LAPK : Pemutihan Pajak Kendaraan Bermotor Tidak Adil

KABAR MEDAN | Rencana Pemprov Sumut melakukan pemutihan tunggakan dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) ditargetkan berlaku paling lambat Oktober 2014 adalah tidak adil. Pemutihan PKB itu lebih terkesan sebagai kompensasi atas ketidakmampuan aparatur pemerintah menagih uang Negara dari para wajib pajak.

“Jangan karena ketidaksanggupan aparat pemerintah dalam memungut pajak, maka pemerintah terus melakukan pemutihan. Mengapa kebijakan pemutihan PKB itu seperti sudah menjadi resep andalan pemerintah ketika tunggakan dari sektor pajak ini sudah membengkak dan mengganggu akuntabilitas Pemprovsu?, ” kata Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen, Farid Wajdi, Selasa (16/9/2014).

Tindakan pemutihan ini sudah sering dilakukan. Termasuk melalui Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 22 Tahun 2009 tentang Pemberian Pengurangan dan Pembebasan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor.

Menurut Farid, upaya pemutihan PKB selain membiarkan aparat negara kurang bertanggungjawab atas kerjanya, juga merugikan bagi masyarakat luas. Pemutihan terhadap tunggakan PKB sama seperti memberikan subdisi kepada orang kaya karena yang menunggak adalah pemilik mobil dan sepeda motor. Pembayar PKB adalah orang yang punya kemampuan untuk membayar pajaknya.

“Mereka mampu beli kendaraan, pastilah mereka mampu untuk membayar kewajibannya membayar pajak. Masalahnya adalah mengapa tunggakan PKB itu justru terkesan dibiarkan berlarut sehingga menjadi tunggakan?,” ujar Farid.

Ia menambahkan, karena pajak penting untuk pembangunan dan mensejahterakan rakyat. Kalau pajak tidak dibayar, akan banyak yang dirugikan. Kalau ingin memberikan subsidi sebaiknya berikanlah untuk sektor pendidikan atau kesehatan.

Ada baiknya Pemerintah Provinsi mengkaji secara mendalam untuk mencari tahu apa yang menjadi penyebab masyarakat banyak yang tidak membayar pajak. Pemutihan PKB bukan sekadar norma Gubernur memiliki weeenang atau tidak. Tapi terkait pertanggungjawab moral dan hukum atas uang Rp908 sebagai tunggakan PKB kendaraan mulai tahun 1950, 1960 sampai 2014.

“Apa filosofi upaya memutihkan pembayaran PKB itu? Apa situasi darurat yang mengharuskan pemilik kendaraan dibebaskan dari kewajiban membayar pajak? Apakah ada jaminan pemutihan PKBdapat menjaring lebih banyak pemilik kendaraan bermotor membayar pajaknya. Dapat dipastikan bahwa penghapusan denda PKB bagi pemilik kendaraan yang menunggak pembayaran pajaknya selama beberapa tahun,” tambahnya.

Ia berharap, Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara harus lebih cermat dan hati-hati dalam member advis terkait dengan kerugian yang bakal diderita terkait dengan pemutihan PKB itu. Selain itu perlu dipertimbangkan isi UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan. Pasal 64 UU dinyatakan, kendaraan bermotor dapat dihapus registrasi dan identifikasinya jika pemilik tidak melakukan registrasi ulang sekurang-kurangnya dua tahun setelah habis masa berlaku surat tanda nomor kendaraan bermotor.

“Apakah pemutihan solusi untuk menggenjot pemasukan dari pendapatan PKB. Apakah dengan pemutihan PKB pemilik kendaraan dengan serta merta mau membayar pajaknya? Mana lebih edukatif dari sisi kewajiban membayar pajak disbanding potensi pemasukan daerah? Bagaimana pula mempertanggungjawabkan potensi peningkatan pajak yang bisa diterima Pemprov Sumut dari kebijakan penghapusan denda PKB ini bisa mencapai Rp 908 Miliar,” cetusnya. [KM-01]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.