Menkominfo Harus Paksa Operator Non BUMN Bangun Infrastruktur di Daerah Terluar

JAKARTA, KabarMedan.com | Pekan lalu, Komisi I DPR RI telah memanggil Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, serta para operator terkait polemik Revisi PP 52 dan 53 tahun 2000 serta rencana penurunan tarif interkoneksi. Salah satu yang menarik adalah ketika diskusi antara Menkominfo dan Komisi I DPR RI terjadi terkait kewajiban pembangunan infrastruktur telekomunikasi di daerah remote.

Ketika ditanya anggota Komisi I DPR RI  mengenai siapa yang mewajibkan Telkom dan Telkomsel membangun di daerah remote, Menteri Rudiantara mengatakan dengan tegas bahwa dirinya tidak pernah meminta BUMN telekomunikasi tersebut untuk membangun di daerah remote.

“Saya tidak pernah mewajibkan Telkom untuk membangun di daerah remote,” terang Menteri Rudiantara di depan anggota Komisi I DPR RI, pada 24 Agustus 2016 silam.

Budi Youyastri, anggota Komisi I DPR RI dari Partai Amanat Nasional (PAN) mengungkapkan keheranannya kenapa Menkominfo memberikan pernyataan tersebut. Menurutnya pembangunan jaringan telokomunikasi di wilayah terluar Indonesia diserahkan ke Pemerintah melalui BUMN telekomunikasi.

“Nah tentang itu juga akan kita tanyakan ulang pada saat raker dengan Menkominfo Selasa (30/8/2016),” ujar Budi.

Menurut Prakoso, selaku Wakil Ketua Desk Ketahanan dan Keamanan Cyber Nasional, Kantor Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, pernyataan Menkominfo tersebut di depan anggota Komisi I DPR RI beberapa waktu yang lalu membuktikan bahwa Menteri tak mengerti mengenai Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia pasal 28 F UUD 1945.

Dalam pasal 28F UUD 1945 dijelaskan bahwa setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.

“Jika perusahaan telekomunikasi yang mayoritas sahamnya dimiliki asing tak mau membangun di daerah terpencil, lalu bagaimana Pemerintah bisa memenuhi hak mereka. Selama ini Menkominfo tidak pernah tegas kepada perusahaan telekomunikasi asing tersebut,” ucap Prakoso.

Selain tak mengerti prinsip dasar negara, Menkominfo juga tidak mengerti filosofi UU RPJM 2015 – 2019 serta prinsip dasar UU Telekomunikasi No 36 tahun 1999 dan Rencana Pitalebar Indonesia tahun 2014 – 2019.

“Alangkah baiknya jika Menkominfo mau membaca kembali empat aturan tersebut,” sebut Prakoso.

Dalam Pasal 16 UU Telekomunikasi No 36 tahun 1999 ditulis dengan jelas bahwa setiap penyelenggara jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memberikan kontribusi dalam pelayanan universal. Namun kenyataannya para operator yang sahamnya dimiliki oleh asing ini hanya mengambil keuntungan bisnis saja di Indonesia. Tanpa mempedulikan nasib masyarakat Indonsia di daerah terpencil dan perbatasan.

Sebagai contoh, ketika 10 Desa di Kecamatan Long Apari Kabupaten Mahakam Hulu mengancam akan pindah kewarganegaraan ke Malaysia, karena merasa tidak mendapat perhatian dan keadilan dari pemerintah khsusnnya dalam mendapatkan layanan telekomunikasi.

Pada saat itu Pemerintah melalui BUMN telekomunikasi langsung mengoperasikan lima BTS (Base Transceiver Station) di wilayah perbatasan Indonesia – Malaysia. Peresmian dilakukan oleh Menkominfo pada 15 Desember 2014 di Desa Tiong Ohang, Kecamatan Long Apari, Kabupaten Mahakam Ulu, Provinsi Kalimantan Timur.

“Apakah Indosat dan XL mau membangun di daerah tersebut yang sama sekali tidak menguntungkan? Selama ini terbukti operator telekomunikasi yang mayoritas sahamnya dimiliki asing tak mau membangun di daerah remote dan terpencil. Mereka hanya mau membangun di daerah yang menguntungkan saja. Karena Pemerintah memiliki ‘power’ yang kuat di Telkom maka mereka lah yang selama ini diminta untuk membangun,” papar Prakoso.

Sementara di dalam Rencana Pitalebar Indonesia tahun 2014 – 2019 tertulis dengan jelas bahwa pemerintah akan membangun Konektivitas Nasional yang merupakan bagian dari dari konektivitas global. Tujuannya agar pelayanan dasar telekomunikasi ini dapat dinikmati oleh masyarakat di daerah tertinggal, terpencil dan perbatasan dalam rangka pemerataan pembangunan.

Menurut Prakoso Rencana Pitalebar Indonesia tersebut juga sesuai dengan point ke 3 Nawa Cita Presiden Joko Widodo tentang membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan.

“Jika Menkominfo tidak berani ‘memaksa’ para operator non BUMN tersebut membangun di daerah terpencil dan perbatasan, artinya keberpihakan beliau kepada operator asing sangat jelas. Beliau juga tidak mendukung program Nawa Cita Presiden Joko Widodo,” pungkas Prakoso.

Setali tiga uang, anggota komisi I DPR RI – Evita Nursanty, melihat komitmen pembangunan infrastruktur telekomunikasi yang dilakukan oleh Telkom dan Telkomsel sangat tinggi. Komitment ini dibuktikan dengan mereka yang mau membangun tak hanya di daerah yang menguntungkan saja tetapi juga di daerah terpencil yang selama ini tidak menguntungkan.

“Kita berharap komitmen yang sama juga akan diikuti oleh operator-operator lainnya,” tandas Evita. [KM-01]

 

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.