Begini Cara Arnan “Menambang” Mata Uang Virtual di Internet

MEDAN, KabarMedan | Sejak 2008 mata uang virtual (MUV), seperti bitcoin (BTC), ether (ETH), litecoin (LTC) dan ratusan MUV lainnya mengubah cara manusia mendefinisikan uang. Tidak seperti uang konvensional (fiat currency), uang virtual tidak dibuat oleh negara dengan cara mencetaknya, tetapi murni dibuat dengan peranti lunak komputer, yang disebut dengan mining dan berlangsung di jaringan Internet.

“Secara mendasar menambang (mining) adalah proses menghasilkan MUV, di mana penambang mendapatkan reward, juga berupa MUV, atas perannya memverifikasi setiap transaksi yang terjadi di dalam sistem. Untuk melakukan itu miner harus menggunakan komputer berspesifikasi tinggi dan dengan peranti keras khusus. Semakin tinggi spesifikasi komputernya, maka semakin besar peluangnya mendapatkan reward. Mining dapat dilakukan secara solo, yaitu dengan membeli sendiri perlengkapan yang diperlukan. Namun cara ini perlu modal yang tidak kecil, belum lagi perlu memikirkan biaya listrik yang besar, dan biaya-biaya lainnya, dan harus diawasi sendiri selama 24 jam non-stop. Apalagi cara mining ini tingkat kesulitanya semakin hari semakin tinggi, karena transaksi semakin banyak dan kerap. Cara lainnya adalah cloud mining, yang memerlukan sedikit pengawasan daripada solo mining, karena kita tidak berhadapan secara langsung dengan komputer. Kita tidak perlu melakukan perawatan peranti keras dan peranti lunak komputer, karena dilakukan oleh penyedia komputer cloud mining,” kata Arnan Septian (28), warga Medan yang melakukan cloud mining sejak tahun 2013.

Arnan mengakui awalnya ia hanya iseng-iseng nyemplung ke dunia MUV ini. Sebelum beralih ke cloud mining, ia mulai mendapatkan bitcoin dalam jumlah kecil-kecilan dengan cara mengikuti website atau aplikasi faucet. Dengan cara ini, biasanya pengguna diharuskan mengisi Captcha atau jenis tugas lainnya secara berkala. Hingga dalam batas jumlah bitcoin tertentu, pengguna baru bisa melakukan withdraw langsung ke e-wallet yang dimilikinya.

“Awalnya saya hanya iseng ikutin faucet untuk mengisi waktu luang di depan laptop. Saya pikir mengapa tidak, daripada tidak ada kegiatan lain. Lagipula saya yakin betul harga bitcoin dan MUV lainnya di masa depan akan naik terus. Hasil dari cloud mining yang saya dapatkan juga bisa digunakan untuk menambah hashing power (satuan kecepatan komputasi) komputer yang kita gunakan,” tegas Arnan yang fokus pada cloud mining untuk MUV monero (XMR).

Bagi orang lain yang ingin melakukan cloud mining, Arnan menyarankan harus memiliki kesabaran ekstra, apalagi harga MUV ini naik-turun bisa sangat drastis dalam hitungan jam, tergantung situasi pasar dan para spekulan. Terkadang, kata Arnan, saya terkendala dengan ketersediaan hashing power yang ingin saya gunakan.

“Sudah sangat banyak layanan cloud mining yang saya coba. Pada tahun 2013 modal awal saya melakukan cloud mining monero dengan modal Rp5 juta di cloudhashing.com. Dalam tempo kurang dari 9 bulan saya sudah balik modal, dengan rata-rata profit setara US$40 dolar per hari, bergantung harga pasar di masa itu. Saya juga pernah melakukan mining di hashflare.io dan genesis-mining.com dengan masa kontrak satu hingga dua tahun. Kalau mau yang jangka pendek, dalam hitungan jam bisa menggunakan miningrigrentals.com dan nicehash.com,” jelasnya.

Tren positif

Penetrasi MUV dan teknologi blockchain yang menjadi asas MUV kian besar dan mengglobal. Ini menarik perhatian perusahaan-perusahan ternama, Citi Group, Barclays, Intel, Microsoft, Amazon, Google dan lain-lain, termasuk militer Amerika Serikat. Semakin banyak pula perusahaan-perusahaan yang terlibat, setidaknya setelah konsorsium R3, pada 23 Mei lalu menggelontorkan dana US$107 juta untuk riset tentang blockchain dan mata uang virtual. R3 didirikan pada tahun 2014 di New York oleh David E. Rutter dan sebagai konsorsium terbesar di dunia dalam pengembangan DLT (distributed ledger technology). R3 terdiri dari 70 lembaga keuangan internasional, di antaranya SBI Group, Citi Group, Bank of America, Merrill Lynch and HSBC, ING, Banco Bradesco, Itaú Unibanco, Natixis, Barclays, UBS, Wells Fargo, Credit Suisse, Goldman Sachs, J.P. Morgan, dan lain-lain.

R3 sendiri belum lama ini telah meluncurkan private blockchain (lawan dari public blockchain Bitcoin dan Ethereum), bernama Corda, yang dapat diterapkan pada sistem perbankan dan asuransi. Sama-sama bersifat open source, Corda dapat dikembangkan secara bersama-sama oleh banyak programmer di seluruh dunia.

Data di Cryptocompare.com menunjukkan, sejak 28 April 2013 hingga 16 Juni 2017, market capital keseluruhan MUV mencapai $US97,1 miliar. Bandingkan dengan capaian tahun 2013 baru US$1,2 miliar. Jikalau dipukul rata, maka pertumbuhannya setiap tahun mencapai US$24 miliar. Anda pun dapat membayangkan sendiri seberapa cepat uang itu berputar, pada rentang setahun: pada 16 Juni 2016 baru bertengger di angka US$14,3 miliar. Bitcoin (BTC) yang masih menjadi jawara, memiliki market capital sekitar US$40,5 miliar, sedangkan pesaing terberatnya ether (ETH), US$13,3 miliar.

Secara global, rata-rata harga bitcoin pada pertengahan Mei 2017 lalu sempat menembus setara Rp40 juta, bahkan di saat yang sama di Korea Selatan, harga di pasaran negeri ginseng itu mencapai Rp50 juta, tetapi dengan cepat turun.

Naik-turun harga MUV sangat tergantung pada kadar permintaan dan penawaran para pengguna MUV. Jikalau dalam waktu singkat sangat banyak orang menukarkan MUV-nya ke mata uang fiat (seperti dolar AS atau rupiah), maka harga secara sistematis turun, dan demikian sebaliknya. Dengan kata lain, sistem yang dianut MUV adalah pasar bebas (liberal), menolak regulasi, dan desentralistik. Itulah sebabnya ketika ada perubahan protokol pada teknologi blockchain yang mendasari sistem itu, diperlukan mekanisme konsensus antara para miner dan exchanger, termasuk pengembang kode program. [KM-02)

 

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.