DELI SERDANG, KabarMedan.com | Petani karet dibelit kesulitan yang tak bisa dilepaskannya. Harga jatuh selama bertahun-tahun dan seolah tiada harapan lagi masa depannya. Pilihannya adalah menggantinya dengan air komoditas lainnya, salah satunya kelapa sawit.
Junaidi, seorang petani karet di Kecamatan Galang, Deli Serdang mengatakan, dirinya sudah menumbangkan pohon-pohon karirnya sejak dua tahun yang lalu. Harga jualnya tidak lagi bisa dijadikan tumpuan hidupnya.
“Saya sendiri merasa tidak lagi berharap banyak dari karet. Tenaga banyak keluar tapi harganya mencekik leher,” katanya, Senin (8/4/2019)
Kepala Bidang Pengelohan dan Pemasaran Dinas Perkebunan Sumatera Utara, Sarida berharap petani tidak terlalu cepat menebangi pohon karetnya. Jatuhnya harga getah karet karena permintaan dunia terhadap getah karet sedang menurun dan di saat yang sama penggunaan kartu sintetis sedang tinggi.
Namun dirinya meyakinkan bahwa waktunya akan berganti dan optimisme harus dibangun. Masih ada harapan dari karet bahwa ke depan harga karet alam akan kembali bergairah. “Tentu saja harapan masih ada. Harganya akan normal kembali. Tergantung permintaan. Jadi jangan terlalu cepat ditebangi,” katanya.
Dinas Perkebunan Sumatera Utara tahun ini mendukung petani yang memiliki kelompok tani untuk Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar (UPPB) di tiga kabupaten yakni dua di Serdang Bedagai, satu di Deliserdang dua di Tapanuli Selatan. “Karena kemarin belum ada kita minta bantu Gapkindo untuk jualan bokar kita,” katanya.
UPPB, berfungsi untuk memangkas mata rantai petani dengan tengkulak. Tengkukku selama ini disebut-sebut sebagai pihak yang mendapatkan untung dari petani mulai dari membeli dengan harga murah hingga peminjaman dana kepada petani.
“Kondisi petani kita jual produknya ke tengkulak. Harganya jatuh. Kalau dalam bentuk kelompok kan bisa kita sambungkan ke pabrik jadi harga bisa lebih tinggi. Tapi komitmennya ya harus bisa menjaga kualitas standar pabrik dan ada jaminan keberlanjutannya,” katanya.
UPPB, sebenarnya sudah dimulai sejak tahun lalu dan sudah berdiri di ketiga kabupaten tersebut. Namun, UPPB harus diregistrasi oleh petugas pengawas mutu bokar yang baru dilantik tahun ini. “Sekarang sudah ada di tiga kabupaten itu,” katanya.
Kepala Seksi Pasca Panen dan Pengelohan dan Pemasaran Dinas Perkebunan Sumatera Utara, Dame mengatakan, untuk mendirikan UPPB memiliki persyaratan yang harus dipenuhi seperti harus mampu memproduksi 800 kg/3hari. Luasan lahan pun 100 hektare. [KM-05].