MEDAN, KabarMedan.com | Dampak perubahan iklim sepereti bencana banjir dan longsor semakin terasa. Hal itu menjadi pengingat pentingnya kesiapan bersama. Berbagai sector didorong untuk berkolaborasi menghadapi tantangan perubahan iklim sekaligus melindungi masyarakat dan mencegah kerugian yang lebih besar.
Hal tersebut mengemuka dalam diskusi yang digelar Komunitas Siaga Bencana (Kogana) di Medan pada Jumat (13/12/2024). Ketua Kogana, Benny Yudi Purnama mengatakan, diskusi ini merupakan kelanjutan dari diskusi sebelumnya sebagai respon peristiwa bencana yang terjadi.
Beberapa Waktu sebelumnya pihaknya sudah beraudiensi di Komisi D DPRD Sumut pada Senin (10/12/2024). Di pertemuan itu, lanjut Benny, pihaknya membahas tentang banjir besar yang mengepung Kota Medan bersamaan dengan momen pemilihan kepala daerah (Pilkada). Begitu juga dengan bencana banjir dan longsor di sejumlah daerah seperti Tapanuli Selatan, Karo, Deli Serdang, dan lainnya.
Pokok bahasan lain yakni keterlibatan relawan dalam operasi kebencanaan sudah seharusnya lebih terstruktur dan didukung perlindungan yang layak karena selama ini para relawan bekerja atas nama kemanusiaan. “Diskusi hari ini melanjutkan pertemuan di DPRD Sumut kemarin dengan mengundang BMKG, DPRD Sumut, BPBD Sumut dan juga Badan Wilayah Sungai (BWS), tapi BWS tidak datang,” katanya.
Kepala Bidang Penanganan Darurat, Peralatan dan Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumut, Yuyun Karseno mengatakan, untuk mengurangi dampak bencana, diperlukan kesiapsiagaan masyarakat dan kolaborasi lintas sektor. Yuyun mengakui kesiapan dalam menghadapi bencana masih berada pada batas tipis antara tangguh dan rapuh.
“Kalau dibilang tangguh, nyatanya masih ada korban jiwa. Kalau dibilang rapuh, kita tetap bekerja, tetap semangat, dan terus membantu,” katanya.
Dikatakannya, semua pihak punya keterbatasan, tapi itu bukan alasan untuk tidak bekerja karena bantuan bisa datang dari berbagai pihak, termasuk komunitas dan dunia usaha. Menurutnya, penting membangun kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap tanda-tanda bencana seperti misalnya ada suara gemuruh ataupun informasi dari media dan BMKG.
“Harus peka terhadap bunyi-bunyian tanda-tanda lain. Nah kemarin itu ada press release BMKG, sering kali tidak dipedulikan, padahal sudah jelas, informasi itu sangat penting untuk mencegah dampak yang lebih besar. Bencana ini kan nggak bisa diprediksi, makanya kita harus mempersiapkan diri, ada kesiapsiagaan,” katanya.
Di lokasi, dosen di Politeknik Negeri Medan, Dr Rahmad Widia Sembiring mengatakan, bencana alam tak hanya mengancam keselamatan jiwa tetapi juga berpengaruh terhadap sector pendidikan, kesehatan dan ekonomi. Mitigasi bencana memerlukan keterlibatan masyarakat, dunia usaha dan komunitas local karena hal ini tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah.
“Ada tiga sector yang menyentuh langsung pada kehidupan masyarakat, yakni Pendidikan, Kesehatan dan kebencanaan. Nah kita membahas dalam hal refocusing anggaran, ketiga sector itu tidak diganggu,” katanya.
Rahmad menambahkan, sector lain yang juga perlu dilibatkan adalah pengembang properti, dan perbankan. Pengembang properti menurutnya perlu memastikan bahwa kawasan yang dibangun memiliki kajian lingkungan yang memadai, termasuk tidak berada di wilayah rawan banjir dan longsor.
Lebih dari itu, ketersediaan jalur evakuasi dan kajian dampak lingkungan yang menyeluruh. Bahwa dalam kejadian banjir di Villa Patumbak Permai di Kecamatan Patumbak, dan Perumahan de Flamboyan Raya di Jalan Tanjung Selamat, Desa Tanjung Selamat, Sunggal, Deli Serdang, berada di tepat pinggir sungai, Rahmad mengatakan harus dilakukan kajian.
“Saya belum mencoba meneliti ke itu. Tapi ini menarik karena kan kehidupan orang, membeli rumah itu untuk jangka Panjang,” katanya.
Dijelaskannya, berbicara perumahan adalah berbicara bisnis. Di satu sisi, bisnis itu mencari keuntungan. Di sisi lain masyarakat membutuhkan rumah dan pemerintah tidak boleh membiarkan masyarakatnya tidak punya rumah. “Potensi (bencana banjir) itu harus dikaji, dalam konteks nanti bisa menjadi masukan bagi pengambil keputusan atau bagi si calon pemilik rumah. Ini isu penting yang harus dipelajari,” katanya.
Rahmad menambahkan, hal yang penting disoroti adalah peran relawan yang selama ini menjadi garda terdepan dalam menghadapi bencana. Namun sayang sekali bahwa relawan sering menghadapi keterbatasan logistic dan minimnya perlindungan hukum.
Menurutnya, relawan memerlukan perlindungan dimulai dari registrasi formal atau aturan khusus yang memastikan mereka memiliki asuransi dan dukungan logistik yang memadai. [KM-05]