Mantan Sekretaris Negara GAM Kecewa Dengan Pemimpin Aceh

Mantan Sekretaris Negara GAM, Husaini M Hasan (74) mengaku kecewa dengan kepemimpinan di Provinsi Aceh sekarang ini. Pasalnya, harapan Aceh menjadi negara merdeka sudah menjadi kenangan masa lalu.

Bukan hanya itu, salah satu deklarator Aceh Merdeka ini mengaku malu karena orang-orang Aceh yang menjadi pemimpin di provinsi itu pascaperjanjian damai Helsinki dinilai tidak memikirkan rakyat.

Tokoh yang kini bermukim di Australia ini menyatakan sudah dua periode roda pemerintahan di Aceh dipegang mantan petinggi GAM, yaitu Irwandi Yusuf dan sekarang Zaini Abdullah. Namun, kata dia, para elite ini kerap terlibat perseteruan dan mementingkan diri sendiri.

“Saya bukan malu saja, tak tahu muka mau taruh di mana. Saya sangat kecewa. Dulu, orang Aceh dihormati di Malaysia. Sekarang karena ulah kita, moral kita tidak ada. Narkoba orang kita juga. Kita malu, Aceh merosot. Dulu Aceh berdiri sendiri. Soal padi, Aceh gudang beras, minyak (kelapa) buat sendiri,” kata Husaini di Medan, Kamis (4/12/2014).

Baca Juga:  Dugaan Korupsi Kapasitas Jalan Provinsi di Toba Samosir, 3 Tersangka Ditahan

Penyataan itu disampaikan Husaini bertepatan dengan ulang tahun ke-38 Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang jatuh pada hari ini. Namun, dia mengaku sudah menerima realita bahwa perdamaian lebih penting dari kemerdekaan.

Dia mengatakan, sudah menerima kenyataan perdamaian yang dicapai di Helsinki. “Terlebih rakyat kini tidak lagi hidup dalam ketakutan,” ujarnya menegaskan.

“Mungkin dalam hati kecil ada (keinginan rakyat Aceh untuk merdeka), tapi kita melihat realita. Berapa lama kita terus terlibat konflik yang sudah terjadi sejak zaman Belanda. Kapan lagi mau membangun,” kata alumni Fakultas Kedokteran USU pada 1973 ini.

Laki-laki yang lama tinggal di Stockholm, Swedia–setelah ditempatkan UNHCR di sana menyusul pelariannya dari Aceh ke Malaysia pada 1980– ini berharap ada rekonsiliasi yang nyata di Aceh. Semua pihak harus bersatu dan melupakan perbedaan di masa lalu demi rakyat Aceh.

Menurut Husaini, kekecewaannya itu merupakan suara dari mayoritas masyarakat Aceh di luar negeri. Sebagian di antara mereka bahkan tidak mengakui kepemimpinan gubernur saat ini. “Lihat saja dalam pemilihan, kan demokrasi, tapi kenapa masih ada intimidasi dan pemaksaan kehendak,” ucapnya.

Baca Juga:  Polres Sergai Amankan Pelaku Judi KIM dalam Razia Pekat Toba 2024

Kekecewaan juga disampaikan Khalidin Daud, mantan Gubernur GAM Pidie, dan T Ishaq Yusuf dari Idi, yang sengaja datang ke Medan untuk bertemu dengan Husaini. “Semua yang dikatakan Abu Doktor (panggilan Husaini) kenyataan seadanya. Saya tidak kecewa, saya sedih kenapa mereka (elite Aceh) tidak mementingkan rakyat Aceh, hanya memikirkan diri sendiri,” kata Khalidin.

Dia juga mengaku kecewa karena kedua pemimpin yang nota bene berasal dari GAM justru tidak mewujudkan bagian dari isi perjanjian damai Helsinki. Dia mencontohkan pembagian 2 hektare lahan untuk masing-masing bekas kombatan dan orang yang terkena konflik belum juga terealisasi. “Padahal dana banyak. Setahu saya dana di Aceh lebih besar dari Sumatera Utara. Ini seakan-akan ada pembiaran,” kata Khalidin menegaskan. [KM-03]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.