Bertema Lingkungan, Film parHEREK Miliki Potensi Besar untuk Terus Dibangun

MEDAN, KabarMedan.com | Sebagai bertema lingkungan, film dokumenter parHEREK (Penjaga Kera) dinilai sangat kuat dan memiliki potensi untuk terus dibangun. Pun demikian, perlu ada beberapa pengayaan materi di beberapa segmen.

“Materinya bagus. Ada potensi besar yang bisa dibangun. Plot, struktur dan materi lengkap. Onny sebagai seorang jurnalis, jadi insting investigasinya keluar. Tapi dari perspektif film, kita harus tahu tujuan film ini untuk apa. Banyak yang bisa dikembangkan dari materi yang dimiliki,” kata Tonny Trimarsanto, sutradara film dokumenter nasional dan internasional, pada kegiatan review film dokumenter parHEREK di Sekretariatan Asosiasi Dokumenteris Nusantara (ADN) Korda Kota Medan, Minggu (29/11/2020).

Tonny Trimarsanto adalah lulusan Institut Kesenian Jakarta yang meraih berbagai penghargaan nasional dan mancanegara, seperti Film Serambi yang mendapat penghargaan pada Festival Film Cannes tahun 2006, Renita di tahun yang sama. Lalu ada Bulu Mata tahun 2016 yang mendapat Piala Citra di ajang Festival Film Indonesia tahun 2017. Tonny Trimarsanto saat ini juga menjabat ketua umum ADN.

Melihat film parHEREK, Tonny mengaku jadi teringat pada The Cove, sebuah film dokumenter bertema lingkungan pemenang Academy Award tahun 2009. Film tersebut menggambarkan bagaimana nelayan Jepang mengumpulkan hingga 1.000 lumba-lumba dalam setahun untuk dijual ke taman laut atau dibunuh untuk diambil dagingnya.

“Film bertema lingkungan amat jarang, maka perlu spesifikasi. Ada peluang besar di sini, dan dalam proses pembuatannya perlu melibatkan kawan-kawan dari daerah lain, seperti Jakarta.
Saya siap membantu,” katanya.

Munculnya nama Tonny Trimarsanto sebagai konsultan film parHEREK bukanlah mendadak. Onny mengatakan dia sudah lama berkonsultasi kepada Tonny di Klaten, di Rumah Dokumenter Klaten. “Itu sebelum parHEREK dieksekusi (diproduksi),” ujar Onny yang juga ketua ADN Korda Kota Medan ini.

Onny menjelaskan, review film tersebut bersifat internal. “Setelah mendapat masukan dari kawan-kawan di ADN Korda Kota Medan, ada baiknya kita buka diskusi dan terbatas kepada siapa saja yang tertarik belajar atau mendalami film dokumenter. Saya sampaikan perihal itu ke Mas Tonny, dan dia menyambut hangat karena di sana nanti kita bisa saling sharing,” ujar Onny yang saat ini juga menjabat sebagai koordinator Komite Film di Dewan Kesenian Sumatera Utara (DKSU).

Onny menjelaskan, film dokumenter parHEREK ini diproduseri oleh Ria Novida Telaumbanua dari Rumah Inspirasi yang juga Plt. Kadisbudpar Sumut. Film ini juga mendapat dukungan dari Pemerintah Propinsi Sumatera Utara, khususnya Wakil Gubernur Sumatera Utara, Musa Rajeckshah.

Acara dibuka permainan gitar akustik oleh Hanna Pagiet yang membawakan dua buah lagu berturut. Selanjutnya pemutaran film parHEREK berdurasi sekitar 45 menit. Alur cerita mengenai komunitas monyet yang menjadi pengemis di Desa Sibaganding, sebuah jalan raya menuju kota wisata Parapat.

Sekadar informasi, beberapa film dokumenter yang disutradarai Onny Kresnawan telah pula menerima penghargaan kompetisi film berskala nasional dan internasional. Antara lain, film Berharap Air Di Atas Air mendapat penghargaan di Kompetisi Manusia dan Air FORKAMI, Jakarta (2008), Pantang di Jaring Halus sebagai film terbaik di JEFIVAL, Jatim (2008).

Lalu, film Perempuan Nias Meretas Jalan Kesetaraan mendapat penghargaan tayang di CST Confrence ECPAT di Bali (2009), Smong menerima penghargaan Film Terbaik di Festival Film Kearifan Budaya Lokal, Kemendikbud (2011), Omasido Sekola sebagai Special Mention di Erasmus Huis International Documentary Film Festival, Konsulat Belanda (2013) dan Raonraon Medan sebagai Video Pariwisata Nusantara Terbaik di Toraja Film Festival, Toraja (2018). [KM-01]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.