ICW: LPSK Harus Proaktif Dampingi Nurhayati

Nurhayati ditetapkan sebagai tersangka, usai melaporkan kasus korupsi. (Foto: Ist)

JAKARTA, KabarMedan.com | Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) memberikan perlindungan terhadap Nurhayati yang ditetapkan sebagai tersangka setelah melaporkan dugaan kasus korupsi Kepala Desa Citemu, Cirebon, Jawa Barat.

“Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengambil langkah dalam memberikan perlindungan kepada Nurhayati sebagai bentuk untuk mendukung upaya pemberantasan dan pencegahan korupsi di Indonesia,” jelas Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana lewat keterangan tertulisnya, dilansir dari Suara.com, Kamis (24/2/2022).

Menurut ICW, mengacu kepada konsideran Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban (PSK), untuk meningkatkan upaya pengungkapan secara menyeluruh suatu tindak pidana, khususnya tindak pidana transnasional yang terorganisasi, perlu diberikan perlindungan terhadap saksi pelaku, pelapor dan ahli.

“Jadi, LPSK harus pro-aktif mendampingi Nurhayati,” ujar Kurnia.

Penetapan Nurhayati sebagai tersangka oleh Kepolisian Resor (Polres) Cirebon dianggap menjadi preseden buruk, terkait peran masyarakat dalam pemberantasan korupsi.

Peran serta masyarakat dalam melaporkan dugaan korupsi telah dilindungi sejumlah peraturan perundang-undangan.

“Masyarakat memiliki hak untuk menjalankan fungsi kontrol terhadap kinerja para penyelenggara negara. Hal ini dilakukan agar memastikan penyelenggaraan negara dapat berjalan bersih dan bebas dari korupsi,” tutur Kurnia.

Kurnia juga mengungkapkan terdapat tiga peraturan yang menjamin peran serta masyarakat, di antaranya Pasal 5 ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK).

Kemudian Pasal 41 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Selain itu, ada Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Adanya tiga regulasi di atas setidaknya menunjukkan bahwa negara menjamin keamanan masyarakat ketika melapor kasus korupsi,” ujarnya.

Sebelumnya, Kepala urusan atau Kaur Keuangan Desa Citemu, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Nurhayati, viral di media sosial.

Ia berniat membongkar korupsi dana desa, namun malah menjadi tersangka. Kisah Nurhayati pun viral dan mendapat perhatian dari publik.

Nurhayati viral setelah bercerita dalam sebuah video yang diunggah melalui chanel YouTube Oces Channel Mrs dengan durasi selama 2,51 menit.

Nurhayati menjadi tersangka usai melaporkan dugaan korupsi dana desa pada Desa Citemu oleh oknum Kuwu Citemu berinisial S.

Dalam video tersebut, Nurhayati mengaku kecewa dan keberatan dengan status tersangka yang dikenakan atas dirinya.

“Saya pribadi yang tidak mengerti akan hukum itu, merasa janggal karena saya sendiri sebagai pelapor. Saya yang memberikan keterangan informasi kepada penyidik, selama hampir 2 tahun prosesnya. Di ujung akhir tahun 2021, saya ditetapkan sebagai tersangka,” jelas Nurhayati.

Melalui sebuah konferensi pers, Sabtu 19 Februari 2022, Polres Cirebon Kota memberi penjelasan penetapan status tersangka atas Nurhayati.

Kapolres Cirebon Kota, AKBP M Fahri Siregar menjabarkan, hasil tim penyidik menemukan adanya mal administrasi yang mendasari peralihan status Nurhayati dari saksi kunci menjadi tersangka.

Pelanggaran yang dilakukan Nurhayati, menuru Fahri yaitu Peraturan Kementerian Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Dana Desa yang Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

“Seharusnya Nurhayati memberikan kepada kasi (Kepala Seksi) atau Kaur Pelaksana Kegiatan. Tapi (Nurhayati) langsung memberikan kepada Kuwu (Kuwu Citemu) tersebut. Tindakan ini membuat kerugian negara mencapai Rp800 juta,” ungkapnya.

Dalam laporan tersebut, Nurhayati dituduh telah memperkaya diri. Perempuan beranak 2 itu disangkakan telah membantu memperkaya tersangka Kuwu Citemu berinisal S.

Nurhayati pun terancam UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi.

Saat ini, Nurhayati jatuh sakit. Selain itu, pasca ditetapkan sebagai tersangka, kedua anak Nurhayati yang masing-masing masih berusia 6,5 tahun dan 5 tahun kerap menerima perundungan dari teman-temannya. [KM-07]

 

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.