MK Tolak Permohonan Ganjar – Mahfud MD, Dalil yang Diajukan Dinilai Tak Beralasan Hukum

Ganjar dan Mahfud Bersama Kuasa Hukumnya Usai Sidang PHPU Presiden di MK (mkri)

JAKARTA, KabarMedan.com | Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024 yang diajukan oleh Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Nomor Urut 03, Ganjar Pranowo dan Moh. Mahfud MD (Ganjar-Mahfud).

Ketua MK, Suhartoyo dalam pembacaan amar putusan, menyatakan bahwa dalil-dalil  Perkara Nomor 2/PHP.PRES-XXII/2024 yang diajukan tidak beralasan menurut hukum.

Dalam sidang yang digelar di Ruang Sidang Pleno, Gedung 1, MK Jakarta Senin (22/4/2024) tersebut, Mahkamah mengkaji enam klaster permasalahan yang diajukan, termasuk independensi penyelenggara pemilu, keabsahan pencalonan, bantuan sosial, mobilisasi/netralitas pejabat negara, prosedur penyelenggaraan pemilu, dan pemanfaatan aplikasi sistem informasi rekapitulasi elektronik (Sirekap).

Salah satu klaster yang menjadi fokus adalah pemanfaatan aplikasi Sirekap. Meskipun terdapat kekurangan dalam validasi data oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), Mahkamah memutuskan bahwa Sirekap tidak difungsikan sebagai dasar penghitungan resmi suara hasil Pemilu 2024. Data resmi yang digunakan berasal dari penghitungan manual secara berjenjang.

MK menyarankan agar teknologi Sirekap terus dikembangkan untuk memastikan transparansi dan keakuratan data. Namun, sebelum digunakan, perlu dilakukan audit oleh lembaga yang kompeten dan mandiri. MK juga menekankan pentingnya menjaga objektivitas dan validitas data yang diunggah, serta membuka kemungkinan pengelolaan Sirekap oleh lembaga yang bukan penyelenggara pemilu.

“Untuk itu, sebelum Sirekap digunakan perlu dilakukan audit oleh lembaga yang berkompeten dan mandiri. Di samping itu untuk menjaga objektivitas dan validitas data yang diunggah, perlu dibuka kemungkinan pengelolaan Sirekap dilakukan oleh lembaga yang bukan penyelenggara pemilu. Oleh karenanya, Mahkamah menilai dalil Pemohon berkenaan dengan Sirekap adalah tidak beralasan menurut hukum,” ucap Suhartoyo.

Selain itu, Mahkamah mengungkapkan perbaikan yang perlu dilakukan terhadap sistem kerja Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam menangani laporan dugaan pelanggaran pemilu. Evaluasi dan perbaikan terhadap sistem tersebut dianggap penting untuk memastikan penanganan yang lebih efektif terhadap pelanggaran pemilu.

Mahkamah juga memberikan pertimbangan terkait dugaan nepotisme dan abuse of power yang dilakukan oleh pihak tertentu untuk memenangkan pasangan calon tertentu. Namun, Mahkamah menegaskan bahwa tidak dapat memberikan penilaian terhadap proses penyelesaian yang dilakukan oleh Bawaslu, namun hanya memastikan bahwa Bawaslu bertindak sesuai dengan asas dan hukum pemilu yang berlaku.

“Ditambah pula Mahkamah tidak mendapatkan bukti yang meyakinkan peristiwa yang dikatakan memberikan dampak secara nyata memengaruhi para pemilih pada suatu wilayah. Bahkan Pemohon dalam persidangan tidak dapat membuktikan pengaruh signifikansinya terhadap perolehan suara masing-masing pasangan calon. Dikarenakan tidak didukung dengan bukti lain yang meyakinkan Mahkamah dengan berbagai peristiwa tersebut, maka adanya migrasi perolehan suara yang merugikan Pemohon dan menguntungkan Pihak Terkait tersebut tidak beralasan menurut hukum,” urai Suhartoyo.

Dalam pendapat berbeda, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menyoroti tentang keberadaan bansos pada penyelenggaraan Pemilu 2024.

Enny berpendapat sekalipun tidak ada larangan pemberian bansos dengan menggunakan DOP, namun sejalan dengan makna “Etika Kehidupan Berbangsa” penting untuk dilaksanakan secara bijaksana, demi menjamin pemilu yang jujur dan adil sebagaimana dijamin oleh UUD 1945.

Sehingga seorang pemimpin diharapkan memenuhi standar yang lebih tinggi daripada yang diperlukan dalam kehidupan pribadi.

Pemimpin mungkin memiliki sedikit hak privasi dibandingkan dengan warga biasa, bahkan tidak memiliki hak untuk menggunakan jabatan mereka demi keuntungan pribadi, keluarga, dan golongan.

Oleh karena itu, seorang pemimpin diwajibkan memahami dan menerapkan pentingnya integritas dan tanggung jawab dalam memegang kekuasaan publik, serta perlunya menjaga pemisahan yang jelas antara kepentingan pribadi dan kepentingan publik demi menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.

Terlebih, dalam konteks penggunaan DOP yang berasal dari APBN untuk bantuan kemasyarakatan menjelang Pemilu 2024 tidak dapat dihindari adanya tujuan politik yang memiliki pengaruh sangat kuat sehingga prinsip pemilu yang dijamin oleh konstitusi menjadi tidak sepenuhnya dapat diwujudkan.

“Menimbang dalil Pemohon tersebut semestinya dapat dinyatakan beralasan menurut hukum untuk sebagian. Oleh karena diyakini telah terjadi ketidaknetralan pejabat yang sebagian berkelindan dengan pemberian bansos yang terjadi pada beberapa daerah. Maka untuk menjamin terselenggaranya pemilu yang jujur dan adil sebagaimana dijamin oleh UUD 1945, seharusnya Mahkamah memerintahkan untuk dilakukan pemungutan suara ulang untuk beberapa daerah,” ucap Enny.[KM-04]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.