Menanti Kiprah Sarjana Pertanian dalam Modernisasi Pertanian

MEDAN, KabarMedan.com | Beberapa waktu lalu, Kementrian Pertanian meluncurkan laporan Kinerja Pertanian 2015-2018. Salah satu hal yang disinggungnya adalah minat masyarakat untuk menimba ilmu pertanian pada jenjang pendidikan tingkat lanjut. Disebutkan, angka pendaftar di Politeknik Pembangunan Pertanian 2013-2018 mengalami kenaikan sebesar 1.238%.

Dengan perincian, tahun 2013 sebanyak 980 orang. Tahun 2014 sebanyak 1.152 orang, tahun 2015 sebanyak 1.511 orang, setahun berikutnya 1.908 orang. Dan di tahun 2017 sebanyak melonjak 7.097 orang lalu di tahun 2018 sebanyak 13.111 orang.

Demikian juga jumlah mahasiswa pertanian 2010-2018, naik 64,16%. Dengan perincian, 2010 ebanyak 173.158 orang, 2013 sebanyak 233.131, 2015 sebanyak 273.115 orang, dan 2018 sebanyak 284.259 orang. Disebutkan dalam laporan tersebut, Ditjen Dikti memprediksi bakal ada kenaikan hingga 536.000 orang di tahun-tahun mendatang.

Guru Besar Pertanian Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Abdul Rauf mengatakan, jumlah mahasiswa pertanian di perguruan tinggi negeri (PTN) khususnya di USU tetap terpenuhi kuota jumlah yang dipersyaratkan meskipun sedikit yang tergolong mahasiswa dengan kecerdasan tinggi. Begitu juga di perguruan tinggi swasta (PTS) jumlah mahasiswa pertanian tetap ada diterima setiap tahun ajaran meski tidak terlalu banyak.

Di sisi lain, lapangan pekerjaan di sektor pertanian sebenarnya masih terbuka luas, baik di sektor formal (instansi, perkebunan negara/swasta, perusahaan industri hulu dan indusri hilir), maupun di sektor informal seperti petani/on farm, pedagang pengumpul dan pasar, toko saprodi.

Masih banyak peran akademisi/sarjana pertanian yang diharapkan ke depan di antaranya menjadikan pertanian tanaman pangan/tanaman palawija/hortikultura menjadi pertanian modern berbasis koorporasi. Selama hanya perusahaan perkebunan yang sudah dikelola secara profesional/modern dengan manajemen yang sesuai.

Mendorong sistem pertanian rakyat berbasis koorporasi, menurutnya memerlukan petani dengan ketrampilan dan bekal ilmu yang mumpuni. Hal ini hanya mungkin bisa dilakukan dengan pendampingan intensif dari sarjana pertanian atau menjadikan petani berkualifikasi sarjana pertanian atau sekurang-kurangnya alumni SPP atau SMK Pertanian.

Kultur teknis yang baik dan benar juga masih harus terus dilakukan dengan mengharapkan sarjana pertanian sebagai pendamping atau pelaku utama pertanian. Tetapi, apakah kemudian mereka ‘turun’ ke sebagai pendamping atau pelaku, menurutnya masih jarang atau bahkan bisa dikatakan sangat sedikit atau tidak terjadi sama sekali.

“Mereka lebih banyak bekerja di sektor formal, kalau pun tidak, bukan ke bidang pertanian. Di sinilah peran pemerintah seharusnya, mendorong agar mereka mau mengabdi di desanya dengan insentif berupa honorer daerah kah, atau angkat menjadi PNS atau tenaga tetap non-PNS atau apapun bentuknya yg bisa menjamin kesehahteraan hidupnya,” katanya, Jumat (29/3/2019).

Di Dusun 3, Desa Namu Pecawir, Kecamatan Sibiru-biru, Deli Serdang, ada seorang penangkar durian bernama Ismail Ginting. Dia memiliki koleksi lebih dari 100 jenis durian dari hampir seluruh daerah di Indonesia dan juga Malaysia serta  Thailand. Dia mampu menangkarkan ribuan bibit durian bersertifikat yang dipasarkan ke mana-mana. Dia mengaku tidak memiliki latar belakang pendidikan pertanian, melainkan elektro.

Dia menambahkan, sebagian besar penangkar tanaman di Sumatera Utara tidak memiliki latar belakang pertanian. Mereka hanya mengandalkan hobi dan ketrampilan mengenali seluk beluk tanaman serta kesabaran menangkarkan tanaman.

“Kalau tidak punya hobi, ketrampilan dan kesabaran, dia tak akan berhasil di pertanian ini. Tak cukup dengan ilmu saja, harus punya jiwa di situ. Saya selama ini di sini karena di sini memang jiwa saya, pertanian,” katanya beberapa waktu lalu. [KM-05]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.