Menyoroti Blockchain Besutan NEM

Blockchain adalah teknologi dasar mata uang virtual (MUV) bitcoin dan ratusan MUV lainnya. Blockchain adalah teknologi revolusioner abad ini dan akan mengubah cara pandang manusia terhadap uang dan cara kita mengolah data dan berinteraksi dengan informasi yang aman, cepat, dan murah. World Economic Forum 2016 menabalkan blockchain sebagai teknologi masa depan yang layak diadopsi negara dan perusahaan..

Mata uang virtual bitcoin yang belakangan ini menjadi buah bibir, sedikit banyak mengubah cara pandang manusia tentang uang. Tidak sedikit media arus utama di dalam dan luar negeri memberitakan soal bitcoin. Dalam kurun waktu delapan bulan terakhir harga bitcoin naik hingga lebih dari 600 persen. Ketika artikel ini kami tulis, berdasarkan data dari coinmarketcap.com, harga satu unit bitcoin setara dengan US$4.119 atau sekitar Rp55 juta. Bandingkan dengan harga pada dua tahun silam yang hanya Rp5 juta.

Kenaikan dahsyat ini tak lain tak bukan karena paradigma ekonomi bebas dan sistem desentralisasi yang diusung oleh sang penciptanya, Satoshi Nakamoto pada 2008. Nilai bitcoin sebagai uang ditumpukan sepenuhnya kepada sistem komputasi: kode progam berbasis kriptografi rumit, bukan kepada negara atau perusahaan tertentu. Satoshi Nakamoto sendiri adalah nama samaran seseorang, organisasi atau kelompok tertentu, yang hingga kini tidak diketahui sosoknya. Publik hanya merasakan manfaat besar peranti lunak blockchain yang dibuatnya untuk menciptakan mata uang baru. Ini ibarat menggunakan palu untuk memukul paku. Publik merasa tidak penting mengetahui siapa penciptanya, tetapi seberapa jauh alat itu memberikan manfaat kepadanya.

Bitcoin memiliki perbedaan mencolok dengan uang biasa yang kita kenal selama ini. Uang modern sejak 1971 nilai uang tak lagi disandarkan kepada jumlah cadangan emas yang dimiliki sebuah negara, tetapi hanya berbasis keyakinan terhadap kebijakan soal uang yang dinyatakan oleh negara melalui sejumlah peraturan, dan dilaksanakan oleh lembaga khusus, seperti bank sentral. Dengan mengacu pada emas, uang memiliki nilai intrinsik, dan karena itu pula jumlah yang disirkulasikan tidak boleh kurang atau lebih daripada jumlah emas yang dimiliki. Sekarang uang tidak memiliki hubungkait dengan hal fisik apapun, kecuali keyakinan pengguna uang kepada negara yang menerbitkannya. Dan uang modern sendiri pada dasarnya tidak memiliki batas jumlah edar, tetapi dikendalikan berdasarkan jumlah barang dan jasa yang ada di publik hingga tingkat inflasinya terjaga. Ini serupa dengan keyakinan kita kepada dolar AS, karena situasi dalam negeri negara itu relatif stabil dan menjadi standar dunia.

Nah, pengguna bitcoin menyandarkan kepercayaannya kepada sistem komputasi blockchain, sebab jumlahnya dibatasi hanya 21 juta bitcoin pada tahun 2140. Sejak 2008 hingga hari ini, jumlah bitcoin yang beredar baru 16 juta unit dan akan tercipta seterusnya dengan jumlah edaran yang semakin kecil. Bitcoin juga aman, karena salinan transaksi didistribusikan kepada semua partisipan dan tersimpan di jaringan itu sendiri, bukan di dalam sebuah komputer server sentral. Artinya seorang peretas tidak mungkin mencuri bitcoin di dalam dompet elektronik bitcoin Anda, kecuali peretas itu sanggup memanipulasi kode sumber terenkripsi yang juga disalinkan kepada setiap partisipan di dalam sistem yang jumlahnya ratusan juta pada saat yang bersamaan. Ketika seorang peretas mencoba mengubah di satu titik saja, maka sistem akan mengenali itu sebagai fraud, dan secara otomatis tidak memverifikasinya sebagai sebuah data yang sah, karena berbeda dengan salinan data lainnya yang telah ada.

Baca Juga:  PermanaNet Medan Syukuri 14 Tahun dengan Santunan Panti Asuhan, Kuatkan Tim Layanan Korporat

Bitcoin juga mengefisienkan proses pengiriman uang antara negara jikalau dibandingkan dengan bank. Dengan bank mengirimkan uang bisa dua sampai tiga hari kerja, kecuali bank pengirima dan penerima sama. Belum lagi fee-nya tidak kecil. Western Union bisa lebih cepat dalam tempo satu jam, tetapi fee-nya dirasa sangat mahal. PayPal menawarkan alternatif yang lebih murah, tetapi banyak orang menemui kesulitan, karena akses internet ketika bertransaksi harus benar-benar aman dan memerlukan syarat kartu kredit. Di satu sisi itu adalah entitas ketidakdilan, karena uang hanya beredar pada kaum-kaum elit, tidak merembes ke tingkat di bawahnya.

Dalam perkembangannya, blockchain tidak hanya bersifat publik, seperti yang dimiliki oleh bitcoin, tetapi ada yang bersifat privat dan komersil. Dua karakter terakhir ini memang secara spesifik dikembangkan oleh perusahaan tertentu dan dijual menjadi produk jasa untuk membuat MUV yang baru, sistem kontrak digital, tanda tangan elektronik, sistem rekam data elektronik, dan banyak lagi. IBM dan Microsoft sejak dua tahun terakhir telah mengembangkan blockchain komersil selama ini. Sejumlah ujicoba telah dilakukan dan banyak klien yang merasakan manfaatnya.

Di Singapura ada NEM Foundation yang menciptakan MUV XEM. Organisasi non profit ini berkembang sangat pesat sejak didirikan pada 2015 silam, karena giat menjalin kerjasama dengan berbagai perusahaan dan pemerintah. Agustus 2017 lalu NEM Foundation meluncurkan Blockchain Center di Kuala Lumpur, Malaysia. Ini adalah program pertama NEM Foundation setelah menjalin kerjasama dengan dengan perusahaan asal Australia, Blockchain Global. Untuk mewujudkan itu NEM Foundation berani merogoh kocek hingga US$5 juta atau sekitar Rp55 miliar. Langkah NEM Foundation ini layak disoroti, sebab program serius seperti ini baru kali ini dilakukan di Asia.

Di Blockchain Center itu NEM menyediakan infratrukstur blockchain besutan mereka sendiri agar dapat digunakan bagi perusahaan rintisan di negara itu. Sebagai rumah bagi NEM Blockchain Innovation Lab, fasilitas itu juga dimanfaatkan sebagai pusat inkubator, akselerator dan co-working space bagi perusahaan rintisan di kawasan Asia Tenggara. Tidak hanya bagi perusahaan rintisan, NEM Blockchain Innovation Lab juga ditujukan untuk menjaring klien dari sektor perusahaan yang ingin menggunakan platfrom blockchain milik NEM.

Masalahnya agak sulit menemukan negara yang benar-benar memahami potensi ekonomi blockchain untuk dalam negeri. Dalam hal ini agaknya pemerintah Malaysia memiliki visi khusus soal blockchain. Jadi, NEM Foundation punya alasan kuat menancapkan pengaruhnya di Negeri Malaya itu. Pasalnya ekosistem teknologi keuangan dan blockchain di Malaysia cukup dewasa, setidaknya selama satu tahun belakangan ini. Ada beragam seminar, diskusi, dan lokakarya tentang MUV dan blockchain diselenggarakan di negara itu. Di Malaysia ada Industry-Government Group for High Technology (MiGHT) yang berperan sangat besar, yang secara umum mendukung dan mengembangkan program berteknologi tinggi. MiGHT bermitra dengan Bloktex, sebuah perusahaan blockchain di Malaysia guna mengembangkan strategi khusus soal adopsi blockchain di sektor industri. MiGHT menjadi jembatan bagi Bloktex untuk menyediakan jasa pengamanan komputer server di berbagai perusahaan dengan menggunakan teknologi blockchain NEM.

Baca Juga:  PermanaNet Medan Syukuri 14 Tahun dengan Santunan Panti Asuhan, Kuatkan Tim Layanan Korporat

Apa yang membuat NEM berbeda adalah dari sisi algoritma blockchain yang dimilikinya. Jikalau bitcoin dan MUV lain merasa puas dengan metode proof-of-work (PoW) dan proof-of-stake (PoS), mana NEM meningkatkan kemampuan sistem blockchain dengan konsep proof-of-importance (PoI). Dengan PoI, kecepatan transaksi jauh lebih cepat daripada bitcoin. Jumlah transaksi per detik meningkat signifikan, sekaligus menekan fee transaksi. Selain itu perangkat komputer yang digunakan dalam proses verifikasi tidak terlalu besar, sehingga lebih hemat listrik dan lingkungan. Ini berbeda dengan sistem verifikasi dan validasi transaksi oleh miner pada bitcoin, yang memerlukan komputer yang sangat mahal dan boros listrik.

NEM sendiri tidak mengenal konsep mining, tetapi harvesting, di mana ada pihak yang menggunakan sumber daya komputernya sebagai super node untuk memverifikasi dan memvalidasi transaksi. Kepada harvester ini fee transaksi diberikan sebagai imbalan. Konsumsi listrik super node NEM lebih kecil 100 kali daripada sistem mining bitcoin. Ini sekaligus menekan kecilnya fee transaksi. Dalam transaksi bitcoin, fee yang dibebebankan pengguna setidaknya setara dengan 0.0005 bitcoin. Dengan kurs hari ini itu setara dengan Rp24 ribu. Sedangkan pada NEM, untuk mengirimkan mata uang XEM setara US$1.000 hanya perlu fee US$0.10.

Volatiliy harga XEM tidak terlampau tinggi berbanding bitcoin, karena pada prinsipnya MUV XEM sudah didistribusikan kepada pengguna. Ini memungkinkan inflasi dapat ditekan sekecil mungkin. Proses transaksi jauh lebih cepat daripada bitcoin. Mengirimkan XEM pada blockchain NEM hanya perlu 6 detik saja dengan durasi konfirmasi hanya 20 detik. Bandingkan dengan bitcoin yang bisa 30-60 menit untuk konfirmasi pada satu transaksi. Di titik ini Blockchain NEM menjadi solusi sangat efisien yang selama ini tidak dimiliki blockchain bitcoin, karena hanya mampu memproses 5-6 transaksi per detik. Sedangkan NEM mampu memproses 3.000 transaksi per detik.

Blockchain NEM juga digunakan oleh startup Jepang, yakni Tech Bureau yang mengusung blockchain komersil bernama Mijin. Mijin sendiri telah diujicobakan di perusahaan Hitachi, Infoteria dan salah satu bank terbesar di Jepang, SBI (Sumishin Net Bank). Selain itu ada Dragonfly Fintech yang fokus pada  klien dari kalangan perbankan agar lebih mudah dalam melakukan settlement dan aktivitas clearing house. Juga disediakan platform untuk instant liquidity Real Time Transaction Settlement (RTTS) sebagai alternatif dari RTGS.

Dengan daya jangkau NEM Foundation saat ini, dan bermula di Malaysia, agaknya NEM mulai mendapatkan pengaruh dari, setidaknya warga Asia secara umum. Daya tarik NEM bukan saja karena blockchain-nya mudah dimanfaatkan untuk membuat aplikasi desentralistik, tetapi transaksi yang murah dan cepat, setidaknya akan membayangi reputasi VISA, MasterCard atau PayPal sekalipun. Namun demikian, ketiga pemain besar itu pun sebenarnya sedang melakukan penelitian besar-besaran tentang blockhain, yang kelak akan disisipkan ke dalam sistem mereka, dengan alasan serupa.

Ah, setidaknya persaingan semakin ketat dan yang penting memudahkan warga dalam bertransaksi, meningkatkan penetrasi warga pedalaman ke sektor keuangan dan terutama agar distribusi kekayaan menjadi lebih merata. [Vinsensius Sitepu/KM-02]

Berkomentarlah secara bijaksana dan hindari menyinggung SARA. Komentar sepenuhnya menjadi tanggungjawab komentator.