Penanganan Kerusuhan di Tanjung Balai Tidak Bisa Gunakan Sistem Peradilan Pidana

Content Creator:
Redaksi

MEDAN, KabarMedan.com | Organisasi masyarakat Muhammadiyah meminta agar penanganan kerusuhan bernuansa SARA di Tanjung Balai, agar menggunakan pendekatan yang lebih komprehensif dibanding pendekatan sistem peradilan pidana atau ‘criminal justice system’. Pendekatan seperti itu dinilai tidak akan mampu menyelesaikan akar permasalahan konflik. Pendekatan tersebut justru dianggap dapat memicu konflik lanjutan dan meluas ke daerah lainnya.

“Penanganan kerusuhan di Tanjung Balai harus menggunakan Undang-Undang No. 7 tahun 2012 tentang Penangangan Konflik Sosial. Undang-Undang yang sudah dilengkapi dengan Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2015 itu, dianggap lebih mampu menyelesaikan kerusuhan, yang sudah memenuhi unsur sebagai konflik sosial itu,” kata Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sumatera Utara, Abdul Hakim Siagian, Senin (1/8/2016).

Pada Pasal 2 Undang-Undang No 7 tahun 2012, katanya, penanganan konflik harus mengedepankan pendekatan musyawarah, kemanusian, hak asasi manusia, kebangsaan, bhinneka tunggal ika, keadilan, ketertiban, keberlanjutan dan kearifan lokal, serta tanggung jawab negara, partisipatif dan tidak memihak serta tidak membeda-bedakan.

“Asas ini perlu kami tegaskan untuk menjadi landasan dan acuan. Kita tidak ingin penanganan ini seperti penyakit. Penyakit yang ditangani hanya yang nampak namun pdalamnya dibiarkan. Penyakit dalam di Tanjung Balai perlu di usut tuntas. Jangan kita terjebak hanya di tingkat seremonial dan pencitraan saja,” ujarnya.

Abdul mengungkapkan, pihaknya sudah menurunkan tim untuk melakukan evaluasi konflik, baik melalui publikasi media, testimoni para saksi serta hasil data yang dikumpulkan tim.

“Jika ada perbedaan pendapat, silahkan saja. Tapi kami menyimpulkan yang terjadi disana sudah memenuhi unsur konflik sosial. Sebagai negara hukum, sudah seharusnya undang-undang khusus penanganan konflik dan peraturan Pemerintah digunakan,” ungkapnya.

Secara historis, kata Abdul Hakim, Tanjung Balai sejak dulu menjadi salah satu daerah yang memiliki tingkat perekonomian tertinggi di Sumut. Dimana, saat itu komoditi kopra begitu menjadi primadona, warga kota Tanjung Balai memiliki tingkat ekonomi yang cukup baik, hingga mereka bisa menyekolahkan anaknya hingga ke perguruan tinggi di Timur Tengah. Tanjung Balai juga dikenal sebagai lumbung dai, qari, ustadz dan ustadzah. Qari internasional bahkan banyak yang berasal dari Tanjung Balai.

Baca Halaman Selanjutnya

“Setelah reformasi berjalan kondisi perekonomian di tanjung balai khususnya kelompok pribumi, menurun secara drastis karena harga kopra jatuh di pasaran. Hilangnya tanaman kelapa, kemudian hilangnya tangkapan nelayan akibat pembangunan dan pengrusakan lingkungan,” ucapnya.

Puncaknya, Tanjung Balai yang berbatasan langsung dengan negara luar, menjadi pintu masuk untuk penyelundupan khususnya narkoba. Kondisi itu cukup kontras memunculkan kesenjangan di antara masyarakat.

“Degradasi moral dirusak oleh narkoba, hilangnya pekerjaan, penghasilan dan pendapatan, sehingga di beberapa daerah keyakinan kami berdasarkan survei dan penelitian, ini tinggal menunggu meledaknya saja,” jelasnya.

Perilaku penyelundupan yang masiv itu, masuknya narkoba, peredaran menjado perbincangan orang dan anak-anak. Jadi penanganan secara kriminal tidak akan cukup.

“Tidak tegaknya hukum, tidak hadirnya negara dalam menjalankan fungsi yang sebenarnya, yakni mencerdaskan dan mensejahterakan masyarakat akan membuat tatanan sosial yang rusak. Pembodohan terjadi. Jika otak kosong, perut lapar, dan yang punya mempertontonkan kepemilikannya, maka gesekan problem SARA tinggal menunggu pemicu dan pemantiknya,” tambahnya.

Dalam penanganan konflik sosial, pendekatan hukum menjadin pendekatan terakhir yang digunakan. Fakta- fakta sejarah membuktikan, konflik sosial hanya bisa diselesaikan lewat musyawarah dan adat.

“Sekarang undang-undangnya sudah ada, dan ini kita dorong serta kita desak untuk digunakan. Dan kami mendorong pihak-pihak yang menangani kasus ini untuk menyadari tangungjawab mereka,” pungkasnya. [KM-03]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.
Content Creator:
Redaksi