Membangun Sektor Perkebunan Sumut Dengan Sinergitas Hulu-Hilir

MEDAN, KabarMedan.com | Perkebunan memegang peranan penting dalam perekonomian masyarakat di Sumatera Utara. Betapa tidak, 29,7% atau 2,1 juta hektare dari total luas provinsi ini merupakan perkebunan dan lebih dari setengahnya atau 1,2 juta hektare merupakan perkebunan rakyat. Namun, produktifitas dan nilai tambahnya harus ditingkatkan dengan mensinergiskan hulu dan hilir produk.

Hal tersebut terungkap dalam pertemuan Forum Perangkat Daerah (FPD) 2020, di Medan, (4/4/2019). Kepala Dinas Perkebunan Sumatera Utara, Herawaty mengatakan, pertemuan ini adalah upaya untuk mempertemukan seluruh pemangku kepentingan di sektor perkebunan dari hulu hingga hilir. Upaya ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang di mana kegiatan lebih banyak dilakukan secara parial.

“Tahun ini kegiatan perkebunan berbasis kawasan. Pelaksanaan kegiatan perkebunan harus sinergi antara hulu dengan hilir. Misalnya di kawasan pengembangan kopi, harus ada unit pengolahan kopi, dan pemasarannya jadi sinergitas hulu hilir lebih dtekankan,” katanya

Karena itu, dalam upaya meningkatkan siergitas hulu-hilir makanya peran asosiasi eksportir, petani harus lebih kuat. Sosialisasi dan pendampingan dilakukan oleh asosiasi agar petani bisa menghasilkan produk-produk berkualitas ekspor.

Dikatakanya, Sumatera Utara memiliki 4 kabupaten yang ditetapkan sebagai kawasan strategis nasional untuk komoditas kopi, Humbang Hasundutan, Toba Samosir, Karo dan Dairi. Di tingkat daerah, Sumut juga akan membentuk satu kawasan strategis provinsi agar terintegrasi dan terpadu di dalam satu kawasan.

“Misalnya di satu desa ada tanaman perkebunan, ada juga tanaman pangannya, ternaknya sehingga kawasan itu bisa meningkatkan nilai tambahnya. Tidak parsial,” katanya.

Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara (Sekda Provsu), Sabrina mengatakan, perkebunan berkontribusi pada produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku (ADHB) dan atas dasar harga konstan (ADHK) masing-masing 11,1% dan 13,5%. Sektor perkebunan juga menyerap 37,52% tenaga kerja di perkebunan dan pertanian.

Dikatakannya indikator kinerja pembangunan di sektor perkebunan adalah pada luas areal dan produksi komoditas unggulan perkebunan seperti kelapa sawit, karet, kopi,kelapa dan kakao. Selain itu, peningkatan nilai tukar petani (NTP).

“Saya sendiri juga petani, punya lahan dan selalu saya sampaikan kepada yang bekerja untuk mengutip brondolan, 50% yang terkumpul untuk yang mengumpulkan. Saya rasa itu bisa menjadi tambahan pemasukan bagi yang bekerja, produksi sawit saja juga bertambah,” katanya.

Dalam kesempatan tersebut, Sabrina juga menyinggung tentang Dana Bagi Hasil (DBH) perkebunan. Pentingnya DBH bagi pembangunan di Sumut, membuatnya merasa harus terus menyuarakan agar DBH diberikan.

“Sudah lama kita suarakan. Tolong lah DBH sawit ini didapat direalisasikan. Kalau bisa kan lumayan nambah APBD kita. Berapa angkanya belum tahu. Apakah 50:50, 70:30, 90:10 atau berapa belum tahu. Kalau Jawa Timur saja sudah bisa untuk tembakau, apa bedanya dengan sawit di Sumut,” katanya. [KM-05]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.