Inklusivitas Keuangan dengan MicroMoney

MEDAN | KabarMedan.com | Berdasakan kajian Accenture, lebih dari sepertiga populasi orang dewasa di dunia tidak atau sedikit memiliki akses ke layanan keuangan formal. Organisasi itu memperkirakan dengan memberikan akses kepada mereka, mampu meningkatkan pendapatan bank setidaknya sebesar US$380 juta miliar. Kebanyakan dari populasi tersebut datang dari kalangan berpendapatan bawah-menengah di negara-negara berkembang. Walaupun beberapa dari mereka tinggal di negara berpenghasilan tinggi, kebanyakan dari mereka tidak menggunakan layanan bank dalam aktivitas sehari-hari.

Kajian itu mencatat, dengan pendapatan yang terus bertumbuh, keuangan inklusif adalah salah satu  agenda terpenting bagi publik dan lembaga keuangan swasta di dunia. Di Indonesia, OJK melakukan itu melalui serangkaian program. Bank semakin didorong untuk mengambil langkah tepat bagi orang-orang yang tidak memiliki akses ke bank, sebagai pasar yang menarik. Hal tersebut diselenggarakan dengan mengubah model pelaksanaannya, setidaknya mengubah cara melakukan penawaran.

Kecerdasan buatan dan Big Data

Sebagai penegasan atas layanan itu, selama lebih dari dua dekade, industri perbankan telah menerapkan teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan teknologi Big Data. Nah, bagaimana jikalau kedua teknologi itu dikombinasikan dengan teknologi blockchain, yang merupakan basis dari mata uang virtual (MUV) seperti bitcoin dan ether?

Ketika teknologi kecerdasan buatan dan Big Data telah mampu memetakan secara tepat profil peminjam uang di bank, maka dengan menyisipkan teknologi blockhain, bank mampu melakukan langkah serupa dengan lebih canggih lagi. Dengan tambahan teknologi itu, bank mampu memperoleh data lebih yang lebih presisi tentang seseorang yang ingin meminjam uang. Ini tentu mampu menekan resiko kredit macet, karena uang diberikan kepada peminjam yang tepat.

Bank-bank besar kelas dunia telah menginvestasikan jutaan dolar AS di teknologi blockchain sejak 2012. Hal ini menunjukkan mereka paham benar potensi  besar di balik teknologi itu. Berdasarkan riset teranyar dari CB Insight, Goldman Sachs, Google dan Citi adalah tiga dari sekian banyak perusahaan yang berinvestasi pada teknologi blockchain.

Berdasarkan laporan tersebut, 19 perusahaan besar telah berinvestasi  pada teknologi blockchain sejak pertengahan Oktober 2017 lalu. Jumlah itu mendekati total jumlah investasi modal ventura, dengan 95 investor aktif. Dari investor dari kalangan perusahaan, lebih dari 50 adalah perusahaan penyedia layanan keuangan global. Laporan tersebut juga menunjukkan, bahwa 10 bank terbesar di Amerika Serikat telah menggelontorkan lebih dari US$267 juta pada teknologi ini. Hingga 2017 total investasinya mencapai US$327 juta. Sejak 2012 hingga 2017 total investasi mencapai US$1,2 miliar.

MicroMoney menjawab tantangan

Mengacu kepada laporan Google dan Temasek, pada 2025 ekonomi Internet Asia Tenggara diperkirakan akan mencapai US$200 miliar. Kelajuan itu semakin menguat dan dengan pertumbuhan PDF mencapai US$2,5 triliun. Dengan koneksi perangkat mobile tumbuh lebih tinggi daripada pertumbuhan rata-rata global (124 persen vs 103 persen), dan kecepatan Internet akan mencapai 23,3 Mbps, wilayah ini akan semakin tumbuh di masa depan. Lebih jauh lagi, sejak Januari 2017, penetrasi media sosial juga tinggi. Di saat yang bersamaan, hanya 27 persen populasi Asia Tenggara yang memiliki rekening di bank. Itu sekitar 438 juta orang di wilayah ini yang belum memiliki akses ke perbankan.

Jadi, tidak ada alasan absolut untuk mengacuhkan teknologi blockchain, terlebih-lebih jikalau Anda memahami bahwa teknologi dapat digabungkan dengan teknolog yang sudah ada. Saat ini bank tidak dapat menyetujui permohonan pinjaman karena ketiadaan data riwayat kreditnya. Perusahaan yang berbasis di Singapura, MicroMoney menawarkan solusi tepat atas kondisi itu, dengan memberikan data yang tepat yang dapat digunakan oleh bank. Untuk itulah MicroMoney mengusung “proprietary blockchain-based Decentralised A.I. Neural Network Scoring System”.

 “Dengan sistem ini, MicroMoney akan berperan sebagai pihak ketiga yang menjembatani kebutuhan antara peminjam uang dan bank. Plafrom kecerdasan buatan milik MicroMoney menggunakan algoritma rumit untuk memrediksi peringkat kredit semua nasabah dan dalam 15 menit pemohon pinjaman akan mendapatkan pemberitahuan persetujuan di ponsel mereka,” kata Vladimir Sumarokov A.I. Neural Network & CRM Developer MicroMoney melalui Telegram.

Token AMM

Saat ini MicroMoney telah membuka perwakilan di Indonesia, Sri Lanka dan Filipina. Berikutnya akan membuka perwakilan di Vietnam, Malaysia, Singapura, Hong Kong, Nigeria dan Tiongkok, yang dianggap sebagai pasar yang menanjikan. Cabang-cabang itu akan mulai beroperasi pada kuartal ke-3 2017 dan kuartal ke-1 2018.

Untuk mengembangkan sayap bisnis dan mempercepat pengemabangan produk, MicroMoney memutuskan mengumpulkan dana dari publik melalui mekanisme Initial Coin Offering (ICO). Publik dapat membeli sejumlah besar token bernama AMM yang nantinya dapat digunakan pada MicroMoney sebagai pembayaran internal atau agar dapat mengakses ke layanan MicroMoney yang lainnya. Diharapkan token MMM meningkat nilainya, seiring kemajuan kinerja perusahaan. Harga tawaran pada ICO ini adalah 1 AMM setara dengan 1 dolar AS. [KM-02]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.