MEDAN, KabarMedan | Kementerian Komunikasi dan Informatika menyampaikan ada 6 jenis vaksin yang tersedia di Indonesia, yaitu Sinovac, AstraZeneca, Sinopharm, Moderna, Pfizer, dan pada (11/9/2021) vaksin terbaru jenis Johnson & Johsnson tiba pertama kali di Indonesia.
Vaksin Covid-19 bermanfaat untuk memberi perlindungan agar tidak tertular atau sakit berat akibat Covid-19 dengan cara menimbulkan atau menstimulasi kekebalan spesifik dalam tubuh. Berikut penjelasan mengenai perbedaan 6 jenis vaksin Covid-19 di Indonesia yang dilansir melalui alodokter:
1. Sinovac
Vaksin Sinovac adalah jenis vaksin Covid-19 yang pertama di Indonesia dan mendapat izin penggunaan darurat dari BPOM. Izin penggunaan darurat terhadap Sinovac diberikan setelah BPOM mengkaji hasil uji klinis tahap III vaksin yang dilakukan di Brazil, Turki, Indonesia (Bandung).
Dari hasil analisis terhadap uji klinis fase III di Bandung menunjukkan efikasi, yaitu efek perlindungan terhadap Covid-19 sebesar 65,3 persen. Jumlah setiap dosisnya 0,5 ml, dengan interval minimal pemberian antar dosis adalah selama 28 hari.
Vaksin Sinovac yang dikenal juga dengan nama CoronaVac ini merupakan vaksin yang mengandung virus SARS-CoV-2 yang sudah tidak aktif. Penyuntikan vaksin Sinovac akan memicu sistem kekebalan tubuh untuk mengenali virus yang sudah tidak aktif ini dan memproduksi antibodi untuk melawannya sehingga tidak terjadi infeksi Covid-19.
Di dalam produk vaksin ini juga terkandung aluminium hidroksida sebagai bahan tambahan yang berfungsi untuk meningkatkan respon sistem kekebalan tubuh terhadap vaksin.
Beberapa efek samping yang mungkin terjadi setelah menerima vaksin Sinovac adalah nyeri, kemerahan atau bengkak ditempat bekas suntikkan, demam, badan terasa lelah, nyeri otot, sakit kepala, mual dan muntah.
2. AstraZeneca
AstraZeneca merupakan vaksin Covid-19 buatan farmasi Inggris. BPOM memberikan izin penggunaan darurat untuk AstraZeneca usai melakukan evaluasi bersama Komite Penilai Obat dan pihak lainnya.Vaksin Covid-19 yang dikembangkan oleh AstraZeneca dan University of Oxford ini memiliki efikasi sebesar 63,09 persen.
Vaksin AstraZeneca berasal dari virus hasil rekayasa genetika (viral vector). Vaksin ini bekerja dengan cara menstimulasi atau memicu tubuh untuk membentuk antibodi yang dapat melawan infeksi virus SARS-Cov-2. Vaksin jenis ini digunakan oleh dewasa usia di atas 18 tahun.
Vaksin AstraZeneca akan diberikan langsung oleh dokter. Dosis dalam sekali suntik adalah 0,5 ml. Penyuntikan vaksin dilakukan sebanyak 2 kali dengan jarak 4-12 minggu. Jika sebelumnya Anda pernah terkena Covid-19, vaksin AstraZeneca dapat diberikan setidaknya 6 bulan setelah Anda sembuh.
Beberapa efek samping yang mungkin terjadi setelah menerima vaksin AstraZeneca adalah nyeri, gatal, atau memar di area suntikkan, sakit kepala, tidak enak badan, tubuh terasa lelah, nyeri otot dan sendi, muntah, demam, menggigil dan gejala flu.
3. Sinopharm
Vaksin Sinopharm mulai dikembangkan pada awal tahun 2020 oleh China National Pharmaceutical Group (Sinopharm) yang merupakan perusahaan farmasi milik pemerintahan China. Vaksin Covid-19 buatan Sinopharm ini diberi nama BBIBP-Corv.
Dari uji klinis tahap ketiga yang dijalankan oleh Sinopharm di China, vaksin BBIBP-Corv dikatakan memiliki nilai efikasi sebesar 79,34 persen. Jumlah ini sudah melampui standar efikasi minimal yang ditetapkan oleh WHO, yaitu sebesar 50 persen.
Vaksin Sinopharm berisi virus Corona yang dimatikan (inactivates virus). Vaksin Sinopharm bekerja dengan cara memicu sistem kekebalan tubuh untuk menghasilkan antibodi yang dapat melawan virus Corona.
Vaksin Sinopharm disuntikkan sebnayak 2 kali dengan jarak 21 hari. Dosis vaksin Sinopharm yang diberikan dalam sekali suntik adalah 0,5 ml. Vaksin ini diperuntukkan bagi orang dewasa usia 18-60 tahun.
Berdasarkan analisis data uji klinis tahap 2, efek samping vaksin Sinopharm masuk dalam kategori ringan-sedang, tidak berbahaya, dan bisa pulih dengan cepat. Efek samping yang dapat terjadi setelah disuntik vaskin Sinopharm adalah nyeri dan kemerahan pada area yang disuntik, demam ringan, sakit kepala, dan rasa lelah.
4. Moderna
Vaksin Moderna atau Mrna-1273 dikembangkan sejak Januari 2020 oleh Moderna and Vaccine Research Center at the National Institute of Allergy and Infectious Disease (NIAID) di Amerika. Vaksin Moderna telah mendapatkan izin penggunaan darurat untuk mencegah infeksi Covid-19 pada orang dewasa usia di atas 18 tahun.
Vaksin ini tidak menggunakan virus yang dilemahkan atau dimatikan, melainkan menggunakan komponen materi genetik yang membuat sistem kekebalan tubuh memproduksi spike protein. Protein tersebut merupakan bagian dari permukaan virus Corona.
Dari uji klinis yang sudah dilakukan, vaksin ini menunjukkan nilai efikasi sebesar 94,1 persen. Penyuntikkan dilakukan sebanyak 2 kali dengan jarak 28 hari dengan dosis sebanyak 0,5 ml.
Beberapa efek samping yang bisa terjadi setelah menerima vaksin Moderna adalah nyeri, bengkak, atau kemerahan di area bekas suntikkan, rasa lelah, sakit kepala, nyeri otot, nyeroi sendi, menggigil, mual dan muntah, serta demam.
5. Pfizer
Vaksin Pfizer atau vaksin mRNA merupakan vaksin hasil kerja sama perusahaan bioteknologi Jerman, BioNTech dengan perusahaan farmasi asal Amerika, Pfizer. Berdasarkan hasil uji klinis tahap III yang dilakukan di Amerika Serkat, Jerman, Turki, Afrika Selatan, Brazil, dan Argentina, vaksin Pfizer memiliki nilai efikasi sebesar 95 persen.
Jenis vaksin ini akan memicu sistem kekebalan tubuh membentuk spike protein, yang nantinya akan membantu tubuh membentuk antibodi yang dapat melawan virus Corona. Suntikan vaksin Pfizer diberikan sebanyak 2 kali dengan jarak 21 hari. Dosis vaksin Pfizer dalam sekali suntik adalah 0,3 ml.
Beberapa efek samping yang dapat terjadi setelah menggunakan vaksin Pfizer adalah nyeri, kemerahan atau bengkak ditempat bekas suntikkan, sakit kepala, nyeri otot atau nyeri sendi, menggigil, mual atau merasa tidak enak badan, dan demam ringan.
6. Johnson & Johnson
Vaksin Johnson & Johnson dikembangkan oleh Janssen Pharmaceuticals Companies of Johnson & Johnson. Di dalam vaksin Johnson & Johnson terkandung adenovirus tipe 26 yang tidak dapat bereplikasi, asam sitrat monohidrat, tridosium sitrat dihidrat, 2-hydroxypropyl-?-cyclodextrin (HBCD), plysorbat-80, dan natrium klorida.
Vaksin Johnson & Johnson bekerja dengan membuat spike protein Sars-Cov-2 yang akan merangsang tubuh untuk mengenal dan membentuk antibodi. Dari uji klinis yang dilakukan, vaksin Johnson & Johnson memiliki nilai efikasi sebesar 66,3 persen.
Vaksin Johnson & Johnson diberikan dalam dosis tunggal sebanyak 0,5 ml. Vaksin ini bisa diberikan kepada orang yang sudah berusia 18 tahun ke atas.
Beberapa efek samping yang mungkin terjadi setelah menerima vaksin Johnson & Johnson adalah nyeri, kemerahan atau bengkak ditempat bekas suntikkan, sakit kepala, rasa lelah, nyeri otot, mual dan demam. [KM-101]