Perusahaan Urutan Kedua Dalam Pelanggaran HAM

PEKANBARU, KabarMedan.com |  Komisi Nasional Hak Azazi Manusia (Komnas HAM) menilai perusahaan menduduki tempat kedua pelanggaran HAM selama tiga tahun berturut- turut. Hal ini berdasarkan pengaduan masyarakat ke Komisi Nasional (Komnas) HAM terkait pelanggaran HAM.

“Peringkat pertama pelanggaran HAM dilakukan polisi sebanyak 2.734 kasus, kedua perusahaan sebanyak 1.231 kasus dan pemerintah daerah 1.011 kasus,” kata Komisioner Komnas HAM Siti Noor Laila dalam Workshop Bisnis dan HAM yang diadakan AJI Indonesia bekerja sama dengan International NGO Forum on Indonesian Development (INFID), Oxfam Indonesia dan IGCN dengan dukungan dari European Union (EU) di Alpha Hotel, Pekan Baru, Rabu (16/11/2016).

Laila menilai, jurnalis juga perlu penguatan dalam pemahaman prinsip HAM.”Jurnalis dalam melakukan peliputan mesti memahami peran antara pebisnis, pemda dan masyarakat, sehingga mampu menempatkan dirinya secara objektif dalam meliput,” ujarnya.

Dari kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan perusahaan, katanya, aspek yang paling dirugikan adalah masyarakat. Karena itu, dibutuhkan keprofesionalan jurnalis dalam memahami persoalan antara Bisnis dan HAM, sehingga mampu melihat secara jernih kasus yang diliputnya.

Baca Juga:  SANRIO Perkuat Perlindungan Kekayaan Intelektual di Asia Tenggara

“Kenapa masyarakat selalu dirugikan?. Alasanya adalah pihak perusahaan kerap menggunakan aparat dalam menjalankan bisnis. Praktek bisnis sendiri terjadi karena adanya kesepakatan perusahaan dengan pemerintah. Sementara polisi cenderung bertindak represif, bukan mengedepankan dialog terbuka dalam menyelesaikan perkara Bisnis dan HAM,” jelasnya.

Dirinya juga menekankan, semua pihak harus menghormati HAM dalam menjalankan bisnis. Perusahaan juga perlu menghormati pelaksanaan bisnis secara bersih dan jujur. “Ada tiga pilar sesuai dengan panduan prinsip-prinsip bisnis dan HAM yang dikeluarkan PBB, yaitu perlindungan dilakukan oleh negara, menghormati HAM tanggungjawab korporasi, dan pemulihan oleh pemerintah dan korporasi,” ungkapnya.

Saiti Gusrini, Programme Manager European Instrument for Democracy and Human Rights (EIDHR), European Union menyatakan, UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup memuat pertanggungjawaban pidana bagi perusahaan/korporasi yang berbuat merusak dan atau mencemarkan lingkungan hidup (Pasal 41 s/d pasal 46). Perusakan dan atau pencemaran lingkungan hidup berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM.

Baca Juga:  SANRIO Perkuat Perlindungan Kekayaan Intelektual di Asia Tenggara

“EU baru mengadopsi kesepakatan bersama negara-negara anggota tentang komitmen mengadopsi UNGP tidak hanya di internal negara mereka tapi juga hubungan dengan negara lain. Konteks Indonesia, isu utama agar membuat country HAM strategis,” ucapnya.

Mugiyanto, Senior Program Officer for Human Rights and Democracy (INFID), mengatakan instrument UNGP dapat menjadi acuan utama untuk memperkaya dan memperdalam isu HAM bagi jurnalis.

Ketua AJI Indonesia Suwarjono mengatakan, jurnalis mempunyai peran penting untuk mendorong dan mengedukasi pelaku usaha terlibat dalam penegakan HAM dan masyarakat tahu haknya. “Workshop ini bagian dari peningkatan kapasitas jurnalis,” pungkasnya. [KM-03]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.