MEDAN, KabarMedan.com | Belum lama ini ditemukan Orangutan Tapanuli, dengan nama latin Pongo Tapanuliensis, sebagai spesies kera besar terbaru di dunia. Spesies baru ini hanya ditemukan di ekosistem Batang Toru yang meliputi hutan dataran tinggi yang tersebar di tiga daerah Tapanuli, Sumatera Utara.
Populasi yang hanya berjumlah 800 ekor perlu dilakukan penyelamatan, karena masuk dalam daftar spesies sangat terancam punah. Kawasan hutan lindung Batang Toru relatif masih merupakan virgin forest (hutan alam yang belum terjamah) dengan luas 133.841 ha yang meliputi kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan, merupakan habitat alami berbagai jenis satwa liar yang sudah langka. Diantaranya, Harimau, Tapir, Beruang Madu, Orangutan serta berbagai jenis burung seperti burung Kuau, burung Enggang, burung Takur dan burung Pelatuk.
Koordinator Program PAN ECO-SOCP Yayasan Ekosistem Leuser, Gabriella Fredricson mengatakan, penemuan spesies orangutan ini awalnya di tahun 2011 lalu dilakukan penelitian oleh Universitas dari Swiss dan IPB, dimana dari hasil penelitian tersebut disebutkan genetika orangutan di Tapanuli lebih dekat dengan genetika orangutan di Kalimantan dibandingkan genetika orangutan di ekosistem Leuser.
“Ini menjadi menarik karena ada perbedaan ekosistem orangutan yang ada di Tapanuli dengan ekosistem yang ada di Leuser Aceh,” kata Gabriella, Jumat (3/11/2017).
Namun, untuk memastikan perbedaan genetika orangutan tersebut, tidak bisa hanya sebatas dilihat dari perbedaan genetika tapi perlu dilakukan pengukuran morfologi yakni pengukuran tengkorak dan lainnya.
Antoni Cahyo yang melakukan penelitian disertasi dari Universitas Canberra, Australia tentang morfologi orangutan di tahun 2014 melakukan penelitian terhadap tengkorak orangutan Tapanuli, dari hasil penelitiannya ditemukan perbedaan yang signifikan baik dari orangutan yang ada di Kalimantan maupun orangutan yang ada di leuser Aceh.
“Bahkan mereka juga melakukan penelitian suara orangutan Tapanuli yang juga berbeda dengan orangutan lainnya. Dimana panggilan jarak jauh jantan dewasa orangutan Tapanuli berbeda dengan panggilan dari kedua jenis orangutan yang ada. Selain itu, dari sisi ekologi orangutan Tapanuli juga berbeda, mereka memakan jenis tumbuhan yang belum pernah tercatat sebagai jenis pakan,” ujarnya.
Dengan populasi yang minim, bahkan tersebar di tiga blok barat di Tapanuli Utara sebanyak 600 ekor, blok timur sekitar 150 ekor dan selebihnya berada di Cagar Alam Sibual Buali, maka jumlah orangutan Tapanuli sangat penting untuk diperbanyak.
“Hal yang dilakukan harus disambungkan populasi orangutan yang terpisah dikarenakan pertanian ataupun jalan dan lainnya. Sebab, di banyak negara sudah dibuat koridor untuk satwa seperti terowongan dan jembatan, sehingga untuk jangka panjang, kita harus memikirkan hal ini,” ungkapnya.
Mewakili Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem, Hotmauli Sianturi mengatakan, konsern saaat ini yang harus dilakukan adalah bagaimana ekosistem orangutan Tapanuli ini dapat terjaga. Apalagi di kawasan hutan lindung Batang Toru juga ada kegiatan usaha dengan Hak penggunaan lahan, sehingga dapat mengancam keberadaan orangutan.
“Tugas kita mengkomunikasikan dengan Pemda agar kita bisa menjaga hal ini, caranya dengan membuat Pergub ataupun Perbup untuk menetapkan areal tersebut sebagai ekosistem satwa sehingga kawasan itu menjadi hutan lindung dan dikelola oleh Pemda,” pungkasnya. [KM-03]