Detik-detik Presentasi PT NSHE Dipotong Aksi Walhi Sumut Dengan Teriakan Pembohong Besar

MEDAN, KabarMedan.com | Tidak hanya beraksi di depan hotel, Walhi Sumatera Utara juga menggelar aksi di dalam ruang talkshow di Perhelatan 9th Indonesia Climate Change Forum and Expo yang digelar di Santika Premiere Dyandra Hotel & Convention, Medan. Aksi mereka dilakukan oleh dua orang yang berorasi sambil memegang poster kecil bertuliskan Hutanku Terluka dan NSHE Go To Hell.

Kedua aktivis itu memotong presentasi Agus Djoko Ismanto yang berjudul PLTA Batangtori Aksi Nyata Mitigasi Perubahan Iklim. Saat itu, Agus mengatakan baahwa pihaknya sangat yakin bahwa banyak yang akan berjuang mengatasi perubahan iklim. Dia sepakat dengan pernyataan narasumber sebelumnya, Sonny Keraf dampak perubahan iklim sudah terasa.

“Kita berbagi tugas. Bapak dan ibu tentu akan bertindak sesuai dengan peran dan kemampuannya. Kami dapat tugas dari pemerintah, pusat dan daerah untuk membangun PLTA, namanya PLTA Batang Toru. Apa yang bisa kami subangkan terhadap isu perubahan iklim ini,” katanya.

Jadi, lanjutnya, PLTA Batang Toru akan bisa mengurangi penggunaan sumber energi fosil. Subtitusi energi fosil, kata dia, sebesar 1,6 juta ton karbon ekuivalen per tahun. Menurutnya, membayangkan karbon yang hilang di langit adalah hal sulit. “Dua hari yang lalu ada presentasi dari KLHK menghitung peran hutan Ciberekah menyerap karbon. Di sana bisa menyerap 7 ton karbon per hektare per tahun. Sekarang  ambil kalkulator lalu hitung 1,6 juta ton karbon kalau dibagi 7, itu kira-kira,” tak selesai dijelaskannya, tiba-tiba terdengar suara keras seorang perempuan di ruangan.

Perempuan tersebut membawa poster kecil bertuliskan NSHE Go To Hell. Dalam orasinya dia menyebut pembohong besar. Dikatakannya, bagaimana bisa korporasi kotor  seperti mereka ada di panggung megah ini. Kenyataannya, lanjut dia, mereka membangun PLTA di Batang Toru, lebih dari 400 hektare lahan masyarakat dan menggusur habitat satwa yang baru saja ditemukan.

“Dan merusak hutan. Bagaimana bisa mereka kemudian bicara mitigasi perubahan iklim. Sementara mereka merusak hutan di Batang Toru,” katanya.

Seorang aktivis lainnya, yang membawa poster bertuliskan Hutanku Terluka mengatakan, tak akan bisa bisa terjadi membicarakan perubahan iklim, jaga hutan sedangkan faktanya hutan ditebang dan dirambah oleh mereka. “Lalu apa sekarang, orangutan tapanuli yang menjadi kebanggaan Indonesia, habitatnya terancam.  Apakah kita diam untum itu, tak bisa,” katanya.

Menurut mereka, pemerintah tak seharusnya memberikan panggung kepada korporasi kotor lalu menyuguhkan pendidikan kotor. “Bahkan mereka sendiri telah secara terang-terangan melakukan pemalsuan tanda tangan tim ahli. Kita tidak menolak energi terbarikan. Cuma harus benar-benar clear and clean. Tidak bisa main terus. Bagaimana menciptakan keadilan ekologi kalau tetap teraksana sampai sekarang,” katanya.

Saat itu, seseorang mencoba untuk menghentikan orasi mereka namun tidak berhasil. Agus sendiri, tetap berdiri tenang di panggung bersama dengan Kepala Humas KLHK Djati Witjaksono, Mantan Menteri Lingkungan Hidup, A. Sonny Keraf dan moderator Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sumut, Binsar Situmorang.

Seolah tidak terjadi apa-apa, Agus justru mengucapkan terima kasih dan mengajak untuk bermain hitung-hitungan. Menurutnya, 1,6 juta ton karbon per tahun kalau digunakan fungsi hutan yang di Ciberekah itu setara dengan 200 ribu hektare fungsi dari hutan yang dipertahankan. Ketika pembangunan, kata dia, ada proses land clearing. Ada sebagian yang harus pembukaan lahan karena lerengnya berat. Tak mungkin bekerja di tanah yang miring.

“Nah, berapa karbon yang teremisi dari pembukaan lahan, ternyata tidak banyak karena hasil penelitian kita kandungan karbon di lahan  yang kita buka ini sangat kecil. Totalnya kalau diambil nilai rata-ratanya, adalah 20,3 ton itu yang akan hilang selama proses pembukaan lahan,” katanya.

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.