani sebesar Rp 3.700 per kilogram (kg) dan harga beras Rp 7.300 per kg.

Di tingkat petani harga gabah dan beras selalu di atas angka tersebut. Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Utara (Sumut), M Azhar Harahap, mengatakan, harga pokok penjualan (HPP) itu sendiri sebenarnya bertujuan melindungi petani ketika harga gabah atau beras anjlok.

“Sudah tiga tahun terakhir, harga gabah dan beras di tingkat petani di Sumut di atas HPP. Itu terjadi karena panen padi di Sumut tidak pernah serentak,” kata  Azhar, beberapa waktu lalu.

Selain itu, di Sumut juga dikelilingi provinsi yang tidak surplus produksi sehingga terjadi supply & demand. Hal demikian menyulitkan bagi Bulog untuk menyerap gabah atau beras dari petani untuk mencukupi cadangan beras pemerintah untuk Sumut.

“Jangan dibilang, kenapa produksi surplus tapi kok didrop cadangan beras dari luar. Yang didrop itu cadangan beras untuk pemerintah karena Bulog tak mampu menyerap dari petani. Jadi harusnya HPP lebih tinggi lagi, untuk menyesuaikannya,” kata Azhar. [KM-05]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.