JAKARTA, KabarMedan.com | The Society of Indonesian Environmental Journalists bersama Kedutaan Besar Inggris di Jakarta menggelar workshop bertema penguatan kapasitas jurnalis dalam meliput isu-isu iklim dan perlindungan lingkungan.
Dalam acara yang dihadiri oleh peserta dari berbagai daerah di Indonesia pada Jumat (22/11/2024) siang, Juru Bicara Kedutaan Besar Inggris di Jakarta, Faye Belnis, mengatakan, isu perubahan iklim dan perlindungan lingkungan adalah salah satu isu Utama yang menjadi objective atau tujuan dari pemerintah Inggris di Indonesia.
Baik di proyek besar dan proyek kecil, sebagaimana Kerjasama dengan SIEJ untuk memastikan lingkungan media berperan dalam mengangkat isu iklim. Selain itu juga untuk memberikan edukasi kepada masyarakat, jurnalis dan stakeholder yang terkait melalui pemberitaan secara akurat, terpercaya dan berimbang.
Menurut Faye, kolaborasi penting dalam mengatasi krisis iklim karena tidak bisa diselesaikan oleh satu pihak saja. Media, lanjut Faye, berperan penting dalam memberikan edukasi kepada masyarakat dan stakeholders melalui pemberitaan yang terpercaya dan berimbang.
“Pemerintah Inggris telah menjalankan berbagai proyek yang bertujuan memperkuat kesadaran masyarakat terhadap perubahan iklim,” katanya.
Dikatakannya, tahun 2024 menandai peringatan 75 tahun hubungan diplomatik antara Inggris dan Indonesia. Workshop ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan untuk mempererat kerja sama, termasuk di bidang lingkungan.
“Karena untuk isu iklim, kita gak bisa bekerja sendiri. Kita bekerja sama dengan semua pihak, media, pemerintah, CSO, akademisi, millennials. Kita juga membutuhkan suatu platform yang amat-sangat terbuka dan juga bisa memberikan akses untuk teman-teman, terutama millennial, yang memang memiliki fokus atau memiliki ketertarikan terhadap isu iklim ini,” katanya.
Pihaknya berharap dapat terus bekerja sama dengan Indonesia, terutama dengan media, untuk memperjuangkan keberlanjutan lingkungan demi generasi mendatang. Selain itu, Faye juga berharap workshop ini bermanfaat dan menjadi langkah awal kolaborasi membangun dunia yang lebih baik.
Pelatihan tersebut diikuti oleh 17 jurnalis dari berbagai wilayah di Indonesia, mulai Sumatera hingga Papua. Para jurnalis ini adalah anggota SIEJ yang mengelola media lokal di wilayahnya masing-masing.
Dalam kesempatan itu, moderator Asep Saepuloh, menekankan pentingnya membangun media yang sesuai dengan karakteristik audiens dan fokus pada isu-isu spesifik seperti lingkungan. Ia mengapresiasi media lokal yang mampu mempertahankan relevansi meski sumber dayanya terbatas.
Menurutnya, awak media harus mengenali DNA medianya karena hal itu menjadi kunci keberhasilannya. Hal itu bisa dimulai dari mengenali audiens dan potensi pendapatan.
Pendiri Radio Kantor Berita 68 H, Tosca Santoso berbagi pengalaman tentang pengelolaan media berkelanjutan. Ia menyarankan media untuk tidak bergantung sepenuhnya pada pendanaan donor.
“Ketergantungan pada donor sebaiknya dibatasi hingga maksimal 30%. Diversifikasi pendapatan adalah kunci untuk memastikan keberlanjutan media,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya mencocokkan visi media dengan tujuan donor dalam proses pengajuan proposal. “Grant harus didasarkan pada keselarasan visi, bukan hanya mengikuti peluang pendanaan yang ada. Ini penting untuk menjaga fokus media pada misi utamanya,” tambahnya.
Head of project, BBC Media Action Indonesia, Helena Rea berbagi wawasan tentang pendekatan organisasi ini dalam memanfaatkan media untuk mendorong perubahan sosial. BBC Media Action merupakan organisasi amal di bawah naungan BBC yang memproduksi konten berbasis isu-isu sosial.
BBC Media Action menggunakan model social impact untuk mengangkat berbagai isu, seperti perubahan iklim, hak-hak perempuan, kesehatan reproduksi, perlindungan hak minoritas, hingga kebebasan sipil.
“Kami tidak hanya membuat konten untuk sekadar mengisi ruang media, tetapi memiliki tujuan tertentu, baik itu untuk mendorong individu mengambil tindakan hingga mengubah kebijakan,” jelasnya.
Salah satu model utama yang diadopsi adalah level change model, yang juga digunakan oleh berbagai media global seperti New York Times dan Washington Post. Model ini dirancang untuk menghasilkan konten yang memiliki dampak jangka panjang terhadap audiens, baik melalui edukasi maupun perubahan perilaku.
“BBC Media Action itu yang selalu kita pakai dan itu global sebenarnya dan bukan cuma BBC. New York Times juga pakai itu Washington Post juga pakai itu. Global media itu rata-rata pakai yang namanya level change model,” katanya.
Pendekatan BBC Media Action di Indonesia tidak menggunakan merek BBC secara langsung untuk menghindari kesalahpahaman. Melalui platform Instagram, pihaknya membuat “AksiKitaIndonesia” yang fokus pada isu lingkungan.
“Jadi kita punya brand lokal yang harus kita bangun. Sama kayak teman teman semua bangun satu brand yang homeless yaitu namanya AksiKitaIndonesia,” katanya.
Pihaknya juga bekerjasama dengan sejumlah media social seperti Kompas, SCTV, TVRI, dan rumah produksi lokal di Manado dan Makassar, untuk menciptakan konten yang relevan dan berdampak.
Konten yang diproduksi meliputi drama seri, program talk show, podcast, hingga reality show, yang semuanya dirancang untuk mencapai dampak jangka panjang. Menurut Helena, konten berita yang bersifat sekali tayang (one-time news) kurang efektif untuk mendorong perubahan perilaku.
Sebaliknya, program seperti talk show, drama, atau serial yang berkelanjutan memiliki potensi lebih besar untuk meningkatkan pemahaman dan mempengaruhi perilaku audiens. [KM-05]