[CEK FAKTA] Angka Bunuh Diri Lebih Banyak Ketimbang COVID-19? Cek Faktanya

KabarMedan.com | Beredar sebuah informasi yang menyatakan angka bunuh diri lebih tinggi dibanding angka kematian akibat terkonfirmasi COVID-19.

Akun Twitter milik @lexisrios_ memposting sebuah narasi yang membahas isu tentang angka kematian akibat bunuh diri lebih banyak ketimbang virus corona.

Berikut narasi lengkapnya jika diartikan dalam Bahasa Indonesia :

Ada lebih banyak kematian karena bunuh diri daripada kematian akibat virus corona COVID-19 dalam dua bulan terakhir. Bersikap baik itu tidak sulit. Jadi, lepas saja masker Anda.

Kendati demikian, ia tidak menyebutkan perbandingan angka kematian antara bunuh diri dan terkonfirmasi positif corona.

Benarkah angka bunuh diri lebih tinggi dari pada angka kematian terkonfirmasi positif COVID-19 ?

Setelah ditelusuri melalui mesin pencari, Google. Hasil penelusuran mengarahkan ke situs Politi Fact dengan judul artikel: “No, suicides have not outpaced COVID-19 deaths”. Artikel itu dipublikasikan pada 27 Oktober 2020.

Dalam artikelnya, Politi Fact menyebut klaim angka kematian akibat bunuh diri lebih banyak ketimbang COVID-19 adalah salah. Situs ini juga menghubungi Tom Brady untuk menanyakan sumber unggahannya di Instagram, tapi tidak ada jawaban.

Artikel itu juga mengambil data statistik bunuh diri dari Pusat Statistik Kesehatan Nasional Amerika Serikat. Data yang diambil sejak tahun 2018, menunjukkan, ada 48.312 kasus bunuh diri yang dilaporkan, rata-rata kasus ini terjadi sebanyak 4.026 per bulan.

Kemudian, angka kematian akibat virus corona per bulan di Amerika Serikat, yakni empat kali lebih tinggi atau lebih dalam beberapa bulan terakhir. Saat bulan Juni, ada sekitar 19 ribu kematian akibat covid-19. Sekarang, ada 22 ribu kematian per bulan.

Hasil penelitian mengarahkan ke situs Oxford Academic dengan judul artikel: “The impact of the COVID-19 pandemic on suicide rates”. Artikel ini sudah dipublikasikan pada 10 Oktober 2020.

Dalam penelitian yang dilakukan di AS, Inggris, Italia, Jerman, Bangladesh, India, dan negara lain menyebut ada kemungkinan kasus bunuh diri diakibatkan oleh COVD-19. Namun, jumlahnya tidak banyak akibat corona.

Sebagai contoh dalam artikel tersebut, seorang Kepala Departemen Darurat berusia 49 tahun di rumah sakit New York City meninggal karena bunuh diri setelah memberi tahu keluarganya tentang penderitaan luar biasa dan kematian yang dia saksikan saat merawat pasien virus corona.

Kemudian ada juga seorang pria Bangladesh berusia 36 tahun bunuh diri karena dia dan orang-orang di desanya mengira dia terinfeksi COVID-19 setelah mengalami gejala demam dan pilek. Namun, setelah pemeriksaan postmortem, pria itu tidak terinfeksi COVID-19.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa informasi mengenai angka bunuh diri lebih tinggi dari pada angka kematian terkonfirmasi positif COVID-19 merupakan informasi tidak benar alias hoaks. [Tim Fact Checker]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.