Perempuan Nelayan Langkat Tanam 10.000 Bibit Mangrove

Presiden Direktur Dompet Dhuafa - Ahmad Juwaini, bersama perwakilan Matahari Dept. Store menanam bibit Mangrove secara simbolis, Kamis (8/10/2015).

LANGKAT, KabarMedan.com | Guna menyelamatkan ekosistem pesisir pantai, perempuan nelayan di Kabupaten Langkat menanam 10.000 bibit Mangrove. Penanaman Mangrove ini dilakukan di Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat, Kamis (8/10/2015).

Aksi ini sebagai bentuk keperdulian dalam melestarikan Mangrove yang dilakukan masyarakat pesisir di Langkat bersama dengan Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) Kabupaten Langkat, Dompet Dhuafa, dan Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (KIARA).

Hadir pada acara itu, Bupati Langkat yang diwakili staf ahli Amir Hamzah, Presiden Direktur Dompet Dhuafa Ahmad Juwaini, jararan Pemda Kabupaten Langkat, Kadis Perikanan dan Kelautan Sumut Joni Waldi,  Danyon 08, Dandim 0203/Langkat, Kapolsek Brandan Barat, perwakilan Matahari Dept. Store Johnsen Hutabarat, Branch Manager Dompet Dhuafa Waspada Hambali, Sekjen KIARA Abdul Halim, Sekjen PPNI Jumiati, dan para Nelayan.

Bupati Langkat melalu staf ahlinya Amir Hamzah mengucapkan terima kasih dengan diselenggarakannya kegiatan menanam 1000 bibit Mangrove. Ini dilakukan untuk  kembali melaestarikan alam Mangrove dikarenakan besarnya manfaat bagi kehidupan masyarakat pesisir.

“Kita  berharap kegiatan ini diikuti oleh seluruh elemen masyarakat untuk mengembalikan fungsi hutan Mangrove yang sempat rusak,” jelasnya.

Baca Juga:  PN Sei Rampah Catat Capaian Gemilang Penanganan Perkara 91,76 Persen Selama 2024

Koordinator Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) Kabupaten Langkat, Ratna mengatakan, sejak tahun 2006 hutan Mangrove seluas 16.466 hektar di DAS Tanjung Balai dan Sei Babalan, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat, dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit.

DAkibat alih fungsi hutan Mangrove, katanya, kondisi lahan menjadi rusak, mata pencaharian nelayan enam Desa, yaitu Desa Perlis, Kelantan, Lubuk Kasih, Lubuk Kertang, Alur Dua, Kelurahan Brandan Barat, dan Kelurahan Sei Bilah pun menurun drastis.

“Dulu masyarakat disini bisa menghasilkan 50-60 liter madu dari kawasan Mangrove. Kini tidak  ada lagi madu yang dihasilkan. Selain itu, nelayan berkurang terus penghasilannya. Sewaktu paluh masih ditutup, nelayan hanya dapat uang Rp20.000,- perhari,” sebutnya.

Penutupan 30 lebih Paluh atau anak sungai (Paluh Burung Lembu, Terusan Babalan, Napal, dan Tanggung) dengan diameter 3-4 meter membuat nelayan-nelayan bubu, ambai, belat, dan jaring harus beralih profesi menjadi tukang ojek, buruh, atau TKI.

Baca Juga:  Polres Serdang Bedagai Gelar Upacara Kenaikan Pangkat 36 Personel

“Kami melihat masyarakat khususnya perempuan nelayan, bersemangat mengembalikan fungsi Mangrove dan kesejahteraannya. Mangrove merupakan harapan terbaik untuk permasalahan perubahan lingkungan,” ungkapnya.

Sementara itu, Ahmad Juwaini, selaku Presiden Direktur Dompet Dhuafa mengungkapkan, Dompet Dhuafa hadir sebagai lembaga pendukung rehabilitasi penanaman Mangrove yang dilakukan oleh masyarakat pesisir di Kabupaten Langkat sebagai upaya pemberdayaan masyarakat.

“Dompet  Dhuafa mengajak masyarakat luas untuk mengembalikan fungsi hutan Mangrove seperti sediakala,” tambah Ahmad.

Lebih lanjut, Sekretaris Jenderal KIARA, Abdul Halim menilai, gerakan ini merupakan salah satu bentuk keperdulian dari masyarakat pesisir untuk mengembalikan fungsi hutan Mangrove agar kehidupan mereka kembali tenteram dan sejahtera.

“Inisiatif ini menjawab tantangan yang dihadapi oleh masyarakat pesisir, yakni konversi lahan menjadi perkebunan sawit. Karena Mangrove memberikan kehidupan bagi banyak orang. Untuk itulah, gerakan penyelamatan ‘Mangrove untuk kehidupan’ ini harus didukung sepenuhnya oleh Pemerintah Kabupaten Langkat dan Pemprop Sumatera Utara,” pungkasnya. [KM-03]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.