Kambing Boerka, Gampang Diternak dan Pakan Bernutrisi Tinggi Sudah Tersedia

DELI SERDANG, KabarMedan.com | Meskipun merupakan kambing persilangan, beternak kambing boerka tidaklah sulit. Sudah ada dukungan teknologi dan sumber pakan yang bisa menunjang pertumbuhannya. Kambing boerka bisa menjadi alternatif bagi masyarakat yang ingin berbisnis di sektor peternakan.

Peneliti Balitbangtan Lolit kambing Potong, Simon Ginting, mengatakan, sebagai lembaga pemerintah yang bergerak dalam penelitian dan pengembangan kambing potong, sudah meneliti pakan-pakan yang sangat menunjang bagi perkembangan kambing boerka.

Lolit Kambing Potong Sei Putih yang berada di Desa Sungai Putih, Kecamatan Deli Serdang ini sudah berhasil menciptakan pakan yang bernutrisi tinggi. Pakan tersebut berasal dari pelepah kelapa sawit, limbah lumpur sawit atau solid, tanaman indigofera, bungkil sawit, molase, jagung, kedelai, tapioka dan garam.

Pelepah kelapa sawit, solid, bungkil sawit, kedelai, jagung, indigofera merupakan sumber serat, energi dan protein. Sedangkan molase sebagai selain sebagai sumber energi juga sebagai penyedap rasa.

“Semuanya ada 13 komponen yang diolah lalu dicampurkan diberikan pada pagi dan sore hari. Ibaratnya, kalau sudah makan ini, tidak perlu makan rumput lagi,” katanya, Kamis (21/3/2019).

Balitbangtan sebagai lembaga pemerintah di bidang penelitian dan pengembangan, menciptakan pakan tersebut bukan untuk dijual.  Namun sebagai pencontohan kepada petani yang ingin belajar membuat pakan.

“Ini sudah diujicobakan tiga atau empat tahun terakhir dan berhasil. Ini bisa untuk kambing, domba ataupun sapi,” katanya.

Dibandingkan pakan yang dibuat oleh pabrik, pakan yang diciptakan Balitbangtan lebih murah. Jika dengan pakan pabrik, harganya Rp 3.000 per kg, pakan yang diciptakan Balibtangtan hanya Rp 1.400 per kg. Sebagian besar bahan baku yang digunakan bisa didapatkan di mana saja.

Kecuali kandungan dalam kedelai dan jagung yang harus didatangkan dari luar negeri. Namun keduanya tidak wajib dan bisa digantikan dengan bahan lain atau ditiadakan.

Kepala Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih, Simon Elieser Sinulingga, mengatakan untuk membuat pakan seperti yang dimiliki Balitbangtan, tidak terlalu mahal untuk peternakan dengan jumlah kambing sekitar 300 ekor.

Harga mesin penggiling pelepah misalnya, Rp 35 juta. Namun untuk skala kecil, tidak perlu takut. Pasalnya, bahan pakan bisa didapatkan dengan murah. Tidak mesti dengan membeli mesin itu untuk memelihara kambing boerka. Dengan menanam tanaman indigofera di pekarangan, cukup untuk memberikan pakan bernutrisi tinggi untuk ternaknya.

“Kenapa kambing ternak masyarakat umumnya perkembangannya lambat dan kurus. Karena  kambing digembalakan dan rumput dimakannya itu proteinnnya rendah, hanya delapan persen. Lalu, sebagai hewan ruminansia, yang memamah biak, perutnya besar belum tentu dia kenyang,” katanya.

Peternak, kata Simon, cukup dengan memberikan makan kambing boerkanya dengan  1,5 kg indigofera.  Tanaman indigofera, setelah dipanen, 60 hari kemudian bisa dipanen lagi. Menanamnya pun mudah.

Dengan jarak 1×1 meter pun bisa tumbuh dengan maksimal.  Bagaimana cara mendapatkan tanaman tersebut, kata dia, datang ke Lolit Kambing Potong dan dia akan dengan senang hati memberikannya.

Kepada petani di sekitar, bahkan dia mengantarkannya agar ditanam masyarakat.  Beternak kambing boerka, lanjutnya, juga bisa dilakukan dengan integrasi bersama perkebunan kelapa sawit. Rumput kerbau atau stenotaphrum secundatum akan tumbuh semakin baik di bawah pohon dengan naungan yang tinggi.
Di Lolit Kambing Potong memiliki koleksi hijauan pakan ternak sebanyak 40 jenis rumput dan 37 jenis legium.

“Makanya saya katakan, kalau sudah begini, untuk swasembada daging, tidak sulit. Hitung saja misalnya, kita punya 11 juta hektare kelapa sawit, 5 juta hektarenya itu, di tiap satu hektare ada integrasi 20 ekor kambing, sawit dan stenotaphrum, kalikan saja berapa kita punya populasinya,” katanya.

Kalau mau, kata dia, perusahaan bisa membuat pola perkebunan inti rakyat (PIR). Perusahaan membuat pabrik pakan untuk dijual kepada peternak. Angka Rp 35 juta untuk membeli alat-alat pembuatan pakan bukanlah angka yang besar. Apalagi, solid, pelepah, bungkil sudah miliknya sendiri.

“Tidak ada yang rugi. Kita ahli banyak kok. Dan kita di sini sudah melakukannya. Hasilnya, sudah ada. Bisa dilihat langsung. Ini bukan lagi hanya hasil penelitian. Tapi sudah dipraktikkan di sini,” ungkapnya. [KM-05]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.