SOLO, KabarMedan.com | Membikin foto story atau esai fotografi itu mudah. Langkah utama adalah menemukan alur dan secara otomatis foto sudah menjadi cerita. Kendalanya adalah bagaimana menentukan frame.
Seorang fotografer freelance terkemuka, Ulet Ifansasti, membagikan tips bagaimana menyusun sebuah frame yang menarik perhatian khalayak. Menurutnya, anak-anak sebagai bagian objek foto menjadi poin dalam foto bencana. Begitu pula dengan anak-anak yang mengenakan seragam sekolah bisa dipastikan selalu menjadi sorotan audiens.
“Kita bisa meminta pendapat orang lain soal foto yang diambil. Sebab, terkadang kita beranggapan bahwa proses mendapatkan foto itu sulit. Namun, jika melihat hasil seleksi foto, ditemukan beberapa pengulangan,” katanya didampingi Ketua Pewarta Foto Indonesia (PFI) Solo, Ali Luthfi, dalam Workshop Esai Fotografi dalam rangkaian acara Festival Media AJI 2017 di Grha Soloraya, Kamis (23/11).
Ia menambahkan, foto bercerita atau photo story bisa mendorong perubahan. Foto bercerita pasti menjadi perhatian orang yang mendorong ke arah perubahan. “Dengan story ada nilai lebih. Berbeda dengan satu single. Kita harus menunggu, sabar menunggu momen,” ujarnya.
Ulet menuturkan, banyak kantor berita asing seperti AFP, AP, EAP, melirik Indonesia sebagai negara konflik. Konflik seperti di Ambon dan Poso, pecahnya Timor, menjadi perhatian mereka untuk mengirimkan fotografer atau kontributor.
“80 persen foto dari Indonesia adalah konflik. 15 persen kemudian pesta, dan 15 persen adalah gambaran orang-orang [human interest,” jelasnya.
Menurut Ulet, beberapa media memiliki inhouse training yang terbatas. Hal itu mendorong peluang menjadi kontributor foto terbuka. Yang menjadi alasan utama adalah soal waktu dan biaya sehingga fotografer freelance menjadi pilihan.
“Tapi bagi fotografer sendiri harus mengurus asuransi sendiri, alat sendiri. Ini beberapa risikonya,” pungkasnya. [KM-03]