Memaksimalkan Produksi Rempah-rempah Sumatera Utara

MEDAN, KabarMedan.com – Mengutip dari Surat Keputusan Menteri Pertanian No.511/Kpts/PD.310/9/2006 tentang jenis komoditas tanaman binaan Direktorat Jendral Perkebunan, Tanaman pangan dan Hotrikultura, dalam lampirannya terdapat 126 jenis komoditas perkebunan. Sumatera Utara, salah satu provinsi yang memiliki potensi besar pada komoditas rempah-rempah.

Namun, sayang. Masih belum dimaksimalkan. Kepala Seksi Pemasaran Dinas Perkebunan Sumatera Utara, Gunawan mengatakan, komoditas rempah-rempah di Sumatera Utara sudah berumur lama. Masyarakat sudah sejak lama bertanam rempah-rempah seperti lada, kemiri, kemenyan, kulit manis, aren, asem jawa dan lain sebagainya. Hasil produksinya pun tidak hanya dipasarkan di dalam negeri.

Namun, seiring perjalanan waktunya, baru lima komoditas unggulan dalam perkebunan yakni kelapa sawit, kakao, karet, kopi dan kelapa. Komoditas perkebunan lainnya seperti cengkih, kemenyan, sebenarnya oleh petani sudah  dibudidayakan secara intensif namun produksinya masih belum maksimal. “Kendalanya misalnya masih adanya serangan hama yang belum bisa dikendalikan petani. Selain itu juga pasar. Yang terakhir itu ya masih didominasi oleh komoditas unggulan kita,” katanya, Selasa (26/2/2019).

Untuk diketahui, komoditas cengkih di Sumut tersebar di 14 kabupaten, di antaranya Simalungun, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Dairi, Nias, Nias Utara, Nias Barat, Karo, dan lain sebagainya. Bahkan, Balai Penelitian Rempah dan Obat (Balitro) Bogor, menetapkan cengkih
dari Kecamatan Kutabuluh Kabupaten Karo cocok dijadikan sebagai benih sumber tanaman cengkih untuk pengembangan lebih lanjut. Ini dikarenakan kualitas yang dihasilkan lebih baik daripada cengkih dari daerah lain di Indonesia

Secara terpisah, petani kemenyan dari Desa Matiti, Kecamatan Dolok Sanggul, T.
Gultom mengatakan, petani kesulitan untuk meningkatkan produksi dan pendapatannya karena tidak seluruh kemenyan di lahannya bisa dipanennya. Pasalnya, dalam 1 hektare bisa ratusan bahkan ribuan pohon kemenyan.

Sementara itu, tenaga untuk memanen getah tidak ada sehingga banyak getah yang tidak terambil. “Kita ambil getah sebatas kemampuannya saja. Kebanyakan kita juga sudah berumur lanjut sehingga jumlah yang dikerjakan sedikit. Bisa dihitung lah ada anak muda yang mau ambil getah kemenyan,” katanya. (KM-05)

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.