MEDAN, KabarMedan.com | Ritual kenaikan sejumlah bahan pokok memasuki bulan Ramadan kembali terulang dan itu cukup membebani perekonomian keluarga. Kenaikan harga bahan pokok itu sebenarnya terjadi setiap tahunnya, khususnya paling signifikan adalah ketika jelang Ramadan dan lebaran. Jika merujuk pada kondisi riel dipasar maka dipastikan harga-harga kebutuhan pokok merangkak naik lagi.
“Dipastikan setiap menjelang Ramadan dan Lebaran kenaikan harga ditingkat pedagang selalu terjadi. Sudah jadi tradisi setiap tahun kenaikan bahan-bahan konsumsi rumah tangga naik cukup drastis, seperti telur, daging, ikan, beras, daging ayam, daging sapi serta bawang merah dan beras,” kata Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi, Rabu (17/6/2015).
Oleh itu, lanjut Farid, Pemerintah harus bersikap soal harga kebutuhan pokok pada bulan Ramadan dan Idul Fitri. Efek kenaikan harga kebutuhan pokok bakal berimbas dalam kehidupan masyarakat. Pada situasi yang abnormal seperti disebabkan gejolak harga, pemerintah harus serius mengontrol harga kebutuhan pokok memasuki Ramadan dan jelang Idul Fitri agar dapat mengendalikan harga-harga yang langsung berhubungan dengan masyarakat sehari-hari
“Pemerintah mestinya berfungsi sebagai kekuatan Invisible Hand (tangan gaib). Fungsi pemerintah adalah sebagai regulator, pengambil keputusan, memiliki kekuatan untuk mengendalikan pasar, mengawasi dan mengarahkan pasar pada tujuan proteksi kepentingan warga. Lemahnya perlindungan terhadap konsumen ini, membuat posisi pelaku usaha semakin kuat dalam sistem mekanisme pasar,” ujar Farid.
Operasi pasar di daerah dan pusat perlu lebih komprehensif. Secara simultan operasi pasar melalui pasar murah dapat meringankan beban ekonomi. Namun demikian mesti dicatat bahwa operasi pasar cuma membantu pada aspek hilir bukan di hulu. Ada asumsi bahwa kenaikan harga (diduga) akibat permintaan barang meningkat, sedangkan pasokan dan stok menipis.
“Masalahnya, apakah tradisi jelang ramadhan dan lebaran, masyarakat harus dibebani dengan gonjang ganjing harga bahan pokok yang liar? Apa antisipasi pemerintah dalam mengatasi persoalan harga kebutuhan bahan pokok yang seringkali justru terjun bebas?,” tukasnya.
Perpres Bukan Solusi
Wacana agar Pemerintah mengesahkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pengendalian Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting karena bulan Ramadan dan Lebaran telah datang. Penerbitan Perpres itu merupakan payung hukum bagi Kementerian Perdagangan akan memiliki dasar hukum yang kuat dalam melakukan intervensi pasar. Jadi, nantinya menteri memiliki wewenang untuk menetapkan harga yang wajar.
Dengan begitu, masyarakat tidak mengalami kesulitan dalam memperoleh kebutuhan pokok, terutama saat memasuki bulan Ramadan. Pemerintah perlu menjamin kebutuhan bahan pokok dapat terpenuhi serta akan terus konsen dan berupaya sebaik mungkin menjaga stabilisasi harga bahan pokok.
“Perpres pengendalian harga barang oleh pemerintah bukan solusi utama. Secara riel solusi yang tepat adalah dengan memastikan stok kebutuhan pokok aman. Selain Perpres pengendalian harga, Pemerintah dapat menjadikan UU Perdagangan sebagai senjata untuk mengendalikan harga barang pokok,” imbuh Farid.
Selama ini meskipun sederetan peraturan telah diterbitkan, pelbagai kasus tidak mencerminkan pemihakan kepada posisi masyarakat bahkan pelanggaran hak konsumen terus bermunculan sepanjang tahun. Jadi, sangat mustahil Perpres Pengendalian Harga dapat beri perlindungan terhadap konsumen jika pemerintahan yang berjalan tidak peduli pada ihwal yang berkaitan dengan perlindungan masyarakat.
“Konon lagi, subsidi dicabut dan harga komoditas publik berfluktuasi membuat pemerintah telah mengarahkan kemudi negara ke arah mekanisme pasar. Mekanisme pasar telah membuat harga kebutuhan pokok seperti ugal-ugalan dan harga kebutuhan pokok dipasar sudah tidak terkendali,” pungkasnya. [KM-01]