KABAR MEDAN | Kecaman demi kecaman terus dituai PLN Sumatera Utara terkait pelayanan yang diberikan belum juga mengalami perbaikan hingga saat ini. Kecaman bahkan makian yang dilontarkan sudah tak mempan, karena prosesi pemadaman bergilir terus terjadi.
Paling pasti bahwa kesabaran masyarakat Sumatera Utara terkait persoalan listrik masih terus diuji. Hingga kini pemadaman bergilir oleh PT PLN tak kunjung berakhir. Padahal manajemen perusahaan BUMN itu pernah berjanji pertengahan tahun 2014, pemadaman bergilir tuntas. Namun kenyataannya intensitas pemadaman semakin lama, mencapai empat sampai enam jam. Ironisnya dalam sehari listrik padam dua sampai tiga kali.
“Sebenarnya masyarakat sudah sangat gerah dan muak dengan kinerja PLN Sumatera Utara. Tetapi masyarakat nyaris tak tahu lagi harus berbuat apa. Pemadaman bergilir sudah berlangsung selama 9 tahun. Alasan yang selalu muncul adalah mesin pembangkit selalu berulah, sehingga diperlukan perawatan dan perbaikan, ” kata Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi, di Medan, Rabu (10/9/2014).
Menurutnya, jadi muncul pertanyaan, mengapa mesin pembangkit yang sama sejak dulu selalu mengulah? Apakah selama ini pengerjaan proyek listrik itu dilakukan oleh perusahaan kredibel, atau perusahaan abal-abal? Bagaimana kualitas mesin yang terus diperbaiki dan dirawat itu. Apakah dalam proses transaksi mesin pembangkit itu, kualitas mesinnya terjaga atau justru kualitas tiruan paling rendah? Mengapa proyek yang cukup besar dan hasilnya merupakan andalan bagi masa depan pembangunan Sumatera Utara tak kunjung usai?.
Ia menambahkan, sulit diterima akal sehat, mesin pembangkit diperbaiki dan dilakukan perawatan tetapi terus menerus dalam kondisi emergency.
“Atau sebenarnya, krisis listrik ini sengaja dirawat agar tetap menjadi proyek? Kalau tidak, mengapa perbaikan dan perawatan pembangkutan PLN itu tak tak pernah selesai. Bayangkan itu sudah masuk satu dekade? Apakah benar krisis listrik di Sumatera Utara telah menjadi “Proyek Abadi” yang sengaja dipelihara PLN dan pemerintah?,” cetus Farid.
Pemerintah semestinya dapat sesegera mungkin mengambil langkah antisipatif baik dalam jangka pendek maupun menengah dan panjang dalam mengatasi krisis listrik di Sumatera Utara. Upaya mengatasi krisis listrik tidak pernah serius, cuma basa basi. Program kongkrit agar bisa menjadi titik awal untuk segera bangkit, dan menuntaskan permasalahan krisis listrik di wilayah Sumatera Utara.
Penyelesaian krisis listrik ini pun tidak kunjung selesai meski rezim Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan segera berahir. Dulu krisis dimulai sejak tahun 2005, awal pemerintahan SBY. Sayang, krisis listrik yang metinya dapat dituntaskan ternyata tak berujung manis. Demikian pula Pemprovsu diharapkan bisa lebih serius dan harus sesegera mungkin mampu penyikapi penyelesaian kasus listrik di Sumut.
“Bahkan sejatinya Gubernur Sumut, Gatot Pujo Nugroho selaku orang nomor satu di Sumatera Utara, harus berani bersikap tegas, ternyata lebih memilih sebagai “penonton budiman”. Sekali lagi, apakah memang krisis listrik justru telah menjadi “Proyek Abadi?”, “pungkas Farid. [KM-01]