MEDAN, KabarMedan.com | Isu adanya peredaran beras plastik di Indonesia tentu meresahkan konsumen dan pedagang. Apalagi mengingat mayoritas penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai makanan pokok sehari-hari. Masalahnya, beras plastik ini secara fisik sekilas tak jauh berbeda dengan beras-beras asli di Indonesia.
“Masyarakat harus ekstra waspada dan hati-hati dalam memilih beras untuk dikonsumsi. Pasalnya, beras palsu buatan China sudah mulai beredar luas di pasaran. Bisa jadi beras palsu ini juga sudah masuk ke Indonesia,” kata Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi, Rabu (20/5/2015).
Berdasarkan keterangan dari media Singapura; China sedang memproduksi beras palsu. Beras palsu ini sedang didistribusikan di Kota Taiyuan, di Provinsi Shaanxi. Bahkan diindikasikan beras-beras tersebut juga diekspor. Beras palsu ini terbuat dari gabungan kentang, ubi jalar dan resin sintetis yang direkayasa sedemikan rupa sehingga berbentuk menyerupai beras. Resin sintetis ini dinilai sangat berbahaya karena jika dikonsumsi dalam jumlah banyak sifatnya karsinogenik (memicu kanker=red).
“Pada tahun 2012 lalu dan tahun-tahun setelahnya Indonesia pernah impor beras sekitar 496,6 ton dari China dengan nilai 1,8 juta dollar. Namun demikian, belum dapat dipastikan apakah beras palsu ini sudah beredar di Indonesia atau belum,” sebut Farid.
Ekses mengonsumsi beras palsu seperti kata salah seorang pejabat Restoran China Association yaitu; Makan tiga mangkuk nasi palsu ini sama saja dengan makan satu kantong plastik. Menurutnya, LAPK akan melakukan penyelidikan terkait pabrik yang memproduksi beras palsu itu.
Masalahnya peredaran beras palsu itu adalah isu yang belum ada klarifikasi kebenarannya dari pejabat resmi pemerintah. Selanjutnya, kalau ternyata memang benar ada peredaran beras plastik itu, tentu pemerintah harus memberi sanksi berat kepada pemasok, distributor dan pedagang yang memperniagakan beras itu.
“Pemerintah harus segera bertindak untuk memastikan ada atau tidak peredaran beras plastik itu. Membiarkan isu beras plastik tanpa identifikasi yang cepat dapat merugikan dan meresahkan semua pihak. Uji laboratorium sangat penting dan kata kunci untuk menindaklanjuti isu apakah betul beras itu palsu, apakah ada kandungan plastiknya atau bukan. Secara hukum, jika terbukti benar ada ditemukan beras plasyik maka kepada para pemasok ataupun pedagang dapat diterapkan beberepa undang-undang sebagai sanksi hukum,” tandas Farid.
Selain rutin melakukan pengawasan dan pembinaan, menurut Farid, Pemerintah harus bernyali melakukan advokasi atau menertibkan terhadap berbagai praktik bisnis yang cenderung mengabaikan hak-hak konsumen. Di lain pihak, pemerintah perlu bertindak tegas sesuai dengan peraturan yang berlaku sehingga kepentingan dan hak konsumen terjamin.
Bagi importir, distributor dan pengecer yang masih membandel menjual produk tersebut dapat dikenakan sanksi sesuai ketentuan yang berlaku yaitu UU No. 18 Tahun 2012 tentang Kesehatan, UU No. 36 Tahun 2009 tentang Pangan dan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, berupa pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dua milyar rupiah).
“Seperangkat aturan yang bertujuan untuk melindungi kepentingan ekonomi nasional dan hak konsumen harus ditegakkan agar kedaulatan pangan tidak sekadar basa-basi belaka,” pungkas Farid. [KM-01]