MEDAN, KabarMedan.com | Write off (penghapusbukuan=red) merupakan mekanisme resmi yang memiliki dasar hukum, sehingga dapat dilakukan kalangan perbankan pada umumnya dalam menangani portofolio kredit bermasalah.
Dimana dana yang dipergunakan untuk hapus buku tersebut sebenarnya telah disiapkan dengan pembentukan cadangan penghapusan aktiva produktif sesuai Peraturan Bank Indonesia.
“Kebijakan write off ini juga pernah ditempuh oleh berbagai bank BUMN dan BUMD lainnya sebagai upaya penyehatan sistem kredit dan piutang dalam neraca bank,” kata pengamat ekonomi Gunawan Benjamin, di Medan, Selasa (16/2/2015).
Menurut Gunawan, write off merupakan penghapusbukuan secara administratif terhadap aset kredit yang tidak produktif, yakni kredit bermasalah.
“Berbeda dengan hapus tagih, hapus buku tidak menghilangkan hak bank untuk melakukan penagihan terhadap debitur untuk melunasi kewajibannya. Legalitas formal kebijakan write off tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No 14/15/PBI/2012 tentang Penilaian Kualitas Aset Bank Umum,” terangnya.
Menyinggung prosedur write off, Gunawan Benjamin menjelaskan, sesuai Peraturan Bank Indonesia No.7/2/PBI /2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, bank wajib memiliki kebijakan dan prosedur tertulis mengenai hapus buku dan hapus tagih, dimana kebijakan write off wajib disetujui oleh Komisaris dan prosedurnya wajib disetujui paling kurang oleh Direksi.
Dia menyakini, Bank Sumut tentunya menempuh mekanisme legalitas formal tersebut, karena tidak mungkin bank mengambil kebijakan write off tanpa pertimbangan hukum.
Secara terpisah, Pls. Sekretaris Perusahaan Bank Sumut Erwin Zaini menegaskan, Anggaran Dasar PT Bank Sumut No 05 tanggal 10 Nopember 2008 pasal 14 juga telah mengatur tugas dan kewenangan direksi di mana salah satunya adalah mengapusbukukan piutang perseroan dari pembukuan.
“Berdasarkan Peraturan PT Bank Sumut No. 006/Dir/SP-Hk/PBS/2015 tentang Tata Tertib dan Tata Cara Menjalankan Pekerjaaan Direksi, dimana diatur bahwa Direksi berkewajiban untuk menyusun kebijakan mengenai hapus buku dan hapus tagih, sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan ketentuan bank yang berlaku dan kebijakan tersebut wajib mendapat persetujuan dari Dewan Komisaris,” ucap Zaini.
Berdasarkan PBI, lanjut dia, bahwa berdasarkan Anggaran Dasar Bank Sumut dan Peraturan Bank Sumut tersebut, PT Bank Sumut tidak mewajibkan lagi adanya persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham untuk melakukan hapus buku, karena kewajiban itu sudah dihapuskan pada tahun 2009.
“Peraturan Bank Indonesia dan Peraturan Bank Sumut hanya mewajibkan kebijakan hapus buku disetujui oleh Dewan Komisaris. Kebijakan write off yang dilakukan Bank Sumut telah mendapat persetujuan Komisaris, yang selanjutnya dituangkan dalam Peraturan Direksi Bank Sumut No. 011/Dir/DPK-Restr/PBS/2015. Write Off bank Sumut juga telah diakomodir dalam Rencana Bisnis Bank (RBB) Bank Sumut,” jelasnya.
Menurut Erwin, write off menggunakan cadangan CKPN (Cadangan Kerugian Penurunan Nilai), sehingga tidak mempengaruhi laba Bank Sumut. CKPN adalah dana yang disisihkan untuk menutupi risiko atas kredit bermasalah.
“Kami berterimakasih atas kepercayaan masyarakat Sumatera Utara terhadap Bank Sumut, khususnya nasabah loyal kami karena tidak mudah terpengaruh oleh isu-isu yang belum dapat dipastikan kebenarannya. Sampai saat ini operasional Bank Sumut tetap berjalan lancar,” demikian Erwin. [KM-01]