Istri Mantan Petinju Dunia Menjadi Korban Kriminalisasi

MEDAN, KabarMedan.com | Istri mantan petinju juara dunia Kelas Welter World Boxing Federation (WBF) Suwito Lagola yaitu Herawaty diduga menjadi korban kriminalisasi pinjam meminjam uang.

Dimana saat ini Herawaty telah ditetapkan sebagai tersangka atas adanya Laporan Polisi dari KK di Polres Langkat terkait dugaan tindak pidana Penipuan sebagaimana yang termaktub dalam Pasal 378 KUHPidana.

LBH Medan menilai penetapan Tersangka terhadap Herawaty oleh Polres Langkat sangat keliru dan diduga menyalahi aturan hukum yang berlaku.

Penetapan Tersangka terhadap Herawaty berawal dari laporan KK yang merupakan pemberi pinjaman uang (Kreditur) kepada D dan Y (suami istri/Debitur) sekitar tahun 2018.

Sebelum pinjaman tersebut diberikan, diduga terlebih dahulu KK meminta syarat berupa Sertifikat Hak Milik (SHM) kepada D dan Y sebagai jaminan atas pinjaman uang tersebut.

Diketahui D dan Y mendapatkan pinjaman dengan sebelumnya meminta bantuan dari Herawaty yang dalam hal ini sebagai penghubung antara D,Y dan KK.

Adanya permintaan bantuan tersebut, Herawaty menghubungi tim survei (anggota KK) yang berinisial DM dan ES, kemudian DM dan ES bersama dengan Herawaty mendatangi rumah Y untuk membicarakan teknis dan syarat peminjaman uang.

Akhirnya disepakati pinjaman uang sebesar 150 juta rupiah dengan syarat awal berupa KTP dan Fotocopy SHM diduga Nomor: 131 tertanggal 01 Juli 1991 a.n Darnan, yang diterbitkan oleh BPN dengan terlebih dahulu dilakukan survei/pengecekan terhadap syarat-syarat yang diajukan D dan Y oleh DM dan ES.

Baca Juga:  Dukung Keluarga Korban, Polres Sergai Berikan Bantuan dan Dukungan Psikologis

Bahwa setelah dilakukannya survei tersebut, sekitar tanggal 25 Juni 2018 dilakukan pencairan di Bank Sumut Syariah Stabat sebesar 150 juta rupiah oleh KK kepada D dan Y dengan sebelumnya dipotong bunga 10 persen di awal sesuai kesepakatan perjanjian peminjaman antara D dan Y dengan KK, sehingga yang diterima oleh D dan Y sebesar 135 juta rupiah.

Setelah itu, Herawaty, D, Y, DM dan ES kemudian bertemu di Stabat City untuk diberikan komisi sebagaimana perjanjian awal kesepakatan antara mereka yaitu 10 persen dari hasil uang pinjaman.

Komisi tersebut diduga diserahkan Y kepada DM sebesar 15 juta rupiah, kemudian DM membagikan komisi tersebut kepada Herawaty sebesar Rp3.750.000.

Pasca pencairan D dan Y tidak pernah membayar cicilan pinjamannya kepada KK dengan alasan tidak sanggup, sehingga diduga tim survei mendatangi dan mengancam Herawaty agar hutang tersebut dibayar oleh Herawaty dan jika tidak dibayar maka akan dilaporkan ke Polisi.

Padahal, faktanya bukan Herawaty yang melakukan peminjaman. Diduga terus diancam, Herawaty menjadi ketakutan dan kemudian membayar hutang tersebut kepada KK melalui DM dan ES sebanyak dua kali yaitu sembilan juta rupiah melalui BRI Link dan kedua sebesar lima juta rupiah.

Dikarenakan tidak dibayarkannya cicilan tersebut oleh D dan Y, maka KK melaporkannya ke Polres Langkat.

Baca Juga:  Sambut Nataru 2024/2025, KAI Sumut Lakukan Penataan Stasiun Kisaran

Atas laporan tersebut diduga D dan Y telah ditetapkan sebagai Tersangka kemudian seiring berjalannya penyidikan, Polres Langkat juga menetapkan Herawaty sebagai Tersangka karena diduga turut serta melakukan tindak pidana penipuan (378 jo 55 KUHPidana).

LBH Medan menduga adanya kejanggalan atas penetapan Tersangka terhadap Herawaty. Dimana Herawaty bukan peminjam dan tidak pernah menerima uang dari KK justru dijadikan sebagai Tersangka.

Hal ini jelas bertentangan dengan hukum yang berlaku dan anehnya terkait pinjam meminjam yang notabene nya adalah ranah hukum perdata diduga dipaksakan menjadi ranah pidana.

Parahnya lagi, ketika diperiksa oleh penyidik pembantu, Herawaty berulang kali diminta untuk berdamai kepada KK dengan cara membayar pinjaman tersebut.

Atas adanya kejanggalan tersebut diduga Herawaty adalah korban kriminalisasi dimana hal yang dituduhkan kepadanya tidak pernah dilakukan.

Atas dugaan kriminalisasi tersebut LBH Medan meminta kepada Kapolres Langkat untuk menghentikan perkara a quo.

LBH Medan menduga penetapan tersangka Herawaty telah melanggar Pasal 28D, Pasal 28I Ayat (2) UUD 1945, Pasal 3 Ayat (2) dan (3) UU No.39 tahun 1999 tentang HAM, KUHAP, Pasal 7 DUHAM dan UU No.12 tahun 2005 tentang pengesahan ICCPR. [KM-07]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.