“Setelah reformasi berjalan kondisi perekonomian di tanjung balai khususnya kelompok pribumi, menurun secara drastis karena harga kopra jatuh di pasaran. Hilangnya tanaman kelapa, kemudian hilangnya tangkapan nelayan akibat pembangunan dan pengrusakan lingkungan,” ucapnya.
Puncaknya, Tanjung Balai yang berbatasan langsung dengan negara luar, menjadi pintu masuk untuk penyelundupan khususnya narkoba. Kondisi itu cukup kontras memunculkan kesenjangan di antara masyarakat.
“Degradasi moral dirusak oleh narkoba, hilangnya pekerjaan, penghasilan dan pendapatan, sehingga di beberapa daerah keyakinan kami berdasarkan survei dan penelitian, ini tinggal menunggu meledaknya saja,” jelasnya.
Perilaku penyelundupan yang masiv itu, masuknya narkoba, peredaran menjado perbincangan orang dan anak-anak. Jadi penanganan secara kriminal tidak akan cukup.
“Tidak tegaknya hukum, tidak hadirnya negara dalam menjalankan fungsi yang sebenarnya, yakni mencerdaskan dan mensejahterakan masyarakat akan membuat tatanan sosial yang rusak. Pembodohan terjadi. Jika otak kosong, perut lapar, dan yang punya mempertontonkan kepemilikannya, maka gesekan problem SARA tinggal menunggu pemicu dan pemantiknya,” tambahnya.
Dalam penanganan konflik sosial, pendekatan hukum menjadin pendekatan terakhir yang digunakan. Fakta- fakta sejarah membuktikan, konflik sosial hanya bisa diselesaikan lewat musyawarah dan adat.
“Sekarang undang-undangnya sudah ada, dan ini kita dorong serta kita desak untuk digunakan. Dan kami mendorong pihak-pihak yang menangani kasus ini untuk menyadari tangungjawab mereka,” pungkasnya. [KM-03]