SOLO, KabarMedan.com | Persaingan antarmedia untuk melakukan peliputan eksklusif di wilayah konflik adalah kekeliruan. Kekeliruan lain yang kerap terjadi oleh sebagian media adalah berpihak pada salah satu kubu dan mengobarkan kebencian.
Perwakilan Indonesia Committee of the Red Cross, Sonny Nomer, mengatakan media yang meliput konflik seharusnya memanusiakan korban. Ia juga bertanggung jawab menyeberkan informasi penting dan relevan kepada warga sipil baik yang terlibat konflik atau pun tidak.
“Pemberitaan media penting juga untuk mengingatkan kepada dunia tentang konflik yang terlupakan,” katanya dalam Workshop Meliput Wilayah Konflik dalam rangkaian Festival Media AJI 2017 di Grha Soloraya, Kamis (23/11/2017).
Ia menerangkan, perlindungan wartawan dalam meliput wilayah konflik diatur menurut Hukum Humaniter Internasional (HHI). Kendati demikian, penting untuk diingat, HHI tidak melindungi fungsi wartawan tetapi orang-orang yang terlibat dalam kegiatan jurnalistik.
Hal senada dikatakan Desi Fitriani, jurnalis wilayah konflik dari Metro TV. Ia mengaku hal utama yang harus diperhatikan dalam meliput wilayah konflik adalah keselamatan diri.
Hal ini membutuhkan kerjasama tim untuk saling melindungi termasuk kerjasama dengan media lain. “Dekati penduduk lokal sebagai sumber informasi, siapkan mental, dan jangan terjebak dalam kepentingan kelompok,” ujarnya.
Desi berbagi tips soal bagaimana melakukan peliputan di wilayah konflik, salah satunya adalah mempelajari medan konflik. Wartawan harus segera mengenali kondisi daerah, siapa yang bertikai, dan sejarah konflik. “Wartawan dituntut menggali informasi dari dua sisi yang bertikai agar perspektif tetap berimbang,” ucapnya.
Dirinya juga menceritakan motivasinya menjadi wartawan konflik. Ada hal menarik saat Desi kali pertama bertugas melakukan peliputan konflik. Kedua orangnya sampai menangis bahkan menggelar yasinan untuk keselamatan Desi.
“Tapi sekarang kalau ada konfilik, saya enggak berangkat sering ditanyai orang tua. ‘Kok enggak berangkat? Berarti negara aman ya? jelasnya meniru ucapan orang tuanya, disusul tawa hadirin.
Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, mengatakan meliput wilayah konflik adalah urusan yang sangat berisiko.
Butuh sebuah persepektif agar menjaga keseimbangan berita. “Menggali informasi saat terjadi konflik itu tidak mudah. Apalagi dalam Pilkada atau sebentar lagi Pilres,” pungkasnya. [KM-03]














