MEDAN, KabarMedan.com | Petani jagung di Karo sudah memasuki musim tanam sesaat setelah paen pada Januari lalu. Petani menikmati harga tertinggi dibandingkan tahun-tahun lalu, di atas Rp 4000/kg. Tapi apa mau dikata jika justru pupuk urea bersubsidi semakin langka di kios. Jika biasanya mendapatkan empat hingga enam sak/hektare, kini hanya satu sak/hektare. Mereka terpaksa membeli pupuk non subsidi.
Ketua Kelompok Tani Pertanden Singgamanik di Desa Singgamanik, Kecamatan Munthe, Kabupaten Karo, Resna Pelawi mengatakan, pertanaman jagung sudah dimulai meskipun hujan belum merata. Misalnya di Kabanjahe dan Tiga Binanga sudah hujan hampir setiap hari. Sedangkan Munthe masih sesekali hujan.
Dalam beberapa Minggu terakhir dirinya sering menerima keluhan dari anggota kelompok tani yang hanya mendapat jatah pupuk yang sangat terbatas yakni 50 kg atau satu sak/hektare. Kios, kata dia, tidak mau memberikan lebih dari satu sak/hektare. Berbeda dengan musim sebelumnya. Berapapun kebutuhan petani, bisa didapatkan.
Petani membutuhkan pupuk urea sebanyak empat hingga enam sak dalam satu hektare pada pemupukan pertama dan empat sak pada saat tanaman berumur 57 hari. Karena tidak cukup, petani harus membeli pupuk urea non subsidi. Harga pupuk urea subsidi Rp 90 ribu/sak. Sedangkan non subsidi Rp 115 ribu – Rp 120 ribu/sak.
Ketua Komunitas Petani Jagung, Amin Sebayang justru mengusulkan penghapusan pupuk subsidi lantaran menduga terjadi praktik korupsi. Petani harus membeli pupuk subsidi lebih mahal dari yang sebenarnya. Pupuk bersubsidi harganya Rp 90 ribuan. Pupuk yang dijual di kios dengan harga Rp 115 ribu – Rp 125 ribu/sak menurutnya adalah pupuk bersubsidi.
“Barangnya sama. Dijual dengan harga tinggi. Padahal itu kan hak petani, tapi harganya tinggi. Di situ saya melihat tidak benar dan sebaiknya dihapus saja,” katanya, Senin (25/3/2019).
Modal yang harus dikeluarkan petani untuk bertanam jagung sangat besar. Daripada dicurangi terus menerus, sebaiknya ditiadakan. “Harga pupuk nonsubsidi Rp 280 ribu/sak. Di Dairi, mereka beli pupuk urea bersubsidi Rp 125 ribu. Itu kan tidak benar, curang,” katanya.
Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Utara, Jonny Akim Purba mengatakan, pertanaman di Karo menyesuaikan hujan. Ketika tiba hujan, petani menanam walaupun belum ada mengajukan Rencana Definitif Kebutuhan
Kelompok (RDKK).
“Pertanaman di Karo itu, kapan hujan mereka tanam walaupun mungkin belum waktunya. Sementara RDKK belum diajukan, jadi sekarang tanam pupuk kurang, harus dilihat dulu berkas dan ke lapangan. Di mana itu kita koordinasi,” katanya. [KM-05]