Sekolah Alam Leuser, Menyemai Bibit Konservasi Sejak Dini

MEDAN, KabarMedan.com | Angin semilir dan sedikit mendung di padang rumput di bekas kebun kelapa sawit. Sebuah bangunan terbuka terbuat dari bambu dan beratap pelepah megah berdiri di tengah-tengahnya. Tersusun pula kursi bambu berjalin rotan dan meja kayu di dalamnya. Sebuah papan tergantung di atas bangunan tersebut berbentuk runcing bertuliskan Ini Memory Lucy Wisdom Classroom. Lucy Wisdom adalah orang yang berjasa dalam pendirian sekolah ini.

Ya, ini lah bangunan Sekolah Alam Leuser di Dusun Kodam Bawah, Desa Bukit Mas, Kecamatan Besitang, Langkat. Lokasinya berbatasan langsung dengan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Sekolah ini didirikan oleh Yayasan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Center (YOSL-OIC).  Sekolah ini sudah dibuka sejak setahun yang lalu. Saat ini ada 13 orang murid yang belajar.

Pembina Sekolah Alam Leuser (SAL), Panut Hadisiswoyo mengatakan,  SAL ini setingkat dengan Sekolah Menengah Pertama (SMP). Sekolah ini dibangun untuk masyarakat lokal di Bukit Mas yakni salah satu desa yang berdekatan dengan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). SAL, kata dia, menggunakan Kurikulum 13 (K13) dalam pembelajaran. Para siswa tidak dipungut biaya untuk menimba ilmu di sekolah ini mulai dari pendaftaran, buku, bahkan seragam sudah kita berikan dan akan diberikan lagi.

Pihaknya sengaja mendesain SAL dengan bambu dan terbuka sebagai langkah menghidupkan suasana alam. Gedung sekolah alami ini nantinya akan dibangun sejumlah fasilitas seperti sarana olahraga. Pihaknya juga menyiapkan lahan 100 hektar untuk pembangunan sekolah dan laboratorium alam.
“Tapi kemarin dari pemerintah menyebutkan bahwa harus ada gedung permanen tidak seperti ini. Ini sebagai persyaratan sekolah dengan legalitas. Dan kita akan membuatnya di sini nanti,” katanya dalam peresmian SAL, beberapa hari yang lalu.

Ketua Yayasan SAL, Darsimah Siahaan mengatakan, sekolah ini menerapkan pendidikan berbasis alam dengan kurikulum nasional. Alam sekitar dijadikan sebagai bahan ajar untuk memudahkan teori di dalam buku. Sekolah ini juga diperkuat dengan tenaga pengajar yang berkualitas. Sekolah ini, kata dia memiliki tiga prinsip, yakni alam, alamiah dan sosial. Setiap anak didik, kata dia, dikenalkan tentang alamnya sekaligus mengasah bakat dan pengetahuan alamiahnya.

“Dan kita juga memperkuat kemampuan bersosialisasinya. Sehingga kemanapun dan akan menjadi apapun kelak, yang didapatkannya di SAL ini akan menunjang masa depannya,” katanya sembari menambahkan bahwa pada awal dibuka 2018 yang lalu, terdiri dari 16 orang. Namun karena ada orangtua yang domisilinya pindah, akhirnya anaknya pun juga ikut. Dan kini tinggal 13 siswa.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Stabat, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera Utara (BBKSDA Sumut), Herbert Aritonang mewakili Kepala BBKSDA Sumut, Hotmauli Sianturi mengapresiasi berdirinya SAL. Menurutnya, SAL ini dapat menjadi kebanggaan bagi masyarakat dan dia yakin dapat menjadi contoh. Menurutnya, SAL dapat menjadi cara untuk menyemai bibit konservasi sejak dulu dan harus dituliskan ke mana saja.

“Sekolah di sini tidak harus kerja di hutan misalnya. Tetap bisa menjadi TNI, polisi, bekerja di perbankan atau lainnya. Tapi nilai-nilai konservasi itu sudah tertanam di dalam dirinya. Karena dasar-dasarnya ada di sini. Konservasi itu ada tiga aspek, perlindungan , pengawetan dan pemanfaatan,” katanya. [KM-05]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.