Potret Penyehat Tradisional dan Tantangan Ketersediaan Bahan Baku

DELI SERDANG, KabarMedan.com | Cuaca sedikit mendung di Desa Sayum Sabah, Kecamatan Sibolangit, Deli Serdang. Muhammad Yusuf Harahap, berjalan sambil melihat ke bawah seperti mencari-cari sesuatu. Dia kemudian duduk di kedua lututnya sembari mencabut rumput, di bagian akarnya dia pelintir lalu diciumnya.

“Ini lah yang kami namakan rumput balsem, Karen baunya seperti balsem. Ini bisa menjadi penawar ketika badan capai atau ketika masuk angin,” ujar Ketua Perkumpulan Aktivis Penyehat Alternatif Sumut (P-APASU) ini, Senin (6/5/2019) dalam sebuah seminar di Sayum Sabah Training Centre yang digagas Yayasan Bina Ketrampilan Pedesaan (Bitra) Indonesia.

Rumput balsem (Polygala Paniculata), menurutnya sangat mudah ditemukan di pekarangan sekitar rumah ataupun di hutan. Tanaman lainnya seperti tapak liman (Elephantophus Scaber Linn) dan rumput cakar ayam (Selaginella doederleinii hieron) juga bisa dengan mudah didapatkan. Dua tanaman tersebut berkhasiat menyembuhkan sakit perut dan bisul serta batuk, sakit perut, hingga kanker.

Banyak lagi jenis-jenis rumput yang berkhasiat mudah ditemukan. Namun tak banyak yang mengetahuinya. Dirinya, sebagai salah satu praktisi penyembuhan alternatif memiliki banyak pengetahuan tentangnya. Namun, mereka juga dihadapkan pada tantangan semakin sulitnya menemukan tanaman tertentu yang juga berkhasiat menyembuhkan, seperti kumis kucing, benalu sarang semut.

Di sisi regulasi, 150 orang anggota P-APASU juga sedang terlilit kendala. Betapa tidak. Setiap anggota memiliki berbagai ketrampilan mulai dari akupresure, akupuntur,  herbal dan lainnya. Sementara dalam pengurusan izin, 1 ketrampilan membutuhkan 1 izin. “Dan tidak kecil untuk mengurus izinnya. Kalau katanya ada penurunan biaya pengurusan itu saya baru tahu ini,” katanya.

Sri Agustina Sembiring, dari Sentra Penerapan Pengembangan Pengobatan Tradisional (SP3T), Dinas Kesehatan Sumut, mengatakan, penyehat tradisional adalah sebutan mutakhir setelah sebelum ya dikenal dengan dukun dan pengobat tradisional. Mengenai ketrampilan dan ramuan penyehat tradisional, pemerintah mengaturnya dalam UU No 36/2009 tentang Kesehatan.

Sri mengatakan pihaknya melakukan pengawasan secara berkala untuk melindungi masyarakat yang mengkonsumsi tumbuhan obat-obat tradisional. Misalnya, agar agar tak malpraktik dan mempermudah pembinaan dan pengawasan penyehat tradisional itu sendiri.

Yang masih menjadi kendala adalah, pengetahuan petugas tentang pendalaman regulasi masih kurang. Penyehat tradisional juga kurang mau bekerja sama dengan petugas yang menganjurkan membuat izin atau cenderung menolak. “Padahal maksud kita ini buat perlindungan mereka, dan melindungi obat-obatan yang diramu agar tumbuhan tetap ada. Penguatan pemahaman soal perlindungan konsumen juga penting loh,” katanya.

Berdasarkan data yang dimiliki, di Sumut setidaknya ada 2.000 penyehat tradisional membuka praktik dan gunakan tumbuhan jadi obat-obatan. Di Medan hampir 800 penyehat tradisional, di Deli Serdang ada 600, dan Karo 200 penyehat tradisional. Sejauh ini, belum ada yang izin dicabut.

Dia menambahkan, pengawasan terhadap penyehat tradisional sangat penting karena berdasarkan pengalaman dalam pengawasan, pihaknya pernah menemukan adanya penyehat tradisional yang menggunakan psikotropika. “Maka, kita atur izin mulai rekomendasi dari Puskesmas, lurah dan rujuk ke Dinas Kesehatan untuk rekomendasi ke pelayanan satu pintu, lalu keluarlah surat terdaftar penyehat tradisional,” katanya.

Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Kota Medan mencatat di tahun 2019 ini, baru ada dua penyehat tradisional yang memiliki sertifikat produksi obat tradisional. Setahun sebelumnya ada delapan. “Banyak yang mengajukan tetapi berhenti di tengah jalan karena menolak hasil uji laboratorium BPOM,” ujar Aminah Fuadi Siregar dari BPOM Medan.

Dia mencontohkan, minyak karo dan minyak serai yang memiliki bahan dasar dari tumbuhan. Mikroba, harus diperiksa, supaya aman konsumsi. Temu lawak juga begitu, kandungan harus lulus pemeriksaan laboratorium BPOM.
“Kita itu bukan ingin mempersulit. Peninggalan leluhur tentang khasiat obat-obatan secara turun temurun harus dihormati, namun makin maju, perlu ada regulasi dan pengawasan,” katanya.

Wakil Direktur Yayasan Bitra Indonesia, Iswan Kaputra mengatakan, pendampingan terhadap penyehat tradisional sangat perlu dilakukan karena keahliannya meracik obat-obatan tradisional peninggalan leluhur, masih sedikit memahami aturan perundang-undangan saat ini.

Selain itu, pihaknya juga sedang mematangkan konsep pembangunan sekolah setingkat Diploma III, hingga bagi generasi penerus yang memiliki kemampuan meracik tumbuhan jadi obat-obatan tradisional tak terkendala regulasi.
“Kearifan lokal peninggalan leluhur ini harus terus kita jaga,” katanya. [KM-05]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.