MEDAN, KabarMedan.com | Indonesia merupakan negara dengan tingkat populasi rangkong gading (Rhinoplax vigil) terbesar di Asia. Populasi rangkong gading di Indonesia paling banyak ditemui di Sumatera dan Kalimantan.
Di Indonesia ada 13 jenis rangkong dan semuanya dikategorikan sebagai spesies yang dilindungi dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, serta Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar.
“Permintaan paruh rangkong paling banyak berasal dari China untuk digunakan sebagai obat, awetan atau hiasan.Di samping perburuan dan perdagangan, menyusutnya populasi rangkong didorong pula oleh tingginya angka deforestasi dan perubahan fungsi lahan yang menjadi habitat rangkong gading,” kata Kepala Penerapan Konvensi International Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati, Ratna Kusuma Sari, S.Hut. M.Sc dalam Rapat Konsolidasi Nasional Implementasi Resolution dan Decision CITES terkait Konservasi dan Perdagangan Rangkong Gading di Medan, Selasa (16/5/2017) kemarin.
Ratna menjelaskan, tingginya angka perburuan dan perdagangan menyebabkan spesies ini dimasukkan ke dalam daftar Appendiks I Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Tumbuhan dan Satwa Liar Terancam (CITES) serta dikategorikan sebagai spesies dengan status ‘Kritis’ (Critically Endangered/ CR) pada Redlist International Union for Conservation of Nature (IUCN).
“Sebagai upaya perlindungan terhadap rangkong gading di tingkat global, Pemerintah Indonesia telah mengusulkan Resolusi rangkong gading pada sidang CoP17 CITES 2016 di Johannesburg Afrika Selatan yang secara aklamasi diadopsi menjadi Resolusi Conf. 17.11 tentang konservasi dan perdagangan rangkong gading,” ujarnya.
Mandat resolusi yang ditujukan kepada seluruh negara (Parties), terutama negara sebaran dan negara konsumen (range states), antara lain untuk menerapkan kerangka hukum secara terpadu serta penegakan hukum yang efektif, membangun kerjasama dengan negara perbatasan dan range states, monitoring, penyadartahuan masyarakat, serta menyusun dan mengimplementasikan rencana aksi konservasi rangkong gading.
Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah Indonesia akan memulai melakukan konsolidasi kepada para pemangku kepentingan terkait dan mempersiapkan langkah-langkah untuk menyusun rencana aksi nasional guna mengimplementasikan resolusi dan keputusan (decision) terkait rangkong gading di Indonesia.
“Rapat Konsolidasi Nasional Implementasi Resolution dan Decision CITES terkait Konservasi dan Perdagangan Rangkong Gading (Rhinoplax vigil) merupakan bagian dari upaya untuk memperbarui berbagai hal terkait status rangkong gading di Indonesia, serta menggali dukungan dari para pihak guna menyusun rencana aksi nasional konservasi rangkong gading,” jelasnya.
Indonesia telah memberikan komitmen secara internasional dengan memasukkan resolusi rangkong Gading pada COP 17 CITES dan telah diadopsi secara aklamasi. Untuk implementasi dari resolusi tersebut ada beberapa hal yang merupakan mandate yang harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia.
“Pemerintah tidak bisa menjalankan konservasi rangkong gading sendiri, dan membutuhkan bantuan semua pihak secara proaktif demi mencapai upaya penyelamatan terhadap species ini. Karena itu, penyusunan rencana aksi nasional konservasi rangkong gading sangat penting, yang disahkan secara hukum melalui Permen LHK,” ucapnya.
Suhud dari Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatra menjelaskan, hingga saat ini diketahui terdapat 146 buah paruh rangkong gading yang disita oleh PISL Gakum.
“Strategi yang perlu dilakukan untuk konservasi rangkong gading lebih lanjut diantaranya adalah adanya peningkatan penyadartahuan dan partisipasi aktif masyarakat, penguatan terhadap intelijen, penguatan analisa forensik barang bukti, dan optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi untuk pencegahan kasus perdagangan satwa liar,” tambahnya.
Kerjasama antara PPATK dengan PISL Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Penegakan Hukum (Ditjen Gakum) untuk mendukung operasi penertiban perburuan rangkong gading juga perlu untuk dilakukan agar penanganan lebih baik. Selain itu, substansi penegakan hukum dalam UU No.5/90 perlu diperbaiki, mengingat belum adanya pemberian sanksi hukuman maksimal bagi para pelaku perdagangan TSL.
Giyanto dari Wildlife Conservation Society Indonesia Program (WCS-IP) menambahkan, WCS IP telah berkomitmen untuk berkontribusi dalam kegiatan monitoring, pengumpulan data dan informasi terkait perdagangan satwa liar.
Salah satu kegiatan monitoring yang dilakukan adalah SMART Patrol (Spatial Monitoring and Reporting Tool Patrol) yang dilakukan di dalam dan di luar kawasan konservasi, khususnya di empat kawasan konservasi di Sumatra dan Jawa.
Selain itu, WCS IP juga bekerjasama dengan aparat penegak hukum untuk melakukan pelatihan dan peningkatan kapasitas dalam menangani kasus satwa liar, dan melakukan pemetaan pelaku perdagangan dalam jaringan nasional dan internasional dengan melihat negara tujuan perdagangan dan negara transit perdagangan satwa liar.
Ir. Arief Mahmud, M.Si, Kepala Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum Taman Nasional Betung Kerihun dan Danau Sentarum yang berlokasi di Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat, menyatakan wilayahnya menjadi salah satu lokasi sebaran rangkong gading di Indonesia.
“Sayangnya, kepedulian pemda untuk konservasi rangkong terhalang oleh kepentingan masyarakat, minimnya insentif untuk kegiatan konservasi, dan luasnya wilayah TNBKDS yang mencapai 800.000 hektar,” cetusnya.
Rahmad Saleh dari Taman Nasional Gunung Leuser mengatakan, TNGL bekerjasama dengan Wildlife Conservation Society Indonesia Programme (WCS IP) sudah melakukan SMART PATROL selama hampir 4 tahun.Terdapat 20 tim patroli yang bekerja di kawasan tersebut. Lokasi perburuan di TNGL juga terdeteksi melalui sistem patroli tersebut.
Dalam melaksanakan perburuan rangkong, biasanya pemburu menggunakan senapan angin dan senapan rakitan dan dilakukan bersamaan dengan perburuan burung murai. Kedua spesies tersebut memiliki nilai ekonomi yang tinggi.
“Strategi penanganan berupa penguatan jaringan penegak hukum perlu untuk dilakukan untuk mengungkap mata rantai pelaku kejahatan terhadap rangkong gading. Selain itu, penelitian yang dipublikasi dalam tingkat internasional terkait manfaat paruh rangkong gading perlu ditelusuri secara ilmiah agar dapat mencegah pemanfaatan ilegal yang marak dari paruh tersebut,” pungkasnya. [KM-03]