MEDAN, KabarMedan.com | Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Sumut dan Pengawas Pemilihan Kabupaten/Kota se-Sumut menangani 182 dugaan pelanggaran menjelang Pilkada 2018.
Sebanyak 96 indikasi pelanggaran merupakan temuan jajaran pengawas, dan 86 kasus merupakan laporan masyarakat.
“Hingga Akhir Mei 2018 terdapat 182 dugaan pelanggaran yang ditangani Bawaslu Sumut,” kata Komisioner Bawaslu Sumut Divisi Penanganan Pelanggaran, Hardi Munthe, Selasa (5/6/2018).
Dari temuan maupun laporan dugaan pelanggaran itu, 78 kasus memenuhi unsur pelanggaran atau yang ditindaklanjuti.
“Dari 78 kasus ada 52 kasus merupakan pelanggaran administrasi yang diteruskan kepada KPU dan jajarannya untuk ditindaklanjuti. Sementara 2 kasus pidana Pemilu yang diteruskan kepada kepolisian dan 4 pelanggaran etik penyelenggara Pemilu,” ujarnya.
Dari 78 kasus yang ditindaklanjuti terdapat 20 kasus diantaranya merupakan pelanggaran undang-undang lainnya, yang bukan pelanggaran dari pemilihan seperti netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN), cyber crime dan lainnya.
“Tidak semua temuan maupun laporan dugaan pelanggaran bisa ditindaklanjuti. Dari 182 dugaan pelanggaran, sebanyak 104 kasus dinyatakan bukan pelanggaran dan dihentikan,” ungkapnya.
Dirinya menjelaskan, ada beberapa penyebab kasus tidak dapat ditindaklanjuti seperti karena pelapor tidak hadir ketika dipanggil untuk kepentingan tindak lanjut atas laporannya. Padahal yang bersangkutan sudah beberapa kali dipanggil secara patut dan layak. Sedangkan penanganan pelanggaran pemilihan dibatasi oleh waktu.
“Ada laporan yang dihentikan karena tidak memenuhi unsur pelanggaran dan laporannya melebihi batas waktu 7 hari setelah diketahui. Penanganan pelanggaran pemilihan ini dibatasi oleh waktu. Jika laporannya melampaui waktu maka kedaluarsa. Begitu juga penanganan pelanggaran dibatasi oleh waktu, dan kalau melebihi masa kedaluwarsa dan tidak bisa dilanjutkan,” ucapnya.
Kendala lainnya dalam hal penanganan dugaan pelanggaran pemilihan, sebut Hardi, seperti ketidaklengkapan laporan, tidak ada saksi yang mengetahui, melihat atau mengalami peristiwa yang dilaporkan atau yang terjadi.
“Laporan yang kurang lengkap dan tidak ada saksi yang mengetahui peristiwa menyulitkan penanganan kasus. Sementara batasan waktu yang diatur undang-undang sangat terbatas. Hanya 3 hari dan paling lama 5 hari sejak laporan diterima jajaran pengawas,” pungkasnya. [KM-03]