MEDAN, KabarMedan.com | Satu hal yang menjadi tantangan petani pisang barangan adalah serangan penyakit. Petani harus bisa merawat tanamannya dengan baik dan tepat agar tumbuh dan panen menggembirakan. Bibit dari kultur jaringan dianggap lebih tahan. Benarkah?
Dibandingkan dengan bibit yang dihasilkan dari anakan, bibit pisang barangan dari kultur jaringan disebut lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Karena itu, UPTD Benih Induk Hortikultura Gedung Johor Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumut, hingga bulan November 2018 sudah memproduksi 18.000 bibit yang sudah dan siap untuk didistribusikan ke berbagai daerah.
Kepala UPTD BIH Gedung Johor, Bahruddin Siregar, mengatakan angka produksi yang sudah tercapai tersebut hampir mendekati target tahun ini sebanyak 20.000 batang.
Dikatakannya, produksi bibit pisang barangan dengan sistem kultur jaringan sudah dilakukan sejak lama. Selain pisang barangan juga ada pisang kepok, kentang, dan lain sebagainya.
Dikatakannya, bibit pisang barangan dari kultur jaringan memiliki kelebihan daripada bibit anakan, yakni lebih tahan terhadap hama dan penyakit dan produksi buahnya lebih banyak. Bibit pisang barangan dari kultur jaringan dari UPTD BIH Gedung Johor sudah ditanam petani di Tiga Juhar, Deliserdang pada bantuan tahun 2016 dan berproduksi dengan baik.
“Selain di Deliserdang, bibit kita ini juga ke Karo. Bahkan sampai ke Palembang, dan Aceh. Tapi memang kita memprioritaskan untuk Sumut dulu lah,” katanya, Rabu (3/7/2019).
Dikatakannya, kelebihan bibit pisang barangan dari kultur jaringan adalah lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Namun begitu, tetap saja harus ada perlakuan yang tepat dan tidak bisa ditanam kemudian dibiarkan begitu saja. “Artinya, bibit bisa lebih tahan tehadap serangan. Tapi kalau ditanam di tempat yang sudah terkontaminasi, ya seperti manusia juga kalau tempatnya sudah nggak bagus, ya kekebalan tubuh itu kan bisa menurun,” katanya.
Kelebihan lainnya, lanjut Bahruddin, produksi buahnya bisa lebih banyak. Dalam satu tandan, bisa menghasilkna delapan hingga sembilan sisir. Umur panennya pun bisa lebih cepat, yakni delapan bulan. “Tapi ya itu tadi, harus ada perlakuan yang benar dan sesuai standar operasional prosedur (SOP) harus organik, harus rajin membersihkan pelepah, dan lainnya,” katanya.
Untuk melihat pertanaman pisang barangan dari kultur jaringan yang sudah berproduksi, menurutnya tidak perlu jauh-jauh ke Tiga Juhar. Di lahan milik UPTD BIH Gedung Johor sendiri, sudah ada beberapa rante yang ditanami pisang barangan kultur jaringan dari laboratoriumnya sendiri.
Bahkan, ada beberapa pohon yang sudah berproduksi dan kini disungkup untuk melindunginya dari serangan bakteri.
Berbicara distribusi ibit pisang barangan hasil kultur jaringan, UPTD BIH Gedung Johor sebagai lembaga pemerintah penyedia benih/bibit siap untuk bekerja sama dengan siapa saja yang ingin menanamnya.
Karenanya, jika kabupaten/kota atau provinsi lain ingin mencoba menanamnya, dia menyarankan agar kepala dinasnya dapat mengajukan permohonan. “Karena ini kan tetap berbicara soal pendapatan asli daerah (PAD),” terangnya.
Terkait dengan pertanaman pisang barangan di Deliserdang yang sudah banyak berganti tanaman karena serangan fusarium, menurutnya, bibit dari kultur jaringan bisa menjadi pilihan karena tingkat ketahanan terhadap hama penyakitnya lebih baik.
“Saran saya ya, mulai lah menanam lagi. Karena ini kan sudah ada. Makanya kepala dinas bersangkutan dengan petaninya ya kita bantu dengan membuat permohonan nanti kan bisa kita bantu. Walaupun kita bantu tapi kan harus bisa menutupi PAD juga,” katanya. [KM-05]