Reni Cahya Mutiasari: Menyebarkan Semangat Literasi Lewat Kandangboekoe Bergerak

Reni Cahya Mutiasari (kaos kuning paling kanan) bersama relawan Kandangboekoe Bergerak mengantar buku pinjaman untuk perpustakaan jemaat Gereja BNKP Luaha Sawo, Nias Utara. Foto: Dok. Kandang Boekoe Bergerak.

GUNUNGSITOLI, KabarMedan.com | Kesukaannya membaca buku membuat seorang Reni Cahya Mutiasari berkeinginan mempunyai perpustakaan sendiri. Dia pun mendirikan Kandangboekoe Bergerak, sebuah komunitas yang digagasnya untuk menyebarkan semangat literasi.

Sewaktu duduk di bangku sekolah, Reni lebih banyak menghabiskan waktu di perpustakaan sekolah. Persoalannya sederhana, dia tak punya uang untuk membeli buku sendiri.

Reni mengisahkan, setelah menikah, bekerja dan punya anak, dia dan suami beserta kedua anaknya sempat tinggal di Semarang antara tahun 1998 – 2008.

“Sebagai seorang ibu, saya menularkan semangat membaca itu kepada anak-anak saya. Jadilah toko buku jadi tempat rekreasi wajib buat kami. Setiap kali gajian, kami selalu ke toko buku. Bahkan kami selalu membuat rencana bulan depan mau beli buku apa,” kata Reni, Kamis (7/5/2020).

Saat itu, lanjutnya, dia punya usaha sendiri membuat mebel yang penghasilannya cukup lumayan dengan 24 orang karyawan. Suaminya bekerja di pabrik kayu lapis sebagai kepala pabrik. Reni dan suami tinggal beda Kota, dimana suaminya hanya pulang ke rumah setiap akhir pekan saja.

“Disitu saya berpikir, sudah saatnya saya melakukan hal yang berbeda dalam hidup saya. Jadi malam itu saya telepon suami dan meminta dia keluar dari pekerjaannya lalu pulang ke Nias (suami Reni adalah orang Nias-red). Saya ingin kami memulai hidup yang baru, bersama-sama,” tuturnya.

Gayung bersambut, suami tercintanya setuju karena yakin apa yang jadi cita-cita Reni pasti bagus juga untuk keluarga mereka.

“Suami dan dua anak saya pulang ke Nias tahun 2007. Saya menyusul setahun kemudian karena saya harus menjual aset usaha, juga memastikan 24 karyawan saya mendapat pekerjaan kembali. Ada juga yang memutuskan untuk membuka usaha sendiri. Saya memberikan alat yang dia butuhkan,” kisahnya.

Tahun 2008 Reni menyusul suami dan anaknya pulang kembali ke Nias, Sumatera Utara. Buku koleksi yang dibawanya dari Semarang banyak sekali. Selain itu, dia juga membeli ribuan komik.

“Bayangan saya saat itu, jangan sampai anak-anak merasa bosan karena Nias pulau terpencil, tidak ada toko buku dan mall,” ujarnya.

Ternyata sampai di Nias, dia mendapati koleksi buku bapak mertuanya juga banyak sekali. Rumahnya pun seperti gudang, dimana-mana buku berserakan.

“Akhirnya saya membuat toko di depan rumah, yang disebut ibu mertua saya sebagai Kandang yang isinya buku. Akhirnya kami semua menamainya dengan Kandangboekoe,” sebutnya.

Kandangboekoe awalnya adalah toko dimana Reni memulai usaha di bidang grafika, seperti cetak undangan, print foto, ketik surat, dll. Tapi seluruh tembok dikelilingi buku-buku.

“Hal itu menarik minat baca masyarakat di sekitar rumah. Kadang saya bekerja sampai larut malam, ditemani beberapa orang yang datang untuk membaca,” sambungnya.

Kaos merchandise Kandangboekoe Nias. Foto: Dok. Kandangboekoe Bergerak.

Reni menuturkan, pendanaan awalnya murni dari pribadi dan dari penjualan merchandise. Lalu pada tahun kedua, terbentuk komunitas Kandangboekoe yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, dan pekerja yang memiliki hobi yang sama, yaitu literasi.

Dari situ lalu banyak kegiatan dilakukan. Buku-buku sumbangan pun berasal dari komunitas itu. Sampai sekarang sudah angkatan ke-4. Regenerasinya muncul begitu saja. Angkatan pertama dan kedua saat ini masih terlibat banyak memberi masukan kepada angkatan di bawahnya. Begitu seterusnya.

Setiap angkatan memiliki program kegiatan yang berbeda. Angkatan 1-2 membuka mata masyarakat sekitar bahwa ada perpustakaan umum di kawasan lapangan pelita, Kota Gunungsitoli, Nias.

Keceriaan anak-anak PAUD Gemilang, Desa Nazalou Lolowua, Kecamatan Gunungsitoli Alo’oa, Kota Gunungsitoli. Foto: Dok. Kandangboekoe Bergerak.

“Angkatan 3-4 program kegiatannya mulai melakukan aksi kegiatan keluar sehingga Kandangboekoe lebih dikenal masyarakat luas. Ada program PAUD to PAUD, yaitu meminjamkan buku ke PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang ada di sejumlah Desa di 4 Kabupaten dan 1 Kota di Nias. Lalu membuat perpustakaan umum di taman kota setiap hari Sabtu dan Minggu,” bebernya.

Selain itu, Kandangboekoe juga membuka perpustakaan untuk warga binaan lembaga pemasyarakatan Lapas Klas II-B Gunungsitoli.

Kandangboekoe Bergerak bermitra dengan Lapas Kelas II-B Gunungsitoli, Nias, untuk menyebarkan semangat literasi untuk warga binaan. Foto: Dok. Kandang Boekoe Bergerak.

Kandangboekoe Bergerak juga aktif terlibat dalam komunitas kebencanaan bersama lembaga-lembaga yang ada di Nias, seperti melakukan sosialisasi pengurangan risiko bencana di Pulau Nias.

“Lalu kegiatan yang terakhir kami lakukan, membagi masker gratis ke pasar-pasar tradisional sekaligus melakukan sosialisasi pencegahan COVID-19 kepada masyarakat Desa,” ucapnya.

Pembagian masker kain dari komunitas Kandangboekoe Bergerak bersama sejumlah lembaga kemanusiaan untuk Panti Asuhan Faomasi Zo’aya Laverna, Kota Gunungsitoli. Foto: Dok. Kandangboekoe Bergerak.

Kedepannya, komunitas Kandangboekoe Bergerak berencana melibatkan diri dalam pembentukan perpustakaan Desa.

“Biar bagaimana pun pendidikan baru bisa maksimal bila masyarakatnya gemar membaca. Mimpi kami yang belum tercapai adalah membuat perpustakaan keliling, entah menggunakan motor atau mobil. Mengunjungi Desa-desa terpencil dan mengajak anak-anak membaca buku,” pungkas Reni. [KM-01]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.