MEDAN, KabarMedan.com | Bukan hanya Mahasiswa, seorang Wartawan yang melakukan peliputan aksi demonstrasi tolak kenaikan BBM di depan Rumah Dinas Gubernur diduga mendapat pemukulan oleh pihak aparat, Jum’at (7/5/2021).
Wartawan Detik.com, Ahmad Arfah mengatakan kronologis tersebut bermula saat ia melakukan tugas jurnalistik merekam video massa aksi yang sedang diamankan oleh Polisi dan Satpol PP karena dianggap tidak memiliki izin melakukan demonstrasi di depan Rumah Dinas Gubernur. Saat itu, Arfah coba mengikuti massa yang diamankan ke dalam Rumah Dinas.
“Tadi awalnya aku ambil video massa mulai diamankan karena demo nggak ada izin di depan Rumah Dinas. Saat diamankan, sebagian massa dibawa ke mobil Polisi, ada yang dibawa masuk Satpol PP di dalam Rumah Dinas Gubernur, aku ngikutin massa yang diamankan ke dalam Rumah Dinas,” ujarnya.
Arfah mulai mendapatkan perlakuan yang tidak enak saat dirinya merekam para massa aksi yang dari dalam Rumah Dinas Gubernur akan dibawa ke mobil Polisi. Tangannya yang sedang memegang handphone untuk mereka didorong oleh pihak protokol Pemprov.
“Kemudian aku didorong ke luar pagar sama Satpol PP dan saat itu ada yang mukul bagian belakang kepalaku. Cukup keras. Pelaku dari Satpol PP yang berjaga,” tuturnya.
Kemerdekaan dalam mencari informasi sebagai tugas jurnalistik telah dijamin dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang pers, yang tertuang dalam Pasal 4 yang mengatakan terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Selain itu, pers juga memiliki hak untuk mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Pasal 18 dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tersebut mempertegas bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat dan menghalangi pelaksanaan ketentuan pasal 4 ayat 2 dan 3 dapat dipidana dengan hukuman paling lama 2 tahun atau denda paling banyak senilai 500 juta rupiah.
Sebelumnya aksi demonstrasi yang dilakukan oleh Aliansi Mahasiswa Peduli Kesejahteraan Sumatera Utara itu dibubarkan secara paksa pada pukul 16.30 WIB, beberapa orang sempat diamankan oleh petugas. “Bahkan ada yang dipukul, jadi kami dibubarkan paksa, kami tadi disepak, dijambak, Wartawan pun tadi dibilang Polisi jangan ada yang meliput,” kata salah seorang massa aksi.
Atas peristiwa tersebut, para Mahasiswa menilai bahwa tindakan represifitas aparat merupakan sebuah bentuk pelanggaran hak berpendapat yang terjamin dalam negara demokrasi. Ia mengecam sekaligus menyayangkan aksi penolakan kenaikan BBM tersebut harus berakhir dengan ricuh. [KM-06]