LAPK : Harga BBM Turun Naik Bikin Pusing Masyarakat

Dr Farid Wajdi, SH, M.Hum

MEDAN, KabarMedan.com | Ayunan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan elpiji 12 kilogram dilakukan pemerintah justru dapat menjadi bumerang karena akan memicu inflasi kembali naik. Seperti diketahui harga Pertamax mengalami penaikan Rp 200 perliter menjadi Rp 8.250 perliter.

Khusus untuk harga premium mengalami penaikan ke kisaran angka Rp 6.800 perliter, dan berlaku di wilayah penugasan di luar Jawa-Madura-Bali. Harga premium di wilayah Jawa-Madura-Bali ditetapkan menjadi Rp 6.900 perliter dari sebelumnya Rp 6.700 perliter. Tidak hanya itu, harga elpiji 12 kilogram juga kembali dinaikkan Rp 5.000 pertabung menjadi Rp 134.700 pertabung seperti awal Januari 2015.

“Sesungguhnya ekses ayunan harga BBM, elpiji dan beban masyarakat. Apalagi saat ini cukup berat akibat kenaikan harga beras yang diduga akibat permainan mafia beras dan gejolak harga elpiji tiga kilogram akibat permainan agen dan pangkalan elpiji yang nakal. Jadi, kalau itu benar, di mana dan ke mana fungsi pengawasan pemerintah?,” kata Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen, Farid Wajdi, Senin (3/2/2015).

Alasan pemerintah menaikkan harga itu adalah selain menjaga kestabilan ekonomi, saat ini disebut terjadi fluktuasi harga minyak dunia. Ketidakstabilan harga terkait pertentangan pelaku pasar minyak dalam menyikapi konflik di Libya, serta produksi shale oil di Amerika Serikat (AS) masih tinggi dan kondisi pelemahan perekonomian global.

Farid menambahkan, semestinya pemerintah perlu membuat kebijakan tepat terkait harga BBM dan elpiji 12 kilogram. Jika harga kedua jenis bahan bakar ini dibiarkan mengikuti harga pasar akan sulit meredam inflasi. Mekanisme harga BBM yang naik turun ini juga membuat pengusaha lebih sulit dalam membuat perhitungan harga. Misalnya ketika harga BBM naik per November 2014, mereka sudah terlanjur menaikkan harga produk-produknya.

Para pengusaha transportasi juga sudah menaikkan tarifnya. Ketika harga BBM turun, mereka tidak mau menurunkan harga produknya dengan alasan harga-harga lain juga tidak turun. Akhirnya, masyarakat juga yang harus menanggung kerugiannya. Intinya, efek naik turun harga BBM makin menambah pusing masyarakat.

Buah Revolusi Mental Bidang Ekonomi?

Masyarakat terbelenggu dalam ketidakpastian. Masyarakat terkaget-kaget dengan kebijakan pemerintah. Harga kebutuhan pokok liar. Melonjak naik, dan bahkan ada yang langka seperti beras dan elpiji 3 kg. Apakah ini makna revolusi mental dalam bidang ekonomi? Ekonomi kerakyatan berbalut mekanisme pasar internasional?

Memang tidak ada resistensi penolakan penaikan itu secara massif seperti demonstrasi atau aksi turun ke jalan. Begitupun sebenarnya, bukan karena masyarakat dapat menerima penaikan itu, tetapi karena melihat pemerintah tak mau mendengar suara penolakan.

“Masyarakat sudah bosan, apatis bahkan frustasi dengan kebijakan pemerintah. Apakah pemerintah tidak melakukan kajian mendalam atas kebijakan itu. Apakah pelbagai kasus social ekonomi, seperti merajalelanya kejahatan perampokan, pencurian, kelompok begal, narkotika dan lain sebagainya, merupakan tindakan yang berdiri sendiri atau memiliki keterkaitan dengan kebijakan pemerintah saat ini?,” cetus Farid.

Ketiadaan perlindungan hak masyarakat, atas beberapa komoditi yang dilakukan serentak membuat kaget masyarakat.

“Bukan persoalan kenaikan BBM, elpiji-nya, tapi persoalan yang luput dan sekadar gaya-gayaan adalah tidak pernah ada regulasi penetapan harga. Bagaimana dan apa perlindungan kepada masyarakat atas kebijakan ekonomi ala revolusi mental?,” ujar Farid.

Harga apapun dilepas tergantung permintaan pasar, sehingga sulit bagi rakyat kecil untuk hidup bila saja terjadi kenaikan minyak dunia sepuluh kali nantinya. Pastinya kini masyarakat makin menjerit. Pendapatan tercekik, tapi pengeluaran membengkak. [KM-03]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.