Aset Investor Yang Terlantar Di KSEI Perlu Mendapat Perhatian

[KabarMedan.com] Sebagaimana telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal, sebagai Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian (LPP), PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) didirikan dengan tujuan untuk menyediakan jasa Kustodian sentral dan penyelesaian transaksi yang teratur, wajar, dan efisien.

Sebagai LPP, KSEI menyimpan seluruh Efek yang diperdagangkan di Bursa Efek melalui mekanisme Penitipan Kolektif, dan kemudian melaksanakan penyelesaian transaksi Efek dengan mekanisme pemindahbukuan. Terkait mekanisme Penitipan Kolektif di KSEI, ada permasalahan yang perlu mendapat perhatian pihak otoritas dan regulator di pasar modal dan juga para pelaku pasar, yaitu mengenai Unclaimed Assets yang tercatat dalam rekening Efek yang ada di KSEI.

Unclaimed Assets atau aset terlantar/tak bertuan adalah aset berupa Efek atau dana milik nasabah Pemegang Rekening KSEI, Perusahaan Efek dan Bank Kustodian, yang tidak di-claimed oleh nasabah atau Emitennya sudah delisting dan tidak ada pihak yang mewakili Emiten. Kondisi pertama terjadi karena Perusahaan Efek atau Bank Kustodian sudah tidak dapat menghubungi nasabahnya, padahal nasabah tersebut masih memiliki aset yang dititipkan di KSEI.

Hal ini semakin rumit apabila Perusahaan Efek atau Bank Kustodian tersebut telah dibubarkan, dengan demikian terjadi pengalihan kewajiban penyimpanan aset nasabah dari Perusahaan Efek atau Bank Kustodian dimana KSEI akan menyimpan aset tersebut dalam suatu rekening tampungan. Kondisi kedua terjadi karena Emiten atau Penerbit Efek tidak memberikan informasi mengenai status dan perubahan identitas perusahaannya, seperti alamat, pengurus, maupun identitas lainnya. Hal ini yang membuat KSEI terhambat dalam melakukan kegiatan administrasi Efek yang dititipkan ke KSEI oleh Emiten atau Penerbit Efek tersebut. Hal ini juga berdampak kepada investor yang harus dilindungi kepentingannya sebagai Pemegang Efek.

Terkait permasalahan ini, bertempat di Hotel Pullman Jakarta, KSEI menyelenggarakan Focus Group Discussion (FGD) dengan mengundang perwakilan-perwakilan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Mahkamah Agung, Balai Harta Peninggalan – Kementerian Hukum dan HAM, Self Regulatory Organization (PT Bursa Efek Indonesia, PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia dan KSEI), Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI), Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal Indonesia serta asosiasi-asosiasi yang terdapat di pasar modal.

Sebagai salah satu agenda dalam FGD ini dilakukan juga panel diskusi dengan tema “Status unclaimed assets berdasarkan hukum perdata dan ketentuan perundangan di bidang pasar modal yang berlaku di Indonesia “, dengan menghadirkan narasumber Ratnawati W Prasodjo, konsultan hukum Djohansyah, Ratnawati & Partners; Sudarsono, Kepala Subdirektorat Peraturan Perundangan, Direktorat Hukum dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Kementerian Keuangan dan Jeniver Tumbuan yang mewakili Fred B.G Tumbuan, konsultan hukum Tumbuan & Partners.

Dalam sambutannya, Nurhaida, anggota Dewan Komisioner dan Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK menyampaikan bahwa permasalahan Efek dan/atau dana terlantar merupakan hal krusial yang perlu didiskusikan dan dicarikan solusi hukumnya. Hal ini mengingat permasalahan ini bukanlah hal yang muncul belakangan ini saja, melainkan sudah berlangsung cukup lama, terlebih setelah adanya konversi Efek dari script menjadi scriptless.

Berbicara mengenai permasalahan Efek dan/atau dana terlantar ini, dari sisi pengawas Pasar Modal, paling tidak dapat dilihat dari 2 (dua) aspek. Pertama adalah aspek kuratif atau penyelesaian terhadap permasalahan Efek dan/atau dana Terlantar yang saat ini telah ada. Dan aspek Kedua, berkenaan dengan upaya-upaya untuk mencegah terjadinya Efek dan/atau dana terlantar tersebut di masa mendatang atau upaya preventif“, demikian disampaikan Nurhaida. Secara tidak langsung, OJK telah melakukan upaya pencegahan dimaksud melalui sejumlah peraturan dan kebijakan yang ada.

Misalnya terkait dengan kewajiban pemodal untuk membuka Rekening Efek ketika akan melakukan transaksi/perdagangan Efek. Selain itu, dalam melakukan pembukaan Rekening Efek dimaksud, Perusahaan Efek juga wajib menerapkan Prinsip Mengenal Nasabah (Know Your Clients/KYC). Dengan penerapan KYC secara face to face basis dalam melakukan KYC, diharapkan dapat meminimalisir penggunaan KTP milik orang lain untuk keperluan transaksi Pihak-pihak tertentu yang nantinya berpotensi menimbulkan ”Efek dan/ atau Dana Terlantar”

Heri Sunaryadi, Direktur Utama KSEI dalam sambutannya menyampaikan bahwa saat ini di KSEI terdapat sekitar 13.000 Sub Rekening yang terkait dengan 38 saham yang Emitennya sudah delisting dan tidak beroperasi. Emiten-emiten 38 saham tersebut tidak dapat dihubungi, sehingga saham tidak dapat ditransaksikan maupun dikonversikan ke dalam bentuk warkat.

Heri menyampaikan, “Unclaimed assets ini sangat serius untuk segera dicarikan solusinya karena peraturan dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku saat ini belum cukup lengkap dan memadai untuk menangani permasalahan ini. Kami berharap FGD ini sebagai langkah awal dapat menggali usulan atau terobosan solusi yang bisa ditindaklanjuti oleh working group, yang nantinya dapat dituangkan dalam bentuk semacam rekomendasi untuk diusulkan dapat masuk dalam rencana pembahasan perubahan undangan-undang pasar modal”.

Nurhaida menyambut baik pelaksananaan FGD ini. “Dengan terlaksananya FGD ini, saya optimis akan dapat menghasilkan suatu masukan ataupun terobosan hukum (recht finding) yang baru untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Namun apapun masukan ataupun terobosan yang timbul dan diberikan di dalam FGD dimaksud, pada dasarnya kami harapkan tetap memperhatikan dan mempertimbangkan perlindungan kepada pemodal serta terwujudnya Pasar Modal yang teratur, wajar, transparan dan efisien”, pungkas Nurhaida. (KM-01 | rel)

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.