Bertahan di Tengah Banjir Rob Akibat Perubahan Iklim, Begini Kisah Mereka

MEDAN, KabarMedan.com | Hujan sempat mengguyur Selasa (7/5/2024) sore. Dampaknya dirasakan sehari berikutnya. Banjir rob. Sebuah perkampungan nelayan di Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan ‘tenggelam’. Seiring naiknya permukaan laut akibat perubahan iklim, banjir pasang surut ini telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari mereka.

Seorang nelayan bernama Arif Silitonga (52), telah menghabiskan seluruh hidupnya di kawasan ini, mengingat masa kecilnya ketika air laut jarang sekali meluap ke pemukiman. “Dulu, kita hanya khawatir jika ada badai besar. Sekarang, air laut masuk ke rumah hampir setiap bulan,” ujarnya sambil memeriksa jaring ikannya.

Banjir rob terjadi ketika air laut pasang lebih tinggi dari biasanya dan meluap ke daratan. Dalam beberapa tahun terakhir, frekuensi dan intensitas banjir rob di Belawan meningkat drastis. Para ahli mengaitkan fenomena ini dengan perubahan iklim yang menyebabkan naiknya permukaan air laut dan perubahan pola cuaca.

Adaptasi di Tengah Tantangan
Dikatakannya, warga telah belajar untuk hidup berdampingan dengan air. Rumah-rumah panggung kini menjadi pemandangan umum. Dia menunjukkan tangga kayu yang baru saja ia bangun untuk mengangkat perahu kecilnya agar tetap aman dari air pasang. “Kami harus terus berinovasi. Jika tidak, kami akan kehilangan semuanya,” katanya.

Nurmala (45), istri Arif, menggambarkan bagaimana keluarga mereka telah mengubah rutinitas sehari-hari. Dia dan keluarganya harus selalu siap mengangkat barang-barang berharga ke tempat yang lebih tinggi saat air mulai naik. Di dapurnya, kini dilengkapi dengan rak-rak tinggi untuk menyelamatkan peralatan masak dari air.

Dampak Ekonomi dan Sosial
Perubahan iklim tidak hanya mempengaruhi kondisi fisik kawasan, tetapi juga perekonomian dan kehidupan sosial masyarakatnya. Para nelayan harus beradaptasi dengan perubahan kondisi laut yang berdampak pada hasil tangkapan ikan. Ikan-ikan sekarang lebih sulit didapat sehingga harus melaut lebih jauh dan lebih lama.

Numala menambahkan bahwa biaya perbaikan rumah yang rusak akibat banjir rob juga semakin membebani keuangan keluarga. Dia sering harus memilih antara memperbaiki rumah atau membeli kebutuhan sehari-hari.

Harapan dan Inisiatif Lokal
Di tengah tantangan yang semakin besar, Robin (26) seorang pemuda di kelurahan yang sama mengatakan, masyarakat sebenarnya tetap memiliki harapan. Mereka membentuk kelompok-kelompok swadaya untuk saling membantu. Beberapa inisiatif lokal juga mulai muncul, seperti proyek penanaman mangrove yang diharapkan dapat mengurangi dampak banjir rob.

Baca Juga:  2 Pria di Medan Ditangkap karena Jual 4 Lutung dan 2 Kukang

“Mangrove dapat memperlambat laju air laut yang masuk ke daratan dan juga membantu mengurangi erosi. Tapi memang belum semua warga mau ikut nanam. Penanaman mangrove masih dilakukan beberapa kelompok kecil saja,” ujarnya.

Peran Pemerintah dan Pihak Lain
Dikatakannya, meski banyak inisiatif lokal yang dilakukan, warga juga mengharapkan dukungan lebih dari pemerintah dan organisasi non-pemerintah untuk membangun infrastruktur yang lebih tahan terhadap banjir. Selain itu juga, pendidikan dan pelatihan tentang cara-cara baru untuk menghadapi perubahan iklim.

Beberapa organisasi lingkungan sebenarnya pernah bekerja dengan masyarakat setempat untuk meningkatkan kesadaran tentang perubahan iklim dan memberikan pelatihan mitigasi untuk mengembangkan solusi berkelanjutan yang bisa membantu mereka beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. “Tapi memang situasi sepertinya di luar kemampuan masyarakat. Kami nggak tahu lagi bagaimana menghadapi banjir rob yang datang hampar tiap hari ini. Mau tak mau terima saja lah,” katanya.

Masa Depan Tidak Pasti
Robin mengatakan, meskipun masa depan tampak penuh dengan ketidakpastian, masyarakat terus berjuang. Mereka menunjukkan bahwa dengan inovasi, solidaritas, dan dukungan yang tepat, mereka dapat menghadapi tantangan yang dibawa oleh perubahan iklim. “Tak ada pilihan selain bertahan. Di sini pula lah rumah kami, mau pindah kemana, tak ada uang,” katanya.

Petambak Tradisional Terdampak
Banjir rob yang semakin sering terjadi akibat perubahan iklim telah menyebabkan kerugian besar bagi para petambak ikan di Belawan. Petambak melaporkan bahwa luapan air laut merusak kolam-kolam tambak dan mengakibatkan hilangnya ribuan ekor ikan.

Ismail (48). Di lahan tambaknya, ada ikan nila, mujair, dan bandeng. Dikatakannya, setiap kali banjir rob datang, air asin masuk ke kolam dan merusak kualitas air. Ikan-ikan jadi stres dan banyak yang mati. Ismail selalu khawatir setiap kali hujan deras. Kerugian yang dialaminya diperkirakan mencapai jutaan.

Baca Juga:  2 Pria di Medan Ditangkap karena Jual 4 Lutung dan 2 Kukang

Dijelaskannya, selain merusak tambak, banjir rob juga mengakibatkan kerusakan pada infrastruktur tambak seperti jaring dan pompa air. “Kami harus mengeluarkan biaya ekstra untuk memperbaiki kerusakan dan membeli bibit ikan baru,” katanya.

Para petambak berharap adanya bantuan dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini. “Kami butuh solusi jangka panjang, seperti pembangunan tanggul atau sistem drainase yang lebih baik untuk melindungi tambak dari air laut yang naik,” katanya.

Dengan frekuensi banjir rob yang semakin tinggi, petambak ikan di Belawan menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan mata pencaharian mereka. Mereka berharap adanya perhatian lebih dari pihak terkait untuk membantu mengurangi dampak perubahan iklim yang semakin nyata ini.

Viral di Media Sosial
Terjadinya banjir rob seringkali diunggah di media social dan kerap viral. Terakhir, video yang diunggah di salah satu akun Instagram milik warga Belawan yang memperlihatkan warga asyik berendam di sebuah jalan di Kecamatan Medan Belawan. Tak nampak kesedihan justru malah berenang ke sana kemari dengan busa, ember, jerigen, dan lain sebagainya. Diduga ketinggian banjir lebih dari 50 cm. Diketahui, video itu direkam di Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan Belawan.

“Laut pasang jam 14.00 WIB. Kayaknya ini udah puncaknya. Ada beberapa titik yang udah semeter, ada yang semata kaki,” kata seorang warga.

Dikonfirmasi via telepon pada Rabu sore, Plt Kepala BPBD Kota Medan Lilik menuturkan pihak Kecamatan Medan Belawan sebenarnya sudah mengimbau adanya banjir rob. Dikatakannya, pihaknya sudah bersurat ke pihak kecamatan yang mana di dalamnya dijelaskan bahwa banjir rob berlangsung pada 5-11 Mei 2024.

“BMKG juga sudah menyampaikan itu dan pihak kecamatan juga sudah monitor,” katanya.

Dijelaskannya, dalam surat imbauan itu, ketinggian air pasang berpotensi mencapai 2,7 meter. Banjir rob ini, menurutnya dapat berdampak terhadap aktivitas di sekitar Medan Belawan. Pihaknya terus memonitor situasi banjir rob di Belawan melalui pihak kecamatan. Begitupun bantuan kepada masyarakat juga disebut sudah disalurkan. [KM-05]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.