JAKARTA, KabarMedan.com | Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mengaku kecewa atas penghentian penyelidikan polisi atau SP3 dalam kasus dugaan tiga anak yang diperkosa ayah kandungnya di Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait mengatakan, akan mengirim surat kepada Kapolda Sulawesi Selatan dan meminta polisi untuk mencabut Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dalam kasus tersebut.
“Saya sudah tidak sabar lagi untuk menuliskan surat itu dan memberikan penjelasan kepada Kapolda agar kasus ini, kasus SP3 (penghentian penyelidikan) bisa dicabut kembali,” ujar Arist, Jumat (8/10/2021).
Menurut Arist, tindakan kepolisian setempat menghentikan proses penyelidikan dugaan pemerkosaan terhadap tiga anak sangat menciderai korban.
Rencananya, Komnas PA akan mengirimkan surat itu pada hari Senin depan. Pihaknya juga akan menembuskan surat itu kepada Kapolri selaku atasan dari Kapolda.
“Jadi kita informasikan saja kepada bapak Kapolri, tapi yang jelas itu harus mendapat jawaban paling tidak Kapolda bisa mencabut kembali SP3 (penghentian penyelidikan) nya,” papar Arist.
Disamping itu, Arist berpendapat, penanganan kasus ini dapat mengedepankan asas lex spesialis. Asas lex spesialis itu menurut Arist seharusnya membuat aparat kepolisian membantu pelapor mencari titik terang dari laporan yang diterima.
“Justru pihak kepolisian harus membantu ibu yang melaporkan itu supaya lengkap alat bukti. Itu harus dibantu ibu itu menemukan bukti-bukti baru bukannya malah dihentikan karena dia lex spesialis bukan sama dengan tindak pidana yang lain,” terangnya.
Sebelumnya, kasus tersebut kembali mengemuka setelah pemberitaan mengenai tiga anak yang diperkosa namun penyelidikannya dihentikan polisi itu viral di media sosial.
Artikel itu melaporkan kasus seorang ibu bernama Lydia (nama samaran) yang melaporkan dugaan pemerkosaan terhadap tiga anak kandungnya.
Kekerasan seksual itu diduga dilakukan mantan suaminya pada 2019 lalu. Mantan suami Lydia disebut merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) di kantor pemerintahan Luwu Timur.
Lydia mengaku saat itu telah melaporkan perkara tersebut ke Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Luwu Timur, serta Polres Luwu Timur.
Namun dalam paparan Lydia, ia tidak mendapat keadilan dari dua instansi tersebut dan malah disebut mengidap gangguan kesehatan mental.
Pada 10 November 2019, Polres Luwu Timur menghentikan proses penyidikan. Belakangan, Polres Luwu Timur sempat membantah dan menyatakan bahwa artikel tersebut hoaks.
Namun, label hoaks itu mendapat kecaman dari insan pers, salah satunya disampaikan oleh Aliansi Jurnalis Independen atau AJI. [KM-07]