Oleh : Bergman Siahaan
Kota Medan ditetapkan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Parekraf) RI pada tahun 2014 sebagai satu dari 16 destinasi MICE (Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitions) di Indonesia, bersama dengan kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Makassar, Solo, Bali, dan lainnya. Kriteria tujuan MICE ini didasarkan pada kondisi infrastruktur, sosial budaya, transportasi dan tentu saja keamanan.
Industri MICE disebut-sebut menyumbang hingga empat puluh persen pendapatan di sektor pariwisata Indonesia dengan daerah terlaris penggelar MICE adalah Bali dan DKI Jakarta. Pemerintah pun mendorong daerah-daerah lain, termasuk Medan, untuk lebih giat menggelar kegiatan MICE berskala nasional dan internasional. Kementerian Parekraf menyatakan telah menyiapkan dana untuk operasional penyelenggaraan termasuk promosi.
Dalam pelaksanaannya, MICE menyentuh banyak aspek. Hampir semua bidang berpotensi menggelar MICE. Katakanlah pameran pariwisata, pagelaran budaya, festival kuliner, acara seni, konvensi organisasi sosial dan politik, simposium kesehatan, eksebisi teknologi, kongres pendidikan, turnamen olahraga, apapun acara yang melibatkan banyak peserta dan pengunjung.
Kehadiran para peserta dan pengunjung inilah yang memberi multiplier effects (efek ganda atau dampak berlapis) bagi pendapatan daerah. Mulai dari hunian hotel, kuliner, pusat perbelanjaan, taksi, souvenir dan yang lainnya, yang bisa dirasakan pemerintah sampai rakyat kecil. Kehadiran para peserta yang datang karena “kewajiban” mengikuti kegiatan ini pun kemudian menjadi alat promosi yang paling ampuh ketika mereka kembali ke tempat asalnya, bila saja mereka membawa pulang kesan kenyamanan dan kepuasan selama berada di tempat tersebut.
Baca Halaman Selanjutnya
Pada tanggal 22-28 April 2016 misalnya, Kota Medan menjadi tuan rumah turnamen basket se-ASEAN bertitel SEABA U-18 Championship for Men. Enam negara bertetangga turut ambil bagian dalam kompetisi itu, yakni Malaysia, Thailand, Singapura, Filipina, Laos dan Indonesia sendiri selaku tuan rumah. Masing-masing kontingen mungkin saja membawa 15-20 orang dalam tim yang menggunakan transportasi udara, menginap di hotel, membutuhkan konsumsi serta jasa cuci pakaian.
Selama hari pertandingan mereka juga menggunakan transportasi bis dan berbelanja kebutuhan atau membeli oleh-oleh untuk dibawa pulang. Kegiatan ekonomi bertambah lagi dengan jasa hiburan, wisata, fotografi dan jasa-jasa lainnya. Belum lagi jika dihitung dengan perputaran uang yang dikeluarkan penonton seperti tiket masuk dan membeli makanan serta minuman di sekitar lokasi pertandingan.
Demikianlah banyaknya elemen yang terkena dampak berlapis dari sebuah kegiatan MICE. Oleh karena itu, agar industri MICE semakin berkembang, Medan harus lebih memperhatikan sarana dan prasarana pendukung untuk kenyamanan dan ketertarikan peserta dan penyelenggara kegiatan MICE.
Masing-masing sektor kiranya lebih proaktif untuk menggelar kegiatan berskala nasional terlebih-lebih internasional, apakah dengan menciptakan kegiatan baru yang asli Medan atau dengan menarik agenda rutin yang selama ini dilaksanakan di luar daerah atau di luar negeri sehingga dapat diselenggarakan di Kota Medan. Kolaborasi Pemerintah, Pemerintah Kota, dan organisasi non Pemerintah termasuk masyarakat yang harmonis adalah kunci sebenarnya dalam peningkatan industri MICE di Medan.
(Penulis merupakan Pemerhati Industri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, berdomisili di Medan)